Indra Rudiansyah: Vaksin Sel Dendritik Tak Praktis Dilakukan Massal
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
"Dalam kondisi ini selain memastikan keektifitasannya, kita perlu mempertimbangkan praktiknya di lapangan. Bayangkan jika kita perlu memvaksinasi sebanyak mungkin orang, dan secepat mungkin mencapai herd immunity," kata Indra secara virtual kepada wartawan, Kamis (29/7).
"Tetapi kita perlu ambil darah pasien, selnya diisolasi, dipertemukan dengan protein virus, disuntikkan lagi [kalau memakai metode ini]. Prosesnya panjang. Sehingga dalam pandemi ini, teknologi tersebut tidak praktikal dilakukan massal," tambah dia.
Indra Rudiansyah merupakan alumni Beswan Djarum sebagai penerima program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012 dari Bakti Pendidikan Djarum Foundation.
Lebih rinci, Indra menerangkan sel dendritik adalah salah satu komponen sel imun dalam tubuh. Sel imun ada yang bawaan, ada pula yang adaptif.
Antibodi adalah sel imun adaptif yang dia menyesuaikan diri dengan beragam penyakit yang masuk. Sedangkan sel imun bawaan akhirnya akan berkurang fleksibilitasnya, apa pun virus yang masuk.
ADVERTISEMENT
“Tapi sel imun bawaan juga penting karena dia memperkenalkan, membantu sel imun adaptif untuk bisa memerangi virus tadi. Nah, sel imun dendritik dia akan memproses si virus tadi, kemudian dia membantu mempresentasikan si virus ke sel imun adaptif. Itu sebenarnya normal,” lanjut dia.
“Nah teknologi sekarang memungkinkan sel dendritik kita diambil, dipertemukan dengan virusnya di luar di lab, nah si virus dan sel ini belajar, kan, di lab, dimasukkan kembali sehingga tinggal mengenalkan ke sel imun adaptif tadi. Prosesnya sebenernya sama saja, cuma tempatnya beda,” tambahnya.
Indra tidak memungkiri bahwa vaksin corona dengan metode sel dendritik bisa diterapkan di masa depan, bahkan bisa menjadi terapi bagi pasien COVID-19. Namun untuk saat ini, menurutnya mustahil bisa dipakai massal.
ADVERTISEMENT
“Mungkin ke depannya bisa jadi terapi misalnya menghilangkan luka di paru-paru akibat COVID-19. Karena yang saya baca COVID-19 bisa menyebabkan luka di paru-paru. Dengan teknologi tersebut sel di paru-paru bisa disembuhkan. Tapi untuk mass vaccination tidak praktikal,” tutupnya