Instalasi di Bundaran HI, Kenapa Harus Digonta-ganti?

23 Agustus 2019 6:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Instalasi Batu Gabion di lokasi bekas instalasi bambu Getah Getih di dekat Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Instalasi Batu Gabion di lokasi bekas instalasi bambu Getah Getih di dekat Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Habis Getih Getah terbitlah Batu Gabion. Ya, setelah tahun lalu warga Jakarta disuguhi pemandangan instalasi bambu Getih Getah di Bundaran HI, kini berganti menjadi instalasi yang diberi nama Batu Gabion.
ADVERTISEMENT
Pada pertengahan Juli 2019, Getih Getah karya seniman Joko Avinato dilepas satu per satu materialnya. Mengapa? Bambu-bambunya mulai rapuh lalu berjatuhan. Sehingga, instalasi bernilai Rp 550 juta itu dibongkar, lalu ditanami tanaman pembatas sambil menunggu diisi oleh instalasi lainnya.
Instalasi bambu getah getih dan gabion di Bundaran HI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan dan Muhammad Darisman/kumparan
Satu bulan kemudian, Pemprov DKI memasang instalasi lain, yakni Batu Gabion, yang terdiri dari susunan batu dan ditanami tanaman bougenville hingga alang-alang tapak dara di bagian atasnya. Selain menjaga estetika, tanaman dihadirkan di instalasi bernilai Rp 150 juta untuk mengurangi polusi udara.
Lantas, seberapa penting instalasi seperti di Bundaran HI, atau di lokasi lainnya, perlu diganti-ganti?
Pengamat Tata Kota Nirwono Joga menilai sebuah kota berseni menandakan peradaban kota. Menurutnya, ruang-ruang publik di pusat kota sebaiknya berhias artistik dan disulap menjadi galeri seni yang dapat dinikmati publik.
ADVERTISEMENT
Namun, menempatkan karya seni di ruang publik juga harus dilakukan dengan penuh pertimbangan matang.
"Menghadirkan sebuah karya seni di ruang publik kota tentu memiliki persyaratan ketat, terutama menyelaraskan dengan aturan tata ruang kota dan menyesuaikan dengan kebutuhan warga," ungkap Nirwono dalam keterangannya, Kamis (22/8).
Instalasi gabion di Bundaran HI, Jakarta Pusat. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
Beberapa aspek harus dilakukan pemerintah daerah (pemda) dalam menempatkan karya seni di ruang publik. Pemda harus menyusun rencana penataan ruang publik yang memuat aturan dan ketentuan baku terkait perencanaan, penataan, dan pemanfaatan ruang publik kota.
"Perlu dipetakan titik-titik lokasi mana saja yang memerlukan galeri di ruang dalam atau ruang terbuka, jenis karya seni, dan sifat penempatannya," ucap dia.
Namun, Nirwono mengingatkan tidak semua wilayah mesti dipasangi instalasi karya seni. Sebab, jika dipasang terlalu banyak maka masyarakat juga akan jenuh. Sehingga, penempatan harus dilakukan dengan hati-hati.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu, perlu pengkajian yang mendalam, tidak serampangan, tidak asal ikut tren, dan melalui pertimbangan yang matang," tuturnya.
Taman di sekitar Instalasi Batu Gabion di lokasi bekas instalasi bambu Getah Getih di dekat Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Nirwono menyebut karya seni di ruang publik juga dapat menciptakan atmosfer baru pada suatu lingkungan, serta memberi energi positif bagi kota dan warganya. Selain itu, juga bisa membantu melepaskan penat dan penyejuk kehidupan.
"Pasar rakyat, terminal bus, stasiun kereta, jembatan penyeberangan orang, trotoar, hingga taman kota adalah ruang-ruang publik ideal untuk menempatkan instalasi seni, sekaligus dekat langsung, bersentuhan dengan masyarakat," jelas Nirwono.
"Sentuhan seni yang memberikan nuansa segar dan hiburan dapat membahagiakan masyarakat kota," tutupnya.