Impor Vaksin Rp 70 T, Pemerintah Didorong Segera Wujudkan Vaksin Merah Putih

24 Agustus 2021 12:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Daulay mengungkap pemerintah telah menghabiskan Rp 70 triliun untuk pengadaan vaksin COVID-19 dari luar negeri. Oleh sebab itu, ia berharap Indonesia bisa segera mandiri dalam hal ini dengan segera mewujudkan vaksin Merah Putih buatan anak bangsa.
ADVERTISEMENT
“Agar kita merdeka dari ketergantungan dengan negara lain, kita harus upayakan vaksin dalam negeri bisa segera direalisasikan. Desember 2020 pemerintah jelaskan ke kita, akhir 2021 sudah bisa ada vaksin lokal yang bisa kita pakai, Vaksin Merah Harus kita kejar. Tidak boleh terlena dengan pembelian vaksin dari luar negeri,” kata Saleh kepada kumparan, Selasa (24/8).
“Menko Perekonomian [Airlangga Hartarto] kemarin mengatakan biaya pembelian vaksin sampai Rp 70 triliun. Itu kan besar sekali. Kalau setahun kita katakanlah butuh 70 triliun kan luar biasa besar. Padahal masih banyak daerah yang APBD-nya cuma Rp 1 triliun. Artinya biaya vaksinasi bisa hidupi 7 kabupaten/kota,” imbuh dia.
Saleh juga mengingatkan bahwa efikasi vaksin corona akan menurun usai 6-7 bulan, sehingga masyarakat mungkin akan memerlukan booster. Hal ini membuat kemandirian vaksin menjadi lebih penting lagi.
ADVERTISEMENT
“Kita mendesak pemerintah segera mewujudkan vaksin Merah Putih. Karena kita belum mendapat kepastian pandemi akan berakhir. Kemarin Menkes bilang [pandemi] bisa 5-10 tahun ke depan. Artinya kita masih terus-terusan butuh vaksin,” ujarnya.
Ilustrasi sertifikat vaksin COVID-19. Foto: Melly Meiliani/kumparan
Di sisi lain, Saleh berharap vaksinasi bisa dilakukan secara lebih merata oleh pemerintah. Supaya herd immunity bisa cepat tercapai di Indonesia.
“Kalau zona hijau agak pelan sedikit enggak masalah, tapi bukan berarti tidak dilakukan vaksinasi. Kalau oranye, merah, pasti harus lebih banyak,” ucapnya.
Kendati demikian, ia berpendapat bahwa tercapainya herd immunity seharusnya tak hanya dinilai dari cakupan vaksinasi. Namun juga dilihat dari penurunan kasus, penurunan bed okupansi RS (BOR RS), dan penurunan tingkat kematian.
“Saya dengar Jakarta sudah 70%. Kalau itu ukurannya, itu sudah herd immunity. Tapi menurut saya herd immunity bukan dari jumlah divaksin saja, tapi tingkat ketahanan masyarakat terhadap virus ini. Jadi kasus harus bener-bener turun, RS harus tersedia, BOR-nya turun, tingkat orang meninggal turun. Itu baru menurut saya herd immunity sudah tercapai teoritis dan praktis,” tandas Saleh.
ADVERTISEMENT