ICW Kritik Satgas Buru Aset BLBI, Singgung 'Mangkraknya' RUU Perampasan Aset

17 April 2021 2:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik lahirnya Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Satgas ini, dinilai oleh ICW bukanlah solusi efektif dalam menangani permasalahan pemulihan hak tagih negara saat ini.
ADVERTISEMENT
"Lagi-lagi kembali menunjukkan kegagalan pemerintah dalam merumuskan solusi efektif atas permasalahan yang ada saat ini," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (17/4).
Kurnia mengatakan, sejatinya tugas pemerintah dan DPR saat ini yang mendesak adalah pengesahan RUU Perampasan Aset. Sebab, RUU ini dinilai oleh ICW bisa menjadi cara untuk memproses aset-aset obligor BLBI yang berusaha mengelabui negara di masa lalu.
Diketahui, RUU Perampasan Aset ini sudah menjadi tunggakan legislasi DPR dan Pemerintah sejak 2012. Namun hingga saat ini tak kunjung juga dirampungkan.
"Namun, alih-alih itu dikerjakan (RUU Perampasan Aset), pemerintah justru membentuk tim yang sebenarnya belum terlalu klir secara konsep, tugas, dan kewenangannya. Selain itu, tim ini pun terkesan hanya gimik pasca sengkarut penanganan BLBI di KPK," kata Kurnia.
Para pengunjuk rasa memajang spanduk berwajah Sjamsul Nursalim (kiri) dan Anthony Salim (kanan) terkait kasus BLBI. Foto: AFP /Adek Berry
Kurnia mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum merinci siapa saja nama obligor BLBI yang memiliki utang ke negara. Padahal, isu tersebut dinilai penting untuk diketahui masyarakat sebagai bentuk transparansi dari kerja pemerintah.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, salah satu fokus tim ini menyasar ranah perdata. Kurnia menilai, apabila demikian, seharusnya presiden dapat memerintahkan Jaksa Agung untuk melakukan serangkaian gugatan melalui JAMDatun.
Kurnia juga mengkritik soal isi kepres yang menyebut akan melakukan pencarian atau pelacakan aset di luar negeri. Hal ini, dinilai jadi masalah tersendiri, karena Indonesia belum banyak memiliki perjanjian hukum pidana timbal balik atau Mutual Legal Assistance (MLA).
"Kalau belum banyak melakukan MLA, bagaimana cara menyita aset di luar negeri? Kritikan ini pun sebenarnya sudah sering dilayangkan oleh masyarakat agar pemerintah memperbanyak MLA dengan negara-negara lain yang diduga tempat penyembunyian aset para pelaku kejahatan," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah membentuk Satgas Pemburu Aset BLBI pada 6 April.
Menko Polhukam Mahfud MD Pimpin Rapat Koordinasi bersama pejabat utama tujuh kementerian serta bupati, wali kota, dan Gubernur Sumatera Barat. Foto: Dok. Humas Kemenko Polhukam
Tim pengarah terdiri dari Menko Polhukam Mahfud MD, Kapolri Jenderal Listyo Sigit, hingga Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Sedangkan beberapa pejabat Kemenkeu, Kejagung, BIN, hingga PPATK masuk tim pelaksana.
ADVERTISEMENT
Keppres itu ditindaklanjuti oleh Mahfud MD dengan menggelar sejumlah rapat.
Teranyar, Mahfud menyatakan, berdasarkan perhitungan sejauh ini, aset BLBI yang akan ditagih jumlahnya mencapai Rp 110.454.809.645.467. Mahfud menyatakan nilai tersebut terdiri dari 6 bentuk aset mulai saham hingga properti.