Jaksa: Irjen Teddy Minahasa Khianati Perintah Presiden, Tak Ngaku Bersalah

30 Maret 2023 14:50 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan terkait kasus dugaan memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu sitaan seberat lima kilogram. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan terkait kasus dugaan memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu sitaan seberat lima kilogram. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa, dengan pidana mati. Ia dinilai terbukti menjual sabu yang merupakan barang bukti pengungkapan kasus Polres Bukittinggi.
ADVERTISEMENT
Jaksa menilai perbuatan Irjen Teddy Minahasa Putra ini memenuhi unsur Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur bahwa dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I, sabu, yang beratnya melebihi satu kilogram.
Dalam menjatuhkan tuntutan tersebut, jaksa mempunyai sejumlah pertimbangan hal memberatkan. Di antaranya adalah, perbuatan Irjen Teddy Minahasa itu disebut mengkhianati presiden dalam memberantas peredaran narkoba.
"Perbuatan Terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika," kata jaksa saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3).
ADVERTISEMENT
Hal memberatkan lain: Teddy merupakan Anggota Kepolisian RI dengan jabatan Kapolda Sumatera Barat yang sebagai seorang penegak hukum, terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkoba.
"Namun Terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika sehingga sangat kontradiktif dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat," lanjut jaksa.
Perbuatannya itu disebut merusak nama baik institusi kepolisian. Juga merusak kepercayaan publik kepada polisi.
Pengacara dari terdakwa mantan Kapolda Sumatra Barat Irjen Pol Teddy Minahasa (kiri), Hotman Paris Hutapea (kanan) mengajukan pertanyaan kepada saksi ahli pada sidang lanjutan terkait kasus dugaan memperjualbelikan barang bukti narkotika jenis sabu. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Hal memberatkan selanjutnya dalam tuntutan jaksa ialah Irjen Teddy dianggap tidak mengakui perbuatannya. Menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Terlebih, jenderal itu menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika tersebut. Perbuatan yang tak mendukung program pemerintah dalam hal pemberantasan peredaran narkoba.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika," imbuh jaksa.
"Hal yang meringankan: tidak ada," ujar jaksa.
Tidak ada yang meringankan bagi Irjen Teddy Minahasa. Dia dituntut maksimal dengan pidana mati.
Dalam kasusnya, Teddy dinilai oleh jaksa terbukti menjual sabu yang merupakan barang bukti kasus. Dia melakukan itu bersama AKBP Dody Prawiranegara selaku eks Kapolres Bukittinggi, serta sejumlah terdakwa lain: Linda Pudjiastuti dan Syamsul Ma'arif.
Sabu yang disisihkan oleh Teddy dkk dari barang bukti seberat 5 Kg. Sabu tersebut kemudian dijual melalui Linda. 1 Kg sabu dihargai Rp 400 juta. Ada 3 Kg sabu yang sudah diterima Linda. Linda kemudian menjual lagi sabu tersebut. Teddy disebut sudah menikmati uang hasil penjualan itu.
ADVERTISEMENT
Namun transaksi tersebut terendus. Teddy dkk ditangkap.