ICW: Kami Duga Tak Ada Penindakan yang Dilakukan KPK Era Firli, Makanya Senyap

8 Mei 2020 15:28 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan sambutan di Rapat Koordinasi dan Sinergi Penyelenggaraan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2020 di Surabaya, Jawa Timur.  Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan sambutan di Rapat Koordinasi dan Sinergi Penyelenggaraan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2020 di Surabaya, Jawa Timur. Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
ADVERTISEMENT
ICW mempertanyakan penindakan KPK yang sudah hampir 5 bulan dipimpin Komjen Firli Bahuri. Kerja senyap yang sebelumnya diungkapkan Firli pun dipertanyakan. Sebab, ICW menilai tak ada penindakan yang dilakukan KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa sampai saat ini publik tidak mengerti apa yang dimaksud 'kerja-kerja senyap KPK' sebagaimana dikatakan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Dugaan kami memang dalam sektor penindakan KPK di era Firli Bahuri tidak melakukan apa-apa, maka dari itu disebut senyap," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Jumat (8/5).
Pernyataan soal kerja senyap diungkapkan Firli terkait penangkapan Ketua DPRD Muara Enim, Aries HB, serta mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Ramlan Suryadi, pada Minggu (26/4),
KPK pun tercatat beberapa kali melakukan penindakan saat Firli menjabat Ketua KPK. Termasuk penetapan sejumlah tersangka.
Awal Januari, KPK pun sempat melakukan dua kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam dua hari berturut-turut. Yakni OTT Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah, serta OTT eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Meski, penyelidikan kedua perkara itu sudah dilakukan sejak era pimpinan sebelumnya.
ADVERTISEMENT

Kritik Pola Baru KPK

ICW pun menyoroti soal adanya pola yang akan diubah KPK dalam hal pengumuman tersangka. KPK sedang menjajaki kemungkinan seorang ditetapkan tersangka akan ditangkap dulu, baru kemudian diumumkan status tersangkanya ke publik. Setelah itu, langsung ditahan.
Hal itu sedang dipertimbangkan KPK mengingat adanya sejumlah tersangka yang kemudian kabur dari proses hukum. Tercatat setidaknya sudah ada 5 tersangka KPK yang statusnya buronan.
Terbaru ialah tersangka suap pengurusan terminasi kontrak batubara di Kementerian ESDM, Samin Tan. Adapun empat buronan lain ialah eks Sekretaris MA, Nurhadi; menantu Nurhadi, Riezky Herbiyono; Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto; dan eks caleg PDIP, Harun Masiku.
Namun hal itu dinilai tak relevan oleh ICW. Sebab, tersangka biasanya sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebelum KPK mengumumkannya ke publik.
ADVERTISEMENT
"Ini sesuai dengan mandat Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 yang lalu saat menguji Pasal 109 ayat (1) KUHAP," ujar Kurnia.
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sementara pengumuman tersangka ke publik, merupakan pengejawantahan Pasal 5 UU KPK. Bunyinya, "dalam menjalankan tugas dan kewenangannya KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum".
"Sederhananya, konferensi pers penetapan tersangka merupakan bagian tanggung jawab KPK terhadap publik," ujar Kurnia.
Selain itu. menurut Kurnia, berwenang mencegah seseorang ke luar negeri bila memang dikhawatirkan orang itu kabur ke luar negeri.
"Jadi kalau dirasa seorang tersangka berpotensi melarikan diri ya KPK tinggal gunakan saja ketentuan itu," kata Kurnia.
"Untuk itu lebih baik Pimpinan KPK tidak menyalahkan sistem yang selama ini berjalan di KPK. Mungkin memang model dan cara kepemimpinannya saja yang keliru, bukan sistemnya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona