Jadi Saksi Meringankan, Refly Harun Nilai Ceramah Habib Bahar Tak Picu Keonaran

8 Juli 2022 0:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana sidang lanjutan Habib Bahar bin Smith yang menghadirkan Fadli Zon, Refly Harun, dan Marwan Batubara di PN Bandung pada Kamis (7/7/2022). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sidang lanjutan Habib Bahar bin Smith yang menghadirkan Fadli Zon, Refly Harun, dan Marwan Batubara di PN Bandung pada Kamis (7/7/2022). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengatakan Habib Bahar bin Smith tidak layak dijerat UU Nomor 1 Tahun 1946 dalam kasus penyebaran berita bohong saat menyampaikan ceramah di Kabupaten Bandung.
ADVERTISEMENT
Refly menilai, tidak ada unsur menyiarkan berita bohong hingga mengakibatkan keonaran dalam ceramah itu.
"Saya tidak melihat hubungan kausalitas itu di kasus ini, jadi ketika terdakwa menyampaikan suatu hal yang sangat kritis, maka unsur menyiarkannya tidak ada, kan dia berceramah kemudian yang menyiarkannya orang lain, lalu kemudian unsur menyebabkan keonarannya itu juga tidak ada," kata Refly ketika dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan di PN Bandung, Kamis (7/7).
Refly menjelaskan, UU Nomor 1 Tahun 1946 sudah tak layak untuk diterapkan di Indonesia. Dia menyoroti soal kata menyiarkan dan keonaran yang tertera dalam aturan itu.
Menurutnya, keonaran yang dimaksud dari aturan itu yakni berupa huru hara yang mengakibatkan adanya korban. Faktanya, tidak ada korban akibat ceramah yang disampaikan Bahar.
ADVERTISEMENT
"Jadi, keonaran yang sifatnya faktual mengenai diri orang atau benda baik itu memunculkan korban jiwa ataupun cacat dan lain sebagainya," ucap dia.
Terdakwa kasus dugaan kasus penyebaran berita bohong Bahar Bin Smith meminta pendukungnya untuk diam saat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat pada Selasa (5/4/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Refly menambahkan, kata menyiarkan yang tertera dalam aturan itu berpotensi menyasar berbagai pihak. Ia memberi contoh para YouTuber dan penyiar di televisi.
Menurut dia, mereka bisa saja dijerat dengan aturan itu apabila dinilai menyebar berita bohong. Padahal, kemungkinan mereka secara tak sengaja menyebarkan berita bohong.
"Penegasan hukum itu melalui UU yang sebenernya penggunaannya sudah keterlaluan dalam menjerat atau mempidanakan orang yang barangkali menyampaikan berita yang barangkali perlu dikoreksi tetapi tiba-tiba dipidanakan," ungkap dia.
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Haru. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lebih lanjut, Refly menyebut UU Nomor 1 Tahun 1946 tak dibuat berdasarkan prosedur yang berlaku dalam konstitusi.
ADVERTISEMENT
Sebab, lembaga legislatif dan eksekutif tidak terlibat dalam proses pembuatan UU. Lembaga legislatif baru muncul setelah 1946.
"UU 1946 ini tidaklah mengikuti pakem UU karena pada waktu itu kita belum ada yang namanya DPR apalagi DPD karena DPD baru dikenalkan melalui Perubahan UUD tahun 2001," tutur dia.
Anggota kepolisian mengawal terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong Bahar Bin Smith usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/4/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Dalam kasus ini, Bahar didakwa telah melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan atau Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat 1E KUHPidana.
Bahar didakwa menyebarkan berita bohong terkait dengan ceramah yang disampaikan di Kabupaten Bandung.
ADVERTISEMENT
Lewat ceramahnya itu, Bahar sempat menyinggung mengenai tewasnya enam Laskar FPI yang dibunuh dengan cara dibantai, disiksa hingga dicopot kukunya.
"Enam pengawal beliau, enam laskar beliau dibunuh, dibantai, disiksa, dicopot kukunya, dibantai, dikuliti, kemaluannya dibakar, mereka dibikin seperti binatang saudara saudara," kata Bahar melalui keterangannya dalam video yang diunggah Tatan Rustandi.