Indonesia Mulai Petakan Aneka Macam Varian Corona, Termasuk Delta Plus

30 Juli 2021 20:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan varian Corona B117 dari mikroskop elektron. Foto: NIAID
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan varian Corona B117 dari mikroskop elektron. Foto: NIAID
ADVERTISEMENT
Belum usai dilanda varian Delta, tiga kasus varian Delta Plus baru-baru ini dilaporkan teridentifikasi di Indonesia. Satu kasus ditemukan di Mamuju, Sulawesi Barat, sementara dua kasus lainnya ditemukan di Jambi.
ADVERTISEMENT
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof. Amin Soebandrio, memastikan Whole Genome Sequencing (WGS) akan dimasifkan untuk mengantisipasi varian yang disebut Y.1 itu. Targetnya, tahun ini akan dilakukan WGS kepada 10.000 sampel untuk memetakan varian baru.
“Strategi saat ini kita berupaya WGS sebanyak mungkin. sekarang Indonesia baru WGS dan melaporkannya 3.600-an. Tahun ini kami targetkan 10 ribu WGS sehingga kita punya gambaran lebih baik. Karena tujuan WGS kita bisa mendeteksi kalau ada varian-varian baru,” kata Amin di Live Corona Update bersama kumparan, Jumat (30/7).
Infografik beda varian delta dan delta plus. Foto: Tim Kreatif kumparan
Amin mengakui jumlah WGS saat ini masih sangat kecil, misalnya dibandingkan Inggris yang sudah mencapai puluhan ribu. Sehingga, WGS memang perlu diperbanyak untuk menggambarkan varian mana yang paling banyak ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Dari segi epidemiologi 3.600 itu aja belum cukup menggambarkan seluruh Indonesia. Nah, saat ini kami berupaya keras mengumpulkan lebih banyak sampel. Saat ini ada 10 institusi yang bisa WGS dibantu 10 lab lain yang mengumpulkan sampelnya, dan kirimkan ke 10 lab pertama tadi,” terang dia.
Selain memperbanyak WGS, Amin memastikan tracing dan tracking kontak erat dari kasus Delta Plus yang ditemukan akan dilakukan. Selanjutnya, hasil WGS harus terus dipantau untuk mengetahui apakah vaksin yang ada masih efektif menghadapi varian baru, termasuk Delta Plus.
“Kita harus amati populasi virus yang beredar didominasi varian mana, itu juga akan menentukan apakah vaksin yang sudah tersedia masih bisa dipergunakan apa tidak. WGS memang harus kita kejar, perbanyak. 10 ribu banyak, tapi kalau dibandingkan penduduk Indonesia yang besar, kita perlu jumlah lebih besar,” papar dia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Amin mengingatkan bahwa varian baru bisa muncul di mana saja. Bisa di Inggris, India, bisa juga di Indonesia. Bahkan, sudah terbukti ada mutasi yang terjadi di Indonesia dan memang ditemukan lebih banyak di Indonesi dibandingkan negara lain.
Meski memang belum ada mutasi Indonesia yang diwaspadai berbahaya atau lebih menular.
“Di Indonesia sampai beberapa ratus, yang kita sebut varian lokal. Ada 4 varian lokal yang ditemukan di Indonesia sejak April 2020. Sekarang ada B.1466.2 jumlahnya sudah 700-an,di negara lain belum sebanyak itu,”
“Memang walau itu enggak masuk Variant of Interest (VoI) atau (VoC), tapi kita diminta WHO terus mengamati gerak-gerik varian ini. Sejauh ini varian lokal itu masih ‘baik-baik’ saja, enggak jadi VOC atau VOI,” jelas Amin.
ADVERTISEMENT
Sementara itu bagi masyarakat, Amin menekankan tidak ada antisipasi yang lebih baik dari vaksinasi dan menjaga protokol kesehatan. Musababnya, orang tentu tidak akan tahu virus mana yang dihadapi di tengah masyarakat.
“Kita tahu virus ini terus mutasi. Mutasi terus terjadi apabila virusnya bereplikasi. Kapan dia mutasi? Kalau dia menemukan host yang baru. Nah, dari situ kita tahu jangan sampai virus menemukan host baru artinya rantai penularan harus diputuskan,” ujar dia.
“Kedua, kita tidak bisa bedakan varian Delta, Alpha di luar lab. Kita baru tahu Alpha, Beta, itu setelah WGS. Jadi sehari-hari kita enggak perlu pertanyakan varian Alpha, Beta, dan sebagainya, yang harus kita lakukan mematuhi prokes,” tandasnya.