ICW soal KPK Jadi Ompong karena UU Baru: Seperti Diinginkan Pembuat UU

26 November 2019 14:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo KPK. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo KPK. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Semenjak Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disahkan, belum ada OTT maupun penyidikan baru yang dilakukan oleh lembaga antirasuah itu. Dengan kata lain, KPK belum menjerat tersangka baru sejak UU baru berlaku.
ADVERTISEMENT
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menyebut kondisi ini adalah hal yang diharapkan oleh pembuat undang-undang. Performa KPK dari segi penindakan saat ini, kata Tama, jelas diperlemah dengan UU baru tersebut.
"Terkait performa KPK saat ini. Ini merupakan kondisi yang diharapkan pembuat undang-undang. Artinya di situ ada Presiden, ada DPR dengan berbagai macam alasan yang mereka sampaikan yang pada intinya adalah buat KPK jadi lemah," kata Tama kepada wartawan, Selasa (26/11).
Tama Satrya Langkun, kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Tama menjelaskan, pelemahan itu bisa dilihat dari tanggal 17 Oktober UU baru disahkan, belum ada penandatanganan sprindik baru oleh pimpinan. Artinya, dalam segi penindakan, kata dia, KPK dalam kondisi yang tidak berdaya alias ompong.
"Terus ada lagi yang mau bilang ini penguatan KPK? Omong kosong itu. Enggak ada lagi penguatannya, faktanya apa? Dari segi penindakan, ini enggak keliatan," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Soal perkara-perkara baru. Padahal kita semua tahu dalam menangani perkara KPK agresif dan agresifnya itu bukan ngada-ngada dan dibuat-buat. Semuanya by accident," sambung dia.
Ia pun menyebut sebelum UU berlaku, hampir semua penindakan KPK bisa dibuktikan di persidangan. Kondisi inilah yang kata Tama diinginkan oleh sejumlah pihak terhadap KPK: melemahkan fungsi penindakan.
Tama juga menyinggung pimpinan KPK bukan lagi penyidik atau penuntut dalam UU baru. Terlebih kinerja pimpinan nantinya harus disetujui terlebih dahulu oleh dewan pengawas. Hal ini membuat fungsi KPK melemah.
"Jelas-jelas motif ini melemahkan kondisi KPK. Kemudian hari ada yang melakukan perlawanan balik akibat UU ini, ya itulah kondisi yang dikehendaki oleh pembuat UU," ujar Tama.
Tama menyebut pembuat undang-undanglah yang harus bertanggungjawab atas kondisi KPK saat ini.
ADVERTISEMENT
"Ya semua, menurut saya yang terjadi ke KPK sekarang harus bertanggung jawab mau Presiden atau DPR. Yang membuat undang-undang," pungkas dia.
UU KPK versi revisi berlaku sejak 17 Oktober 2019. Sejak itu, KPK belum menjerat tersangka baru.
Bahkan KPK juga belum melakukan OTT semenjak itu. OTT terakhir KPK ialah sehari sebelum UU baru berlaku, yakni terhadap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.
Terkait belum adanya OTT sejak UU KPK baru berlaku, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai hal itu hanya masalah waktu.
"KPK juga ada 2 bulan, 3 bulan, enggak (ada penindakan) kok," kata Saut.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan