Ilustrasi vaksin corona dari Sinovac

ITAGI Jamin Kualitas Vaksin Sinovac: Bantu Redakan Pandemi COVID-19

14 Januari 2021 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengembangan vaksin menjadi harapan besar untuk memulihkan kesehatan masyarakat. Dengan adanya vaksin, gejala pemburukan penyakit dan tingkat kematian, khususnya akibat COVID-19, dapat ditekan.
Senin (11/1), BPOM RI resmi menerbitkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) untuk vaksin corona perusahaan Sinovac asal China, CoronaVac. Berdasarkan analisis interim uji klinis fase III di Bandung, Sinovac memiliki tingkat kemampuan mencegah terjadinya infeksi (efficacy) 65,3 persen.
Angka ini berarti terdapat penurunan 65,3% kasus COVID-19 pada kelompok yang divaksinasi.
ITAGI diisi oleh para ahli kesehatan
Analisis BPOM tidak dilakukan sendiri. BPOM menerima banyak masukan dari ahli kesehatan, termasuk Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Dilansir nitag-resource.org, ITAGI merupakan lembaga yang didirikan pada tahun 2007 lewat Keputusan Menteri Kesehatan. ITAGI bertugas sebagai pemberi nasihat medis, ilmiah, dan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan vaksin atau imunisasi.
Ketua ITAGI, Prof. Sri Rezeki Hadinegoro. Foto: Youtube/@Badan POM RI
Keanggotaan ITAGI terdiri dari ahli bidang penyakit menular, imunologi, penyakit dalam, epidemiologi, pediatri, mikrobiologi medis, hingga penyakit dalam. Itu artinya, izin darurat tidak akan terbit tanpa nasihat ITAGI, dan nasihat ITAGI dipastikan sahih karena langsung dari ahli.
ITAGI terlibat langsung dalam memberi masukan dan rekomendasi
"Kami dari ITAGI terlibat dari sejak awal pada proses tersebut untuk vaksin COVID-19 dengan memberikan masukan kepada BPOM dalam forum pembahasan Komite Nasional Penilai Obat, tenaga ahli dan klinisi organisasi profesi, perhimpunan alergi imunologi RI," ujar Ketua ITAGI, Prof. Sri Rezeki.
"Untuk dapat diterbitkan EUA, [vaksin] harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu alias KKM, sesuai dengan standar yang ditetapkan," sambungnya.
ITAGI pastikan kajian BPOM soal kaidah penelitian Sinovac sudah baik
Oleh karenanya, pelaksanaan uji klinis Fase III sangat menentukan hasil kemananan dan manfaat vaksin. Sejauh ini, ITAGI memastikan uji klinis yang dilakukan tim riset Sinovac di Bandung bersama FK Unpad dan Bio Farma, sesuai dengan kaidah penelitan yang baik.
"Pelaksanaan uji klinis fase III diselesaikan tepat waktu sesuai target sehingga saat ini menghasilkan data hasil pemantauan tiga bulan pasca imunisasi terakhir [ke relawan/subjek], dua dosis vaksinasi," ucap Sri.
Seorang pekerja bekerja di fasilitas pengemasan pembuat vaksin Sinovac Biotech. Foto: Thomas Peter/REUTERS
ITAGI pantau kinerja BPOM RI sebelum terbitkan EUA Sinovac
Tak hanya itu, Sri juga menjamin EUA Sinovac telah memenuhi standar nasional. Hal ini dilihat dari laporan rinci BPOM yang turut memantau penyusunan proposal uji klinis di Bandung, melakukan inspeksi ke perusahaan Sinovac langsung di Beijing, serta supervisi lokasi penelitian secara berkala.
"Ini memperlihatkan aspek independensi dari tugas sebagai badan otorits BPOM. BPOM juga diawasi dan diaudit WHO untuk bekerja sesuai standar internasional," tutur Sri.
Prof. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro Indonesia in Technical Advisory Group in Immunization (ITAGI) dan Prof. Kusnadi Rusmil dalam dialog produktif bertema Berjuang Tanpa Lelah Menyiapkan Vaksin. Foto: Dok. Istimewa
Sinovac aman, memiliki efek lokal yang ringan
Sinovac merupakan vaksin yang dikembangkan lewat virus yang telah dimatikan, alias inactivated virus. Platform ini sudah sering dikembangkan di pengembangan banyak vaksin, termasuk vaksin rabies atau hepatitis A yang dikembangkan Bio Farma.
Alhasil, Sinovac memiliki efek atau kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang ringan. Misalnya, nyeri atau bengkak pada bagian tubuh yang disuntik, selayaknya diimunisasi biasa.
