Jaksa Cecar Saksi soal Arahan Edhy Prabowo Terkait Izin Ekspor Benih Lobster

24 Februari 2021 15:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo  usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Dua staf khusus Edhy Prabowo menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster di Pengadilan Tipikor Jakarta. Keduanya ialah Safri dan Andreau Pribadi Misanta.
ADVERTISEMENT
Mereka bersaksi untuk Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito yang duduk sebagai terdakwa penyuap Edhy Prabowo. Dalam persidangan, jaksa mencecar keduanya soal arahan Edhy Prabowo terkait izin ekspor benur.
"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Saudara mengatakan 'Terkadang Edhy Prabowo juga memberikan arahan ke saya maupun Saudara Andreau untuk membantu proses tertentu agar proses perizinan disegerakan', apakah benar," tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswhandono dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu, (23/2).
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri Muis. Foto: Facebook/@SAFRI MUIS
Menjawab hal tersebut, Safri berkilah bahwa pengarahan yang diberikan Edhy Prabowo hanya secara umum. Jaksa Siswhandono mengejar terus mengejar pertanyaan bagaimana Edhy Prabowo memberikan pengarahan agar izin dilaksanakan.
"Biasanya kalau bertemu di Jalan Widya Candra, di situ dijelaskan. Maksudnya saat berada di rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo," jawab Safri yang dihadirkan melalui video conference.
ADVERTISEMENT
"Termasuk soal perusahaan tertentu?" tanya jaksa dan langsung dijawab Safri jika ada perusahan yang ingin mengurus izin.
Menurut Safri, sejak pandemi COVID-19, Edhy Prabowo meminta rapat koordinasi dilaksanakan di rumah dinas Menteri KP. Safri menyebut hal itu disampaikan Edhy Prabowo kepada Andreau Pribadi Misanta, Dirjen Budidaya, Dirjen Tangkap, dan lainnya.
"Saat itu disampaikan ke saya, Pak Andreau, Dirjen Budidaya, Dirjen Tangkap dan lain-lain karena memang sejak WFH sering rakor (rapat koordinasi) di sana," ujar Safri.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Andreau Pribadi. Foto: Instagrm/@andreaupribadi
Pada sesi terpisah, Andreau juga mengungkapkan hal yang senada soal arahan Edhy Prabowo. Ia berkilah bahwa pengajuan akan diproses sesuai aturan.
"Kalau perusahaan itu punya banyak budidaya, lalu sudah mengajukan proposal ya sudah diproses saja sesuai aturan. Jadi arahannya Pak Menteri seperti itu," kata Andreau yang merupakan calon anggota legislatif DPR dari PDIP.
ADVERTISEMENT
"Bagaimanapun, siapa pun yang mau bangun ekonomi bangsa harus kamu bantu," imbuh Andreau menirukan ucapan Edhy Prabowo.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri Muis dan Andreau Pribadi. Foto: Facebook/@SAFRI MUIS
Dalam dakwaan Suharjito, Safri dan Andreau merupakan tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Andreau adalah ketuanya, sementara Safri adalah wakil ketua. Tim ini mengurusi administrasi dokumen calon eksportir benur.
Keduanya diduga berperan aktif dalam mengatur perizinan tersebut. Termasuk meminta uang Rp 5 miliar kepada Suharjito yang sedang mengajukan izin ekspor. Uang guna memperlancar izin tersebut kemudian diberikan kepada Edhy Prabowo.

Edhy Prabowo dan 'Prabowo yang Lain'

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kanan) berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (28/12). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Masih dalam persidangan yang sama, Jaksa juga mencecar Safri soal adanya dua teman Edhy Prabowo yang disebut pernah meminta pekerjaan di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
ADVERTISEMENT
"Amri dan Nursan itu temannya Pak Menteri," kata Safri.
Dua teman Edhy Prabowo bernama Nursan dan Amir itu lalu dimasukkan ke kepengurusan PT. Aero Citra Kargo (ACK). Perusahaan itu yang kemudian diduga menjadi bagian dari skema suap untuk politikus Gerindra itu.
Perusahaan itu merupakan satu-satunya perusahaan kargo untuk mengekspor benih bening lobster (BBL). Namun, perusahaan itu memasang tarif tertentu yang harus dibayar calon eksportir. Rekening perusahaan itu pun diduga menjadi penampung suap untuk Edhy Prabowo.
Jaksa kemudian mmbacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Safri terkait dua orang tersebut.
"Dalam BAP, Saudara mengatakan 'Pada Mei 2020 saya mendapat cerita dari Amiril, sekretaris Pak Menteri bahwa Saudara Amri dan Nursan tidak punya pekerjaan dan minta saya untuk dapat pekerjaan. Amri adalah teman Edhy Prabowo saat bekerja di perusahaan milik Pak Prabowo, sedangkan Nursan adalah teman dekat Edhy Prabowo', betul?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Siswhandono.
ADVERTISEMENT
"Betul. Amiril menceritakan ke saya terkait Edhy Prabowo untuk memasukkan Nursam dan Amri untuk masuk ke PT ACK," jawab Safri.
"Ini perusahaan Pak Prabowo maksudnya Edhy Prabowo atau Prabowo yang lain?" tanya jaksa.
"Prabowo yang lain," jawab Safri.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri Muis (kanan) memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/11). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Menurut Safri, Amiril menceritakan hal itu ketika keduanya berada di kantor di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Dalam BAP, Saudara mengatakan 'Amiril berkoordinasi langsung dengan PT ACK agar memasukkan 2 nama tersebut ke struktur pengurus PT ACK. Amri dan Nursam berhasil masuk ke PT ACK pada Juni 2020, diduga masuknya Amri dan Nursan sebagai nominee tapi saya tidak tahu pembagian deviden karena yang membagi adalah Amiril dan Andreau', betul?" tanya jaksa Siswhandono.
"Betul, itu saya dapat keterangan dari Amiril," jawab Safri.
ADVERTISEMENT
"Yakin?" tanya jaksa.
"Yakin," tegas Safri.
"Apakah selanjutnya saudara mengikuti peran Amri dan Nursan di PT ACK?" tanya jaksa.
"Tidak mengikuti, dalam struktur pengurusan juga tidak tahu sebagai apa," jawab Safri.
Dalam surat dakwaan disebutkan Edhy Prabowo membeli bendera perusahaan PT. Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe melalui Amiril Mukminin. Amiril Mukminin lalu mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK.
PT ACK lalu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI). PT. PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per ekor BBL dan PT. ACK menetapkan biaya sebesar Rp 1.450 per ekor BBL sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp 1.800 per ekor BBL.
ADVERTISEMENT
Biaya itu diterima PT. ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan persentase kepemilikan sahamnya yaitu Nursan 41,65 persen, Amri 40,65 persen dan Yudi Surya Atmaja 16,7 persen serta PT. Detrans Interkargo sebanyak 1 persen.
Nursan lalu meninggal dunia sehingga namanya diganti oleh Achmad Bachtiar yang juga selaku representasi Edhy Prabowo.
Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli-November 2020 membagikan uang yang diterima perusahaan-perusahaan eksportir BBL lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp 12,312 miliar; kepada Amri senilai Rp 12,312 miliar dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,047 miliar.
Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo.
ADVERTISEMENT