Jaksa KPK dan Fredrcih Yunadi Sama-sama Ajukan Banding

7 Juli 2018 10:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tim kuasa hukum Fredrich Yunadi resmi mengajukan banding atas putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat terhadap terdakwa Fredrich Yunadi.
ADVERTISEMENT
Upaya hukum banding baik dari JPU dan Fredrich didaftarkan pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Kamis, (28/6) lalu, atau pasca putusan hakim dibacakan. Majelis Hakim Tipikor sendiri memberikan vonis terhadap mantan pengacara Setya Novanto itu 7 tahun penjara, serta denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan penjara.
"Terdakwa Fredrich langsung seketika selesai dibacakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melaporkan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta perihal bandingnya. Sehingga sekarang terdakwa menjadi tahanan Pengadilan Tinggi DKI. Pihak JPU juga menyatakan banding," ungkap Humas Pengadilan Tipikor Jakarta, Sunarso ketika dihubungi, Sabtu (7/7).
JPU pada KPK membenarkan atas upaya hakum banding atas vonis tersebut. Jaksa KPK Muhammad Takdir Suhan mengatakan, salah satu alasan banding karena putusan Majelis Hakim kurang dari dua pertiga dari tuntutan.
ADVERTISEMENT
"Benar Tim JPU sudah menyatakan banding. Salah satu alasan banding karena putusan pidana penjara dibawah dua pertiga (tuntutan)," tutur M Takdir melalui pesan singkatnya.
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Sementara ketua tim kuasa hukum Fredrich, Safriyanto Refa menuturkan, upaya hukum banding dilakukan karena kliennya merasa tidak melakukan tindakan merintangi penyidikan KPK terhadap Setya Novanto yang kala itu masih menjadi tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
"Klien kami enggak menerima isi putusan, karena merasa enggak bersalah. Hal-hal yang dilakukan bukan perbuatan yang terlarang, dan masih ruang lingkup sebagai advokat," ujar Safriyanto. Refa sapaan akrab Safriyanto menyatakan, pihaknya sedang menyusun memori banding tersebut. "Memori bandingnya masih dikerjakan," imbuhnya.
Perkara Fredrich sendiri berawal saat KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada 31 Oktober 2017. Setya Novanto yang kala itu Ketua DPR dijadwalkan untuk hadir dalam pemeriksaan pada 15 November 2017. Namun, Setya Novanto memilih mangkir, padahal surat pemanggilan sudah dilayangkan sejak 10 November 2017.
ADVERTISEMENT
Fredrich yang menjadi pengacara Setya Novanto, terbukti menyarankan kliennya untuk tidak perlu memenuhi panggilan KPK. Sebab, Fredrich beralasan, proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus seizin presiden. Bahkan tak hanya itu, Fredrich juga menjadi pihak yang menyarankan agar UU KPK terkait perizinan panggilan anggota DPR, untuk diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, pada 14 November 2017, Fredrich menyurati Direktur Penyidikan KPK. Isi surat tersebut menerangkan kliennya yang tidak bisa memenuhi panggilan karena lebih memilih menunggu putusan judicial review MK yang baru saja diajukan di hari tersebut. Pada hari pemeriksaan, Setya Novanto mangkir. Sekitar pukul 22.00 WIB di hari yang sama, penyidik menjemput mantan Ketua Umum Golkar itu di kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Di rumah itu, penyidik tak menemukan Setya Novanto. Mereka hanya bertemu Fredrich dan istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Di sana, Fredrich langsung menanyakan penyidik soal surat tugas, surat perintah penggeledahan, dan surat penangkapan Setya Novanto. Sebaliknya, saat penyidik menanyakan surat kuasa Setya Novanto untuknya, Fredrich tak bisa menunjukkannya. Fredrich lalu meminta Deisti untuk menandatangani surat itu atas nama keluarga Setya Novanto.
Tersangka korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (Foto: Antara/Rosa Panggabean)
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (Foto: Antara/Rosa Panggabean)
Pada 16 November 2017, Setya Novanto --yang diakuinya ingin menyambangi Gedung KPK untuk memenuhi panggilan-- mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau. Mobil Toyota Fortuner yang ditumpanginya, menabrak tiang penerang jalan. Setya Novanto lantas dilarikan ke RS Medika Permata Hijau.
Namun kemudian Fredrich dinilai merancang skenario agar Setya Novanto masuk RS Medika untuk menghindarkan pemeriksaan. Dia kongkalikong bersama salah satu dokter yang merawat Setya Novanto, Bimanesh Sutarjo, untuk memanipulasi kondisi kesehatan kliennya dari riwayat hipertensi, menjadi rekam medis kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Saat di rumah sakit, Fredrich dianggap menghalangi penyidikan untuk Setya Novanto. Ketika penyidik ingin mendatangi kamar pasien, Fredrich menyuruh perawat untuk mengusir mereka.
Atas perbuatannya itu, Fredrich dinilai terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.