ICW: Kepuasan Publik ke KPK Turun Setelah 36 Kasus Berhenti di Era Komjen Firli

21 Februari 2020 7:22 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri usai melakukan pertemuan dengan DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (20/1).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri usai melakukan pertemuan dengan DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (20/1). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak dilantik pada 20 Desember 2019, KPK era Komjen Firli Bahuri dkk telah menghentikan 36 kasus di tingkat penyelidikan. Penghentian itu dilakukan terhadap kasus-kasus yang diselidiki sejak 2011 atau 9 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, penghentian penyidikan terhadap 36 kasus itu dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Salah satunya, penyelidikan perkara yang sudah memakan waktu cukup lama.
Menanggapi hal itu, Indonesia Coruption Watch (ICW) menyebut penghentian 36 kasus di KPK ini sudah diprediksi akan terjadi setelah Komjen Firli Bahuri dilantik jadi Ketua KPK.
"Fenomena penghentian 36 perkara di tingkat penyelidikan sudah jauh diprediksikan akan terjadi ketika Komjen Firli Bahuri dan empat orang lainnya dilantik menjadi Pimpinan KPK. Hal tersebut pun terbukti dari beredarnya pernyataan resmi KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (20/2).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Kondisi KPK saat ini, kata Kurnia, telah membuat masyarakat pesimistis terhadap kinerja pimpinan KPK. Apalagi hal tersebut terbukti dari survei yang diluncurkan oleh Alvara Research Center pada 12 Februari 2020.
ADVERTISEMENT
"Kepuasan publik terhadap KPK terjun bebas dari peringkat kedua di tahun 2019 menjadi peringkat kelima," kata Kurnia.
"Dengan banyaknya jumlah perkara yang dihentikan oleh KPK pada proses penyelidikan, hal ini menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya," imbuhnya.
Pimpinan KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Menurut Kurnia, seharusnya proses penghentian perkara di ranah penyelidikan dilakukan melalui gelar perkara yang melibatkan setiap unsur. Mulai dari tim penyelidik, tim penyidik, hingga tim penuntut umum.
"Apabila ke-36 kasus tersebut dihentikan oleh KPK, apakah sudah melalui mekanisme gelar perkara?" ungkapnya.
ICW menduga kasus yang dihentikan oleh KPK berkaitan dengan korupsi yang melibatkan aktor penting seperti kepala daerah, aparat penegak hukum, dan anggota legislatif.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara. Apalagi Ketua KPK merupakan polisi aktif sehingga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan pada saat menghentikan kasus tersebut terutama yang diduga melibatkan unsur penegak hukum," kata Kurnia.
Ilustrasi KPK tamat. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Kurnia menjelaskan, Jika data yang dimiliki KPK menyatakan bahwa sejak 2016 telah ada 162 kasus yang dihentikan, maka artinya rata-rata kasus yang dihentikan setiap bulannya berkisar 2 kasus.
"Tapi sejak pimpinan baru dilantik (20 Desember 2019), sudah ada 36 kasus yang dihentikan atau sekitar 18 kasus per-bulannya. Sedangkan jika dibandingkan dengan kinerja penindakan, belum ada satupun kasus yang disidik di era pimpinan saat ini," kata Kurnia.
"Sebab, kasus OTT Bupati Sidoarjo dan juga OTT salah satu komisioner KPU bukan merupakan hasil pimpinan KPK saat ini," pungkasnya.
ADVERTISEMENT