Israel Tak Perpanjang UU Diskriminatif Terhadap Warga Palestina

6 Juli 2021 17:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemimpin partai dari pemerintah koalisi baru  Israel, di Knesset, Parlemen Israel, di Yerusalem, Minggu (13/6). Foto: Ariel Zandberg/Handout via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pemimpin partai dari pemerintah koalisi baru Israel, di Knesset, Parlemen Israel, di Yerusalem, Minggu (13/6). Foto: Ariel Zandberg/Handout via REUTERS
ADVERTISEMENT
Pemerintahan baru Israel pada Selasa (6/7), tak memperpanjang Undang-undang kontroversial melarang pemberian kewarganegaraan kepada warga Palestina yang menikah dengan warga negara Israel.
ADVERTISEMENT
Hasil pemungutan suara di parlemen seri, dengan jumlah suara 59-59. Karena tak berhasil diperbaharui, UU tersebut akan kedaluwarsa pada Selasa (6/7) tengah malam nanti, demikian dikutip dari Reuters.
Seperti diketahui, koalisi pimpinan PM baru Naftali Bennett ini terdiri dari sejumlah politikus dengan ideologi yang berbeda-beda dan bertolak belakang, meliputi partai sayap kiri hingga partai Islam.
Dua anggota dari Partai Arab abstain dari pemungutan suara. Sementara Benjamin Netanyahu, mantan PM yang dilengserkan oleh koalisi baru tersebut, beserta Partai Likud, memilih menentang pembaruan UU tersebut.
Padahal dulunya, Netanyahu dan kawan-kawan merupakan pendukung setia dari UU itu.
Naftali Bennett, yang ditunjuk sebagai Perdana Menteri Israel berbicara di Knesset, parlemen Israel, di Yerusalem, Minggu (13/6). Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Undang-undang yang pertama disahkan pada 2003 itu disebut membantu memastikan keamanan Israel, sementara banyak pihak lainnya mengatakan, UU itu memastikan “karakter Yahudi” milik Israel.
ADVERTISEMENT
UU tersebut menjadi kontroversial karena dituding mendiskriminasi masyarakat minoritas Arab di Israel yang hanya berjumlah 21%.
Orang-orang berjalan di kawasan pejalan kaki saat matahari terbenam di pantai saat gencatan senjata Israel-Hamas berlaku, di Ashkelon, Israel, Minggu (23/5). Foto: Amir Cohen/REUTERS
Dengan adanya hukum tersebut, mereka tidak bisa memperpanjang hak kewarganegaraan atau kependudukan tetap milik pasangan mereka, yang merupakan orang Palestina. Meskipun ada pengecualian yang dibuat berdasarkan kasus per kasus.
“Saya sudah menikah selama 26 tahun lamanya dan harus selalu memperbarui izin tinggal saya setiap tahunnya,” ujar Asmahan Jabali. Ia adalah wanita Palestina yang menikah dengan seorang pria asal Desa Arab Taybeh di Israel tengah.
“Ini adalah kemenangan sementara bagi kami, tetapi, ini baru permulaan,” lanjutnya.
Jabali, yang menentang keras UU tersebut, memperkirakan masih ada puluhan ribu keluarga yang bernasib sama dengannya.
Ilustrasi umat Yahudi di Israel. Foto: Ahmad Gharabli/AFP
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yair Lapid mendesak parlemen untuk mendukung perpanjangan UU ini. Menurutnya, UU tersebut merupakan alat yang bisa memastikan Yahudi sebagai mayoritas di negara Israel.
ADVERTISEMENT
“Israel adalah negara untuk bangsa Yahudi, dan tujuan kita adalah untuk memiliki mayoritas Yahudi,” tegas Lapid dalam cuitan di Twitter.
Ia menambahkan, jika UU tersebut dihapus, akan terjadi peningkatan pada terorisme rakyat Palestina.