ICW: KPK Shut Down, Demo soal Perppu Dianggap Jokowi Angin Lalu

3 November 2019 14:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo mendapat kartu anggota luar biasa saat Musyawarah Besar (Mubes) X dan Perayaan HUT ke-60 Pemuda Pancasila di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo mendapat kartu anggota luar biasa saat Musyawarah Besar (Mubes) X dan Perayaan HUT ke-60 Pemuda Pancasila di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi berlaku sejak 17 Oktober 2019. Berbagai aksi demonstrasi menolak RUU KPK yang berujung jatuhnya korban jiwa belum membuat Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
ADVERTISEMENT
Dengan berlakunya undang-undang yang baru itu, ICW menilai KPK telah sepenuhnya mati suri. Pasal-pasal di dalam undang-undang yang baru itu, akan memperlambat lembaga antirasuah itu memberantas korupsi.
"Per tanggal 17 Oktober kemarin KPK sudah resmi shutdown atau mati suri," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramdhani, dalam diskusi tentang Perppu KPK di kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (3/11).
"Seluruh pasal yang disepakati, Dewan Pengawas, SP3 dan lain-lainnya memang benar akan mengembalikan pemberantasan korupsi kembali ke jalur lambat," sambung Kurnia.
Kurnia juga menilai KPK dengan adanya undang-undang yang baru tak lebih dari komisi pencegahan saja. Lembaga itu akan kehilangan taji untuk melakukan fungsi pemberantasan.
"Sehingga mengubah juga nama KPK dari asalnya Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Komisi Pencegahan Korupsi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia menyayangkan urungnya niat presiden untuk mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK dengan alasan menunggu proses judicial review di Mahkamah Konstitusi. Padahal Perppu bisa segera terbit.
Presiden Joko Widodo bersiap mengikuti upacara pelantikan presiden dan Wakil Presiden di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Justru, menurutnya, jatuhnya korban jiwa dalam aksi demonstrasi menentang RUU KPK seharusnya menjadi salah satu alasan untuk mengambil langkah itu.
“Presiden Jokowi sama sekali tidak memandang kejadian tanggal 24 September, 30 September, sebagai sebuah kegentingan yang mendesak. Berbagai daerah sudah menyelenggarakan aksi demonstrasi besar-besaran, seluruh elemen masyarakat dengan tagar reformasi di korupsi," beber Kurnia.
"Rasanya hanya dianggap angin lalu saja oleh Presiden bahkan sudah memakan korban,” ujarnya.
Lebih lanjut, keadaan KPK ini menjadi lebih buruk menurutnya lantaran Jokowi malah menyatakan telah mengantongi nama-nama dewan pengawas KPK. Dewan pengawas itu, bahkan akan dilantik berbarengan dengan pemimpin KPK yang baru.
ADVERTISEMENT
“Presiden Jokowi yang menyebutkan sudah mengantongi nama dewan pengawas dan akan melantik dewan pengawas berbarengan dengan pimpinan KPK pada Desember nanti. Ini kita nilai bahwa Istana tidak paham bagaimana konsep lembaga antikorupsi yang baik,” tegasnya.
“Jadi bukan Presiden mengutarakan akan memilih figur yang kapabel, berintegritas, bukan itu poinnya. Siapa pun yang dipilih Presiden, katakanlah itu kekeliruan yang fatal dalam melihat konsep lembaga antikorupsi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno meluruskan informasi yang menyebut Presiden Joko Widodo pasti tak akan menerbitkan Perppu KPK.
Menurut Pratikno, Jokowi masih menunggu proses gugatan atas UU KPK yang baru di MK, sebelum memutuskan menerbitkan Perppu atau tidak.
"Intinya terkait dengan Perppu KPK itu adalah menghargai proses hukum yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi. Jadi isunya bukan tentang Perppu akan diterbitkan atau tidak," kata Pratikno di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (2/11).
Presiden Joko Widodo menyapa warga saat kunjungan kerja di Kaimana, Papua Barat. Foto: Dok. Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT