Ironi KPK: OTT Bupati Nganjuk Dipimpin Penyelidik yang Terancam Disingkirkan

10 Mei 2021 12:03 WIB
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK mengamankan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dalam suatu operasi tangkap tangan (OTT). OTT itu terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Nganjuk.
ADVERTISEMENT
Belum diketahui siapa yang akan menangani perkara ini. Sebab, KPK menyebut bahwa OTT ini merupakan kerja sama dengan Bareskrim Polri.
Namun, hal yang menjadi perhatian adalah Satgas KPK yang menangkap Novi Rahman. Satgas itu dikabarkan dipimpin oleh penyelidik KPK bernama Harun Al Rasyid.
Harun Al Rasyid merupakan Wakil Ketua Wadah Pegawai KPK yang termasuk salah satu dari 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan. Tes kontroversi yang menjadi syarat pegawai KPK untuk menjadi ASN.
"OTT Nganjuk ini dipimpin oleh seseorang yang namanya tercantum di antara 75 pegawai KPK. Konyolnya, orang ini malah disebutkan tidak memiliki wawasan kebangsaan karena gagal melewati Tes Wawasan Kebangsaan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Senin (10/5).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"OTT Nganjuk ini dipimpin oleh seseorang yang namanya tercantum di antara 75 pegawai KPK. Konyolnya, orang ini malah disebutkan tidak memiliki wawasan kebangsaan karena gagal melewati Tes Wawasan Kebangsaan," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Kurnia kembali mempertanyakan tujuan TWK tersebut. Sebab, beberapa orang yang masuk dalam daftar pegawai yang tidak lulu ialah petugas yang sudah biasa menangkap koruptor.
"Jika TWK dianggap sebagai tes untuk menguji rasa cinta terhadap tanah air, bukankah selama ini yang dilakukan Penyelidik dan Penyidik KPK telah melampaui itu? Menangkap koruptor, musuh bangsa Indonesia, dengan risiko yang kadang kala dapat mengancam nyawanya sendiri," sambung Kurnia.
Sempat berembus kabar bahwa para pegawai KPK yang tidak lulus itu akan diberhentikan. Bahkan sempat beredar surat keputusan agar para pegawai itu menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya atau dengan kata lain dinonaktifkan.
KPK menyatakan belum akan memberhentikan para pegawai itu. Namun, hal itu sepanjang belum ada penjelasan dari KemenPAN RB dan BKN .
ADVERTISEMENT
"Maka dari itu, kondisi KPK kian mengkhawatirkan. Bisa dibayangkan, tatkala ada pegawai yang bekerja maksimal, malah disingkirkan oleh Pimpinan KPK sendiri dengan segala cara, salah satunya TWK," pungkasnya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah mengangkat kartu identitas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menyampaikan pengunduran dirinya sebagai pegawai dari lembaga anti korupsi tersebut di gedung KPK, Kamis (24/9). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Sementara mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menilai bahwa OTT Bupati Nganjuk menjadi salah satu OTT yang menyelamatkan muka KPK. Namun ironinya, muka KPK diselamatkan oleh pegawai yang terancam disingkirkan karena tak lulus TWK.
"OTT kasus besar yang masih selamatkan muka KPK pasca-revisi UU & pimpinan baru ternyata ditangani penyelidik/penyidik yang justru terancam disingkirkan gara-gara tes wawasan kebangsaan yang kontroversial," kata Febri dalam akun Twiter-nya. Ia mengizinkan KPK mengutipnya.
Contoh kasus-kasus besar, kata Febri, yang diusut oleh KPK seperti OTT Komisioner KPU, Kasus Bansos COVID-19, Kasus Benih Lobster, kasus Wali Kota Cimahi, Kasus Gubernur Sulsel, OTT Bupati Nganjuk, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Diketahui, dalam kasus-kasus tersebut, ditangani oleh sejumlah nama yang masuk dalam daftar 75 orang yang tak lolos tes ASN.
"Upaya menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik di KPK akan lebih berbahaya jika berdampak pada intervensi penanganan kasus korupsi. Jangan sampai jadi cara baru, jika penyidiknya galak, maka dengan mudah diganti," ucap Febri.
"Hal inilah yang dikhawatirkan sejak Revisi UU KPK dilakukan. Ancaman terhadap independensi," sambungnya.