Israel Bebaskan Anggota Parlemen Palestina Setelah Dipenjara 2 Tahun

27 September 2021 4:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi berjaga-jaga dari menara observasi di Penjara Gilboa, Israel utara.  Foto: JALAA MAREY / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Polisi berjaga-jaga dari menara observasi di Penjara Gilboa, Israel utara. Foto: JALAA MAREY / AFP
ADVERTISEMENT
Israel membebaskan anggota parlemen Palestina Khalida Jarrar setelah dua tahun ditahan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari AFP, Senin (27/9), Jarrar (58) dijatuhi hukuman dua tahun pada Maret 2021 karena tergabung dalam Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang oleh Israel dan Amerika Serikat disebut sebagai organisasi "teroris".
Namun, militer Israel tidak menemukan bukti Jarrar telah mengambil bagian dalam tindakan kekerasan.
Jarrar telah ditahan tanpa dakwaan sejak tahun 2019 lalu ketika dia ditangkap bersama beberapa tokoh Palestina lainnya terkait serangan yang menewaskan seorang remaja Israel. Israel menyalahkan serangan itu pada PFLP.
Jarrar terpilih menjadi anggota Dewan Legislatif Palestina, atau parlemen, sebagai bagian dari PFLP.
Pada hari Minggu kelompok itu memberi selamat kepada Jarrar atas pembebasannya, menggambarkannya sebagai "kawan seperjuangan" yang dikenal karena "kesabaran dan keuletannya".
ADVERTISEMENT
Setelah meninggalkan penjara, Jarrar mengunjungi makam putrinya Suha yang meninggal pada Juli, kata seorang koresponden AFP.
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
Pada saat itu, otoritas penjara Israel menolak untuk mengizinkan Jarrar menghadiri pemakaman.
Jarrar telah ditangkap dan dipenjara berkali-kali dan sering ditahan tanpa tuduhan dalam apa yang disebut orang Israel sebagai penahanan administratif.
Perintah penahanan administratif Israel memungkinkan tersangka ditahan tanpa biaya untuk periode enam bulan yang dapat diperbarui.
Israel mengatakan prosedur itu dimaksudkan untuk memungkinkan pihak berwenang menahan tersangka sambil terus mengumpulkan bukti, dengan tujuan untuk mencegah kejahatan sementara itu.
Tetapi sistem itu telah dikritik oleh warga Palestina, kelompok hak asasi manusia dan anggota masyarakat internasional, yang mengatakan Israel menyalahgunakannya.