ICW soal Ade Yasin Suap Pemeriksa BPK: WTP Tak Jamin Daerah Bebas Korupsi

28 April 2022 11:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dini hari. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dini hari. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti soal tangkap tangan KPK terhadap Bupati Bogor Ade Yasin dan sejumlah pemeriksa BPK Perwakilan Jawa Barat. Mereka ditangkap dan sudah dijerat sebagai tersangka terkait dengan dugaan suap agar Pemkab Bogor mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Jabar.
ADVERTISEMENT
Peneliti ICW Egi Primayogha melihat dengan tertangkapnya pemeriksa BPK menunjukkan bahwa pengawasan internal yang dilakukan oleh BPK gagal berjalan. Hal ini menunjukkan BPK tak serius membenahi instansinya.
"Padahal BPK adalah salah satu lembaga yang mestinya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi," kata Egi dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (28/4).
Gedung BPK Foto: Ela Nurlaela/kumparan
Di sisi lain, Egi menyoroti soal predikat WTP yang menjadi dasar suap Ade kepada pemeriksa BPK. Dia mengatakan, WTP ini bukan sebuah tiket suatu daerah dijamin bebas korupsi.
Musababnya, penekanan yang diberikan oleh BPK yakni kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, atau laporan keuangan yang sudah sesuai dengan standar pelaporan keuangan negara. Sehingga, kata Egi, kasus-kasus korupsi bahkan kerap terjadi di daerah yang menyandang predikat WTP ini.
ADVERTISEMENT
"Jual beli predikat karena itu condong dilakukan untuk menjaga gengsi atau membohongi publik bahwa institusi yang dipimpinnya bersih dari korupsi. Padahal belum tentu demikian. Jangan sampai publik keliru memahami itu," kata Egi.
Politik Dinasti dan Korupsi
Ade Yasin dan Rachmat Yasin. Foto: ANTARA
Egi turut menyinggung soal korupsi di daerah yang berulang. Diketahui, sebelum Ade Yasin, sang kakak yang juga merupakan eks Bupati Bogor terlebih dahulu terjerat kasus rasuah di KPK, bahkan dua kali. Dia terlibat kasus suap hingga gratifikasi. Dia total dihukum 8 tahun 2 bulan penjara atas kasus-kasus tersebut.
Egi menilai, kasus korupsi kepala daerah yang berulang ini harus ditindaklanjuti oleh parpol untuk berbenah diri.
"Ini menunjukkan bahwa parpol gagal dalam melakukan fungsi rekrutmen politik dan kaderisasi anggota," kata dia.
ADVERTISEMENT
Egi menyebut, korupsi kepala daerah ini juga tidak terlepas dari pemilihan umum dengan biaya tinggi. Hal ini membuat kepala daerah terdorong melakukan praktik korupsi agar bisa digunakan untuk memberi mahar kepada parpol, jual beli suara, hingga kampanye di pilkada.
Barang bukti OTT Bupati Bogor Ade Yasin ditampilkan saat konferensi pers di Gedung KPK pada Kamis (28/4/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kasus Ade Yasin
Ade Yasin dijerat sebagai tersangka bersama dengan tujuh orang lainnya. Total ada delapan tersangka. Mereka adalah:
Pemberi suap:
ADVERTISEMENT
Penerima suap:
Diduga Ade dkk menyuap pemeriksa BPK perwakilan Jawa Barat agar Kabupaten Bogor meraih predikat WTP untuk laporan 2021. Sebab, Ade mendapatkan informasi jika audit keuangan di Pemkab Bogor jelek dan bisa berakibat opini disclaimer.
Dalam temuan audit, ditemukan sejumlah masalah, terutama dalam Dinas PUPR Kabupaten Bogor. Diduga ada proyek yang pelaksanaanya tidak sesuai dengan kontrak. Dengan suap tersebut, diduga pemeriksa BPK Jabar hanya melakukan audit di SKPD tertentu, sehingga hasilnya baik.
ADVERTISEMENT
Suap yang diberikan diduga mencapai miliaran rupiah, sebab pada saat OTT KPK mengamankan barang bukti senilai total Rp 1,024 miliar. Meski sumber uang diduga suap tersebut masih didalami oleh KPK.
Atas perbuatannya, sebagai pemberi suap, Ade dkk dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Tipikor. Sementara penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Tipikor.