"Kenapa? Di dalam inactivated, karena virus mati, kita harus tambahkan zat yang kita sebut adjuvan untuk meningkatkan respons imun, adjuvan ini yang sering membuat KIPI, tapi lokal, di tempat suntikan, bengkak merah, maka suntikan harus dalam ke dalam otot, itu kuncinya, kalau jarumnya pendek itu bikin bengkak, saya kira dokter tau persis petunjuk teknisnya," ungkap Sri.
Petugas mengangkut vaksin corona Sinovac setibanya di Bandar Udara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (5/1). Foto: Jojon/ANTARA FOTO
Vaksin hanya membantu meringankan penyakit, bukan jadi kebal virus
Vaksin pada dasarnya adalah kekebalan buatan yang disuntikkan ke tubuh seseorang untuk melawan penyakit. Sama dengan fungsi vaksin lainnya, vaksin corona Sinovac tidak serta merta membuat orang tak akan kena COVID-19.
"Jadi kalau dia sudah diimunisasi, kena COVID-19, insyaallah tidak berat, kalau dia memang tidak imun. Karena kan kita tidak bisa tahu apakah virus yang kena [di tubuh kita] itu ganas atau tidak," paparnya.
Jangan abai protokol saat sudah vaksin, apalagi imun tak bisa langsung terbentuk
Penyuntikan vaksin Sinovac dilakukan dua kali dengan dosis masing-masing 0,5 ml. Penyuntikan kedua berlangsung di hari ke-14 setelah penyuntikan pertama.
Setelah seseorang sudah disuntik, baik sekali maupun dua kali, antibodi tidak akan langsung terbentuk maksimal. Sri menyebut, perlu waktu bagi tubuh untuk meningkatkan antibodi yang dihasilkan vaksin.
Petugas melakukan proses bongkar muat truk pengangkut vaksin corona Sinovac di kantor Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Mataram, NTB, Selasa (5/1). Foto: Ahmad Subaidi/ANTARA FOTO
"Paling tidak setelah dua kali suntik, itu 14 hari sampai 1 bulan baru dia maksimal antibodinya. Maka di antara waktu itu, orang ini masih rentan, maka masker tidak boleh lepas, apalagi belum seluruhnya," kata Sri.
Itu sebabnya ada sejumlah kasus seseorang positif COVID-19 padahal sudah divaksin. Sebab, antibodi belum terbentuk, dan tak ada jaminan kebal virus apalagi tak patuh protokol setelah disuntik.
Efficacy Sinovac 65,3%, apakah betul-betul berkhasiat untuk 70% penduduk?
Efficacy 65,3% sebetulnya sudah melampaui syarat efficacy yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar minimal 50 persen. BPOM menyebut, angka 65,3 persen dihitung berdasarkan jumlah relawan di Bandung yang terinfeksi, yakni 25 kasus dari total 1.600 relawan.
Sri Rezeki menjelaskan, kekebalan kelompok atau herd immunity bisa dicapai jika 70 persen populasi berhasil divaksin. Namun, untuk mengetahui 70 persen itu dari mana, bukan dihitung dari angka efficacy vaksin, melainkan dari R0 (Reproduction number), tingkat penularan 1 orang ke orang lainnya.
Petugas melakukan bongkar muat vaksin corona Sinovac saat tiba di gudang vaksin (cold room) milik Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan di Palembang, Senin (4/1). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
"Pada COVID-19 ini kan (Ro-nya) sekitar 2-5, kalau kita ambil tenga-tengahnya, 3 katakan, maka untuk minimal menghindari penyakit ini, rumusnya 1-1/RO. Sehinga 1-1/3 berarti 2/3 dari populasi, popuasi kita beraapa? Katakan 260 juta, itu dapatnya 180 [juta]. Itulah target kita sebetulnya," tuturnya.
"Memang betul efficacy mempengaruhi sebagai salah satu faktor, tapi perhitungan itu bukan dari efficacy. Memang WHO mengatakan [vaksin] itu di atas 50% sebetulnya sudah bisa mencakup. Menurunkan angka kejadian 50 persen itu sangat tinggi. Jadi saya kira kalau masih di atas 50 persen, kita masih bisa memakai angka yang bisa kita hitung," ungkapnya.
Kesimpulannya, vaksin Sinovac sudah terbukti aman, berkhasiat, dan terjamin mutunya oleh para ahli. ITAGI meminta masyarakat tak ragu untuk divaksin agar kekebalan kelompok tercipta.
Infografik Sasaran Vaksinasi Corona di Indonesia. Foto: kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten