Jalan Berliku Pengungkapan Dugaan Plagiarisme Disertasi Rektor Unnes di UGM

20 Februari 2020 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kampus UGM di Yogyakarta. Foto: Dwita Komala Santi
zoom-in-whitePerbesar
Kampus UGM di Yogyakarta. Foto: Dwita Komala Santi
ADVERTISEMENT
Plagiarisme atau penjiplakