ICW Nilai Revisi KUHP Akan Bikin Hukuman untuk Koruptor Lebih Ringan

3 Juni 2018 17:37 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penolakan. (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penolakan. (Foto: Shutter Stock)
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi sejumlah pasal dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) khususnya terkait pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Aktivis ICW Lalola Easter mengatakan bahwa RKUHP membuka peluang untuk hukuman pada koruptor menjadi lebih ringan, khususnya soal pidana denda. Menurutnya, jika RKUHP diundangkan penjeraan terhadap perilaku koruptif akan sulit terjadi.
"Pidana denda jika RKUHP ini disahkan kategori 2 untuk RKUHP hanya Rp 10 juta di UU Tipikor itu minimalnya Rp 50 juta. Kalau itu diundangkan penjeraan tindak pidana korupsi bisa tidak tercapai," ujar Easter di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (3/6).
Easter menjelaskan, dalam RKUHP tidak ada pidana tambahan uang pengganti, padahal mekanisme pidana tambahan uang pengganti harus dipandang sebagai upaya pemulihan aset negara (asset refovery).
"RKUHP tidak mengenal bentuk pidana tambahan uang pengganti seperti yang ada di UU Tipikor," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Easter melanjutkan, hal tersebut diperparah dengan pemberlakuan Pasal 63 Ayat (2) RKUHP yang menentukan jika pidana denda dan pidana badan dijatuhkan secara kumulatif maka pidananya tidak boleh melampaui separuh batas maksimum jenis pidana pokok yang diancamkan.
"Artinya, penjeraan yang dimaksudkan untuk dicapai pada UU Tipikor terjadap para terdakwa korupsi, tidak tercapai," sambung dia.
Saat ini pembahasan RKUHP masih dalam pembahasan di DPR. Ketua DPR Bambang Soesatyo menargetkan RKUHP bisa diundangkan pada bulan Agustus 2018 mendatang. Hingga saat ini pembahasan pasal-pasal krusial masih menuai pro dan kontra.