Irjen Napoleon Singgung Tommy Sumardi Dekat dengan Kabareskrim-Azis Syamsuddin

10 Desember 2020 20:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/11). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang sebagai saksi untuk terdakwa Tommy Sumardi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/11). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Mantan Kadivhubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, menjadi saksi dalam sidang kasus suap penghapusan DPO Imigrasi dengan terdakwa Djoko Tjandra.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus itu, Djoko Tjandra didakwa menyuap Napoleon senilai SGD 200 ribu dan USD 270 ribu melalui pengusaha Tommy Sumardi agar namanya dihapus dalam daftar DPO Imigrasi.
Meski demikian, Napoleon menegaskan tak pernah menghapus nama Djoko Tjandra di daftar Imigrasi lantaran bukan kewenangannya. Ia justru menyinggung sosok Tommy berani bergerak atas nama Djoko Tjandra yang saat itu menjadi buronan cessie Bank Bali.
Napoleon menilai, Tommy berani berbuat hal tersebut dan bertanya status DPO Djoko Tjandra, kedekatannya dengan nama-nama besar di belakang.
"Dia (Tommy) bawa tiga nama besar saat itu, mungkin ini yang dia tidak ingin didengar Prasetijo (eks Kakorwas PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo). Jadi (Tommy) mengatakan 'ini urusan bintang 3, bintang 1 keluar dulu'. Loh kok mau Prasetijo bintang 1 keluar, tapi saya paham Prasetijo adalah pejabat di Bareskrim. Jadi mau disuruh keluar dan bahasanya sudah seperti teman," kata Napoleon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12) seperti dikutip dari Antara.
Kabareskrin Komjen Sigit Listyo. Foto: Dok. Polri
Napoleon menyatakan Tommy menanyakan status DPO Djoko Tjandra kepadanya pada awal April 2020 di kantornya. Saat itu, kata Napoleon, Tommy menyebut 3 nama besar.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin tahu siapa. Jadi orang pertama yang disebut dan katanya betul, dia cerita utusan dan dekat dengan Kabareskrim (Komjen Pol Listyo Sigit) dengan menunjukkan foto," kata Napoleon.
"Selanjutnya dia menunjukkan foto ngelola dapur umum di Tanah Abang dan Menteng katanya untuk korban COVID-19. Setiap hari dia siapkan 6.000 nasi bungkus," tambah Napoleon.
Terakhir, kata Napoleon, Tommy membawa-bawa nama Wakil Ketua DPR F-Golkar, Azis Syamsuddin dan bahkan meneleponnya.
Aziz Syamsuddin. Foto: Antara/Wahyu Putro A
"Dia menelepon Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR dan menyerahkan HPnya ke saya. Telepon-telepon ini saya pahami bahwa orang ini meyakinkan saya bahwa permintaannya tolong dilayani karena pertama membawa jenderal dan menunjukkan kedekatannya dengan Kabareskrim. Walau saya tahu dia itu adik kelas, kemudian ingin menunjukkan yang lebih besar lagi yaitu Pak Azis Syamsuddin juga petinggi," ungkap Napoleon.
ADVERTISEMENT
Napoleon mengakui diminta mengecek status DPO Djoko Tjandra. Namun ia menegaskan tidak pernah menerima sesuatu pun dari Tommy.
"Tidak pernah terima, tidak terima juga dari bawahan saya. Saya sejak pertama kali mendengar (pemberian) itu sebetulnya ingin punya waktu klarifikasi dengan Tommy tapi saat itu saya masih menjabat Kadivhubinter, tapi saya tahu beliau (Tommy) dijaga ketat oleh petugas tidak berseragam anggota Polri," ungkap Napoleon.
"Saudara sudah disumpah ya?" tanya hakim Saifuddin Zuhri.
"Ya benar, Yang Mulia, saya tidak terima," kata Napoleon.
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO

Pernah Balas Surat dari Istri Djoko Tjandra

Saat sidang, Napoleon mengakui pernah membalas surat istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, yang meminta penjelasan mengenai status red notice suaminya. Menurutnya, balasan surat semata karena ingin melayani masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Kami pokoknya melayani publik, bila ada yang minta kami layani karena ada permintaan," kata Napoleon.
"Tapi surat Anna Boetaran tidak bernilai apa-apa bagi kami hanya karena dia istri subjek hukum tidak ada salahnya memberi tahu," lanjutnya.
Napoleon mengaku mendapat surat dari Anna pada 16 April 2020 yang diantarkan Tommy Sumardi. Napoleon kemudian mengeceknya ke sistem Interpol.
"Ternyata 'red notice' Djoko Tjandra sudah tidak berlaku permanen sejak 10 Juli 2019. Dapat saya jelaskan 'red notice' itu berlaku berlaku 5 tahun pertama sejak terbit yaitu pada 10 Juli 2009 artinya selesai pada Juli 2014. Bila tidak diperpanjang oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan maka masuk ke 5 tahun kedua yang namanya 'grounded', artinya nama Djoko Tjandra masih ada di 'red notice' tapi tidak bisa lagi untuk ditangkap," jelas Napoleon.
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Napoleon menilai bahkan jika Djoko Tjandra melanglang buana keliling dunia, Interpol di berbagai negara tidak bisa menangkapnya. Sebab status red notice Djoko Tjandra tidak diperpanjang Kejagung.
ADVERTISEMENT
"Jadi status 'red notice' hanya sebagai arsip saja, boleh diperpanjang tapi ternyata tidak juga diperpanjang jadi 2019 terhapus permanen dan tidak bisa diminta perpanjangan lagi kecuali diminta 'red notice' yang baru," jelas Napoleon.