ICW: Pemerintah Habiskan Rp 90,45 M untuk Influencer, Tertinggi di Kemenpar

21 Agustus 2020 6:05 WIB
Ilustrasi influencer. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi influencer. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir banyak menggelontorkan dana untuk aktivitas digital. Temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), dalam kurun waktu 2014-2018, pemerintah menggelontorkan dana puluhan miliar rupiah untuk aktivitas digital dalam bentuk jasa influencer.
ADVERTISEMENT
"Ya ini khusus untuk influencer ya, total anggaran belanja pemerintah pusat untuk aktivitas yang melibatkan influencer mencapai 90,45 miliar rupiah," kata Peneliti ICW Egi Primayogha, Kamis (20/8).
Adapun angka tersebut didapatkan oleh ICW berdasarkan penelusuran singkat pada 14 sampai 18 Agustus 2020 di situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Adapun influencer ini membawa tugas menyampaikan program-program pemerintah
Secara umum, ICW menemukan total belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital di periode itu capai Rp 1,29 triliun.
Angka itu tak hanya untuk influencer saja, tapi meliputi penyediaan infrastruktur yang menunjang kegiatan kegiatan di ranah digital, tentang pengadaan untuk komputer, atau media sosial itu juga masuk dalam kategori ini. Namun bagian paling besar yakni Rp 90,45 tetap untuk membayar jasa influencer untuk 40 paket pengadaan.
ADVERTISEMENT
Data yang didapat ICW, anggaran untuk aktivitas digital ini naik setiap tahunnya dari 2014 hingga 2018. Egi mengatakan, pada 2014-2016 memang tak begitu banyak anggaran yang digelontorkan, baru mulai 2017 dan 2018 angkanya meningkat.
Ilustrasi Medsos Foto: Thinkstock
"Kalau kita lihat di tahun 2014-2016 jumlah paket pengadaan terkait aktivitas digital masih minim gitu. Kalau kita lihat juga, jumlah pengadaan paling banyak di tahun 2018. Tetapi secara jumlah, nilai paket pengadaan di tahun 2017 mencapai yang paling tinggi, Rp 535,9 miliar," kata Egi.
Egi mencontohkan anggaran pengadaan jasa influencer di kementerian atau lembaga di pemerintah pusat. Ia menyebut anggaran influencer tertinggi ada di Kementerian Pariwisata dengan nilai Rp 77,6 miliar untuk 22 paket pengadaan jasa influencer.
ADVERTISEMENT
Kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan senilai Rp 1,6 miliar untuk 12 paket; Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp 10,83 miliar untuk 4 paket; Kementerian Perhubungan Rp 195,8 juta untuk 1 paket; serta Kementerian Pemuda dan Olahraga Rp 150 juta untuk 1 paket.
Dalam penelusurannya, Egi membeberkan penemuan lain di luar kurun waktu 2014-2018. Seperti pada 2019 lalu di mana Kemendikbud mencantumkan pengadaan sosialisasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang menggunakan influencer.
"Menariknya, ada pencatuman secara langsung siapa influencer yang akan digaet. Artis yang akan digaet adalah Gritte Agatha dan Ayushita. Jumlahnya sendiri dalam ukuran saya lumayan besar ya, Rp 117,700 juta penawaran awalnya," kata Egi.
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
Pertanyakan Transparansi
Dengan adanya pelibatan influencer yang memakan biaya tak sedikit ini, ICW mempertanyakan fungsi kehumasan pemerintah. ICW menduga, penggelontoran dana untuk sektor ini kedepannya akan terus dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lihat data-data tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah telah dan nantinya menggelontorkan anggaran publik dalam jumlah besar terkait aktivitas digital," kata Egi.
"Dari situ kita bisa melihat juga bahwa rasanya Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya hingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer begitu," sambungnya.
Selain itu, ICW juga memberikan catatan lain terkait penggaetan influencer ini. ICW menilai harus ada transparansi yang jelas terkait program ini karena memakan biaya yang sangat besar.
"Catatan lain terkait akuntabilitas dan transparansi. Pertama pemerintah semestinya transparan dari segi anggaran, alokasinya berapa, penggunaannya berapa, itu harus dipublikasikan," kata dia.
"Kedua transparan dari segi penggunaan gitu, publik sebenarnya berhak tahu kebijakan yang menggunakan influencer dalam sosialisasinya atau yang lainnya, kebijakan apa saja, pun termasuk influencer harus memberi disclaimer bahwa ini adalah aktifitas yang didukung pemerintah dalam publikasi postingannya. Dari temuan kita juga perlu bertanya-tanya, gimana sebetulnya pemerintah menentukan bahwa suatu isu memerlukan bantuan influencer," pungkasnya.
ADVERTISEMENT