ICW Desak KPK Ajukan PK Atas Putusan Lepas Terdakwa BLBI Syafruddin

9 Oktober 2019 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/8). Foto:  Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis lepas eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
ADVERTISEMENT
ICW menilai PK perlu dilakukan lantaran vonis kasasi terhadap Syafruddin menyisakan kecurigaan.
Diketahui MA telah menghukum salah satu anggota majelis hakim kasus Syafruddin, Syamsul Rakan Chaniago, dengan vonis 6 bulan tak boleh menangani perkara. Syamsul Rakan terbukti bertemu pengacara Syafruddin, 11 hari sebelum putusan.
"KPK kita minta untuk segera lakukan upaya hukum luar biasa, yaitu peninjauan kembali. PK kali ini penting dilakukan demi menciptakan kepastian hukum atas putusan kasasi sebelumnya,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Kantor ICW, Jakarta, Rabu (9/10).
Menurut Kurnia, KPK bisa mengajukan PK lantaran putusan Syafruddin merupakan vonis lepas, bukan bebas. Hal itu sesuai dengan Pasal 263 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:
Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
ADVERTISEMENT
Adapun sesuai Pasal 263 ayat (1) KUHAP, pihak yang berhak mengajukan PK ialah terpidana atau ahli warisnya, bukan jaksa. Legal standing PK hanya untuk terpidana atau ahli waris ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016. Pasal 263 ayat (1) KUHAP itu berbunyi:
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Kalau putusan SAT (Syafruddin) bebas, bukan lepas, maka frasa ini tak bisa digunakan. Karena di sini (putusan) jelas disebutkan bahwa yang didakwakan telah dinyatakan terbukti. Kalau diikuti putusan lepas, dakwaan terbukti tapi bukan merupakan tindak pidana. Sehingga Pasal 263 ayat 3 (KUHAP) harusnya bisa jadi landasan kuat untuk KPK ajukan PK," jelas Kurnia.
ADVERTISEMENT
Kurnia juga meminta KPK menyelidiki pertemuan Syamsul Rakan dengan pengacara Syafruddin, Ahmad Yani. Kurnia meminta KPK untuk mengusut apakah dalam pertemuan itu ada hubungannya dengan putusan lepas Syafruddin atau tidak.
"KPK harus dalami pertemuan yang dilakukan oleh kuasa hukum SAT dengan Hakim Chaniago. Pertanyaannya apakah dalam pertemuan itu ada transaksi-transaksi tertentu sehingga memengaruhi putusan yang telah dijatuhkan di tingkat kasasi atau melepas Temenggung?" ucapnya.
Di tempat yang sama, Peneliti Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gulfino Guevarrato, menilai putusan lepas itu menghalangi penyelesaian kasus BLBI.
"Beberapa upaya untuk mengentaskan persoalan menyelesaikan BLBI, sering kali coba untuk digembosi. Misal bagaimana SAT beberapa waktu lalu juga dibebaskan. Padahal di tingkat PN, di tingkat pengadilan tinggi (Syafruddin) sudah dihukum 13 tahun dan 15 tahun," ujar Fino.
Syamsul Rakan Chaniago Foto: Wikipedia
Dalam kasus ini, sebelumnya Syafruddin didakwa melakukan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI untuk BDNI yang dimiliki Sjamsul Nursalim. Akibat perbuatannya itu, negara dinilai mengalami kerugian Rp 4,8 triliun.
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tipikor Jakarta pun memvonis Syafruddin selama 13 tahun penjara. Hukuman Syafruddin naik di tingkat banding selama 15 tahun penjara. Tetapi di tingkat MA, Syafruddin divonis lepas.
Perbuatan Syafruddin dinilai bukan korupsi, melainkan perdata dan administrasi. Salah satu hakim yang memvonis lepas Syafruddin yakni Syamsul Rakan.