ICW Minta KPK Tegas Hadapi Lukas Enembe: Jemput Paksa, Jerat Pihak yang Halangi

22 September 2022 11:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Papua, Lukas Enembe (kiri) tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (05/09/2018). Foto: Eny Immanuella Gloria
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Papua, Lukas Enembe (kiri) tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (05/09/2018). Foto: Eny Immanuella Gloria
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK bersikap tegas dalam penanganan kasus Gubernur Papua Lukas Enembe. Bukan hanya memohon agar tersangka kooperatif.
ADVERTISEMENT
"Mestinya ada pesan tegas, bukan malah seperti memohon kepada terduga pelaku agar kooperatif," kata ICW dalam keterangan tertulis, Kamis (22/9).
Sikap tegas yang dimaksud ICW bisa berupa penjemputan paksa bila yang bersangkutan sudah dua kali mangkir dari panggilan.
"KPK bersikap tegas terhadap permasalahan hukum Lukas Enembe, misalnya, mengambil tindakan berupa penjemputan paksa dan menjerat pihak-pihak yang menghalang-halangi proses penyidikan," tambah ICW.
Upaya paksa tersebut, lanjut ICW, dijamin undang-undang, sebagaimana dipahami tercantum dalam Pasal 112 KUHAP. Yang pada pokoknya: seseorang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka memiliki kewajiban hukum untuk menghadirinya. Jadi, jika Lukas terus menerus mangkir, sudah selayaknya KPK segera melakukan upaya hukum berupa penjemputan paksa.
Bila dalam upaya penjemputan paksa ada pihak-pihak yang menghalangi, KPK harus membuka celah proses hukum dengan memanfaatkan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur soal pidana terhadap pihak yang menghalangi penyidikan.
ADVERTISEMENT
Kata ICW, ada pola yang biasanya digunakan oleh pelaku korupsi untuk menghindar dari proses hukum. Salah satunya melalui pengerahan massa untuk menghalangi aparat penegak hukum.
"Jika itu dilakukan, maka, baik pihak yang memerintah maupun yang diperintah dapat diproses hukum atas sangkaan obstruction of justice. Ancaman pidananya pun cukup tinggi, yakni mencapai 12 tahun penjara," ungkap ICW.
Bila Lukas tak menghadiri memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sakit, ICW menyarankan untuk KPK bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Meminta IDI membuat second opinion atas kondisi Lukas Enembe.
ICW bilang, upaya seperti itu bukan pertama kali dilakukan KPK. Sebelumnya lembaga antirasuah itu juga pernah meminta bantuan IDI saat menangani perkara korupsi KTP-Elektronik dengan tersangka mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Kala itu terbukti bahwa alasan sakit yang diutarakan oleh Setnov terlalu mengada-ngada.
ADVERTISEMENT
"Maka dari itu, penting bagi KPK untuk segera mengulangi tindakan tersebut dalam konteks perkara Lukas," kata ICW.
Tak hanya kepada KPK, ICW pun meminta Gubernur Papua untuk kooperatif.
"Sebagai warga negara, terlebih menduduki jabatan sebagai kepala daerah, Lukas semestinya memberikan contoh baik kepada masyarakat dengan memenuhi panggilan KPK," imbuh KPK.
Terkait opsi penjemputan paksa, KPK sempat berkomentar mengenai hal tersebut. KPK mengisyaratkan belum akan mengambil opsi tersebut.
”Kita lihat situasi [terlebih dulu], enggak mungkin kan kalau situasi di sana juga seperti itu. Kita enggak ingin ada pertumpahan darah atau apa pun kerusuhan sebagai akibat dari itu [upaya penjemputan paksa],” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (19/9).
Polisi mengarahkan massa pendukung Gubernur Papua Lukas Enembe dalam unjuk rasa menolak penetapan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Titik Nol, Taman Imbi, Kota Jayapura, Papua, Selasa (20/9/2022). Foto: Gusti Tanati/Antara Foto
KPK pernah memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa pada 12 September di Polda Papua. Namun, ia tidak memenuhi panggilan. Pada hari tersebut, muncul pula demo mendukung Lukas Enembe.
ADVERTISEMENT
Pada 20 September, terjadi kembali aksi massa mendukung Lukas Enembe. Bahkan belakangan, polisi mengamankan 14 orang pendemo 'Save Lukas Enembe' yang membawa alat tajam hingga bahan peledak.

KPK Sudah Layangkan Panggilan Kedua

Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Plt juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat panggilan kedua. Dijadwalkan, Lukas akan diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (26/9).
Pemanggilan pertama telah dilakukan pada 12 September. Namun, kata Ali, yang bersangkutan mengkonfirmasi untuk tidak hadir.
"Iya informasi yang kami peroleh, benar surat panggilan sebagai tersangka sudah dikirimkan tim penyidik KPK," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/9).
Ali berharap, tersangka Lukas dan pengacaranya kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik. "Karena ini merupakan kesempatan untuk dapat menjelaskan langsung di hadapan tim penyidik KPK," kata Ali.
ADVERTISEMENT
Ali menegaskan, proses penyidikan yang KPK lakukan telah sesuai prosedur dan ketentuan hukum. Sehingga hak-hak tersangka ia pastikan akan diperhatikan sebagaimana koridor hukum berlaku.
"Pemeriksaan diagendakan Senin, 26 September 2022 di Gedung Merah Putih KPK," kata Ali mempertegas.
Sebelumnya, kuasa hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, juga membenarkan bahwa kliennya menerima surat panggilan dari KPK. Namun ia tak bisa memastikan kliennya bisa hadir satu tidak.
Renwarin bilang Lukas masih menderita sejumlah penyakit, termasuk stroke.
"Nanti kita lihat, apakah dia bisa datang atau masih sakit. Tapi beliau masih keadaan sakit kemungkinan tidak akan hadir. Yang jelas beliau masih sakit," kata Renwarin saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (21/9).
Pemanggilan kedua Lukas ini dalam kapasitas sebagai tersangka. Gubernur Papua itu dijerat tersangka oleh KPK terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
KPK belum membeberkan konstruksi perkara dimaksud. KPK juga belum mengumumkan apakah ada tersangka lain dalam kasus ini.
Namun belakangan, kasus ini diduga akan terus berkembang. Terlebih menyusul temuan atau hasil analisis yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Terungkap ada sejumlah transaksi terkait Lukas Enembe yang dinilai tidak wajar.
Termasuk membeli jam seharga Rp 500 juta hingga setoran ke rumah judi atau kasino yang nilainya mencapai Rp 560 miliar.
Ilustrasi kasino. Foto: Shutter Stock
Pengacara Lukas Enembe membantah temuan PPATK itu. Harga jam tangan yang dibeli di Dubai itu disebut tidak mencapai Rp 500 juta. Sementara untuk kasino, diakui bahwa Lukas Enembe pernah bermain di Singapura. Namun memakai uang pribadi.
Menkopolhukam Mahfud MD juga sempat menyinggung dugaan penyalahgunaan dana operasional Pekan Olahraga Nasional (PON) yang turut mengiringi kasus Lukas Enembe.
ADVERTISEMENT
"Dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian menjadi tersangka bukan hanya terduga, bukan hanya gratifikasi Rp 1 miliar," kata Menkopolhukam Mahfud MD dalam konferensi pers di kantornya, Senin (19/9).
Dia mengungkap, ada perbuatan melawan hukum lain yang tengah diusut terhadap Lukas Enembe.
"Ada kasus-kasus lain yang sedang didalami tetapi terkait dengan kasus ini misalnya ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, kemudian juga adanya manajer pencucian uang yang dilakukan atau dimiliki oleh Lukas Enembe," ucap Mahfud.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, pun mengatakan hal sama. Terkait kemungkinan berkembangnya kasus dugaan korupsi Lukas Enembe tersebut.
"Di awal memang ada yang namanya, apa namanya, dianggapnya bahwa tersangka LE [Lukas Enembe] itu hanya melakukan korupsi senilai Rp 1 miliar, dan kenyataannya, Rp 1 miliar memang di awal. Nanti untuk pengembangan akan banyak sekali, bahkan pada saat ini, itu KPK telah mengambil alih pemblokiran," kata Karyoto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (20/9).
ADVERTISEMENT