Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Kompak Bantah Terima Suap Djoko Tjandra

8 Desember 2020 10:53 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dua perwira tinggi Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo, membantah telah menerima suap dari terpidana cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, melalui pengusaha Tommy Sumardi.
ADVERTISEMENT
Bantahan tersebut disampaikan Napoleon dan Prasetijo menanggapi kesaksian Tommy dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam sidang, Prasetijo duduk sebagai terdakwa, sedangkan Napoleon dan Tommy Sumardi sebagai saksi.
Saat bersaksi, Tommy mengaku telah memberikan sekitar Rp 7 miliar ke Napoleon. Uang itu diberikan melalui beberapa kesempatan pada 28 April 2020 sebesar SGD 200 ribu dan USD 50 ribu, pada 29 April 2020 sebesar USD 100 ribu, pada 4 Mei 2020 sebesar USD 150 ribu, dan pada 5 Mei 2020 sebesar USD 70 ribu.
"Yang diserahkan ke Pak Napoleon kurang lebih Rp 7 miliar dalam bentuk USD 300 ribu dan SGD 200 ribu. Bagi saya lebih baik lebih (nilainya) dibanding kurang nanti dikira saya makan hak orang," kata Tommy saat sidang pada Senin (7/12) malam seperti dikutip dari Antara.
Terdakwa selaku perantara pemberian suap dari Djoko Tjandra, Tommy Sumardi menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Sedangkan untuk Prasetijo, Tommy mengaku memberikan sekitar Rp 1,5 miliar dalam bentuk mata uang asing. Uang tersebut diberikan dalam 2 tahap yakni USD 50 ribu pada 27 April 2020 dan USD 50 ribu pada 7 Mei 2020.
ADVERTISEMENT
"Total yang diterima terdakwa (Prasetijo) USD 100 ribu. Jadi Rp 1,5 miliar, lah," ucap Tommy.
Sehingga uang yang diberikan ke Napoleon dan Prasetijo seluruhnya mencapai Rp 8,5 miliar. Adapun berdasarkan dakwaan, Tommy disebut memberikan Rp 8,3 miliar.
Suap tersebut diberikan agar keduanya membantu menghapus status DPO Djoko Tjandra di Imigrasi.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/11). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir

Irjen Napoleon

Meski demikian, Napoleon yang saat itu menjabat Kadiv Hubinter Polri, menyatakan tak pernah menerima uang tersebut.
"Tidak pernah ada pembicaraan dengan Tommy Sumardi tentang uang. Saya juga tidak pernah terima uang dari Tommy," kata Napoleon.
"Pras (Prasetijo) juga tidak pernah kasih uang ke saya, dikasih saja tidak pernah, apalagi menolak," lanjutnya.
Menurut Napoleon, Tommy hanya menemuinya bersama Prasetijo pada April 2020. Ia mengaku pertama kali mengenal Tommy dari pertemuan itu.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Napoleon menyebut Tommy mengatakan ada informasi status red notice Djoko Tjandra sudah dicabut. Sehingga ia meminta stafnya mengecek informasi tersebut untuk memastikan.
"Dia mengatakan kalau dia temannya Djoko Tjandra. Saya diminta untuk ngecek status 'red notice-nya'. Saya bilang OK tapi saya minta waktu," kata Napoleon.
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (tengah) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
Tak hanya itu, Napoleon menyatakan Tommy ketika bertemu dengannya mengaku dekat dengan Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit.
"Dia (Tommy) juga cerita kedekatan dengan Kabareskrim Polri," kata Napoleon.
Setelah menerima informasi dari Tommy mengenai status red notice Djoko Tjandra, Napoleon mengaku akan mengecek melalui bantuan stafnya, Bartolomeus Eka.
"Saya cek dulu karena ada kode etik internal Interpol saat hasil pengecekan ternyata 'red notice berlaku dan bisa diburu maka hal ini tidak boleh kami sampaikan ke Djoko Tjandra, karena sama saja membocorkan surat perintah pemburuan kepada yang diburu, tapi kalau dicek 'red notice' tidak berlaku, maka sesuai konstitusi Interpol justru interpol wajib memberi tahu bahwa you sudah bukan subjek red notice," jelas Napoleon.
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto

Brigjen Prasetijo

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Senada dengan Napoleon, Prasetijo yang saat itu menjabat Kakorwas PPNS Bareskrim juga membantah menerima USD 100 ribu. Ia mengaku hanya menerima USD 20 ribu dari Tommy.
Prasetijo menyebut USD 20 ribu diterimanya dari Tommy pada 4 Mei 2020. Saat itu Prasetijo bertemu Tommy di parkiran mobil gedung NTCC Mabes Polri. Prasetijo mengaku naik mobil Alphard warna putih milik Tommy. Saat itu, Tommy memperlihatkan 10 ikat mata uang USD.
Menurut Prasetijo, Tommy kemudian mengambil uang itu dan menyerahkan kepadanya sembari mengatakan uang itu sebagai tanda persahabatan. Sebab Tommy menilai Prasetijo telah sering membantunya.
"Saya hanya diberikan USD 20 ribu dan tidak tahu sumber uang dari mana. Di pikiran saya, saksi (Tommy) memberikan USD 20 ribu dengan ikhlas seperti saya mentraktir teman," kata Prasetijo.
ADVERTISEMENT
"Penyerahan 20 ribu dolar AS itu bukan sisa karena memang jumlah sesungguhnya dan saya akui itu, dan ada bukti tanda terimanya di istri saya, beliau yang serahkan ke Propam," lanjutnya.
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo (kiri) menjalani sidang lanjutan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/12). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Prasetijo juga membantah pernah berhubungan dengan Napoleon. Ia mengaku hanya mengantarkan Tommy kepada Napoleon.
"Dari pertemuan awal saya tidak tahu apa-apa, uang apalagi surat, jadi enggak pernah berikan beliau (Tommy). Intinya tidak ada pemberian uang USD 50 ribu pada 7 mei 2020," kata Prasetijo.
"Beliau (Tommy) sudah sepuh, tapi saya heran kok sudah sepuh berani bohong. Usia sepuh seharusnya mendekatkan diri ke Yang Maha Kuasa, jangan mempersulit hakim karena menyampaikan keterangan yang semua tidak benar," tutup Prasetijo dengan nada tinggi.
ADVERTISEMENT