ICW: Bantahan Pimpinan KPK Lili soal Komunikasi dengan Tersangka Suap Tak Jelas

3 Mei 2021 10:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan suap terhadap penyidik KPK AKP Stepanus Robin turut menyeret nama salah satu komisioner lembaga antirasuah itu, Lili Pintauli Siregar. Sempat muncul dugaan bahwa Lili pernah berkomunikasi dengan tersangka penyuap AKP Stepanus Robin yang juga Wali Kota Tanjungbalai Syahrial.
ADVERTISEMENT
Terkait tudingan tersebut, Lili Pintauli Siregar yang menjabat Wakil Ketua KPK itu langsung menggelar konferensi pers. Ia membantah soal adanya komunikasi dengan Syahrial guna membahas perkara.
Namun, ICW menilai bantahan Lili yang disampaikan dalam konferensi pers tidak jelas
"Terlihat tidak jelas dan cenderung bersifat ambigu," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Senin (3/5).
Wali Kota Tanjungbalai H.M Syahrial. Foto: Pemkot Tanjungbalai
"Sebab, satu sisi ia mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka. Namun pada bagian lain, Komisioner KPK itu menyebutkan tidak dapat menghindari komunikasi dengan para kepala daerah," imbuh Kurnia.
Dalam konferensi pers beberapa hari lalu, Lili memang membantah pernah berkomunikasi terkait perkara dengan Syahrial. Namun, ia tidak secara tegas membantah tidak ada sama sekali komunikasi dengan Syahrial.
ADVERTISEMENT
Lili hanya menyebut bahwa sebagai Pimpinan KPK, khususnya dalam pelaksanaan tugas pencegahan korupsi, ia mengaku tidak dapat menghindari komunikasi dengan para kepala daerah. Meski menurut dia, komunikasi yang terjalin terkait dengan tugas KPK dalam melakukan pencegahan supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi.
Selain itu, Lili menyebut posisi dia sebagai pejabat publik sebelum bergabung di KPK membuatnya memiliki jaringan yang cukup luas.
ICW pun mengingatkan bahwa komunikasi dengan pihak yang berperkara merupakan pelanggaran. Menurut ICW, hal itu termasuk pelanggaran hukum sebagaimana Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK dengan ancaman pidana lima tahun penjara serta pelanggaran etik bagian Integritas angka 11 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020.
"Jika nantinya terbukti ada komunikasi di antara keduanya tanpa dilandasi dengan bukti pelaksanaan tugas, maka LPS (Lili Pintauli Siregar) dapat diproses hukum dan etik. Kejadian serupa juga pernah menimpa Ketua KPK, Firli Bahuri, tatkala masih menjabat sebagai Deputi Penindakan. Kala itu, Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etik berat karena berhubungan dengan kepala daerah di Nusa Tenggara Barat yang sedang dalam proses hukum di KPK," papar Kurnia.
ADVERTISEMENT
Atas dasar tersebut, ICW mendorong Dewan Pengawas KPK harus segera memanggil Lili Pintauli Siregar atas dugaan pelanggaran kode etik.
"Tidak hanya itu, Dewas juga mesti menyita alat komunikasi yang selama ini digunakan oleh LPS. Perihal menyita alat komunikasi," ujar Kurnia.
Kewenangan Dewas KPK itu tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, tepatnya bagian INTEGRITAS nomor 13 yang berbunyi setiap Insan KPK wajib memberikan akses kepada Dewas terhadap seluruh fasilitas dan benda milik pribadi yang digunakan dalam pekerjaan seperti alat komunikasi untuk kepentingan pemeriksaan dan penegakan dugaan pelanggaran berat kode etik.
"Penyitaan ini penting untuk menelusuri dua isu, yakni: apakah benar ada komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai pasca yang bersangkutan resmi diselidiki oleh KPK? kemudian, apakah ada komunikasi lain dengan kepala daerah yang juga sedang diusut perkaranya oleh KPK?" ungkap Kurnia.
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Selain itu, ICW mendorong penyidik KPK juga memeriksa Lili Pintauli Siregar sebagai saksi dalam kasus suap AKP Stepanus Robin.
ADVERTISEMENT
"Untuk menelusuri satu isu penting, yakni: apakah ada kaitan antara Azis Syamsuddin, LPS, Penyidik Robin, dan Syahrial?" kata Kurnia.
"Untuk mencegah adanya konflik kepentingan, maka LPS tidak boleh dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan perkara suap dan gratifikasi Penyidik Robin," pungkasnya.

Kasus Suap Penyidik KPK

Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju digiring petugas untuk mengikuti konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
AKP Stepanus Robin diduga menerima suap Rp 1,3 miliar dari Wali Kota Tanjungbalai Syahrial. Suap diduga agar AKP Stepanus Robin menghentikan penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial.
Kasus ini juga memunculkan nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Peran Azis Syamsuddin dalam perkara ini ialah diduga sebagai pihak yang memperkenalkan AKP Stepanus Robin kepada Syahrial. Pertemuan itu bahkan dilakukan di rumah dinas Wakil Ketua DPR.
Wakil Ketua DPR Bidang Korpolkam Azis Syamsuddin. Foto: DPR RI
Diduga, pertemuan itu kemudian berujung kesepakatan suap. Sementara Azis Syamsuddin diduga mengenal AKP Stepanus dari ajudannya yang merupakan sesama polisi.
ADVERTISEMENT
Sudah ada tiga orang yang dijerat sebagai tersangka. Yakni AKP Stepanus Robin dan seorang advokat bernama Maskur Husain sebagai tersangka penerima suap. Serta Syahrial sebagai tersangka pemberi suap. Sedangkan Azis Syamsuddin masih berstatus saksi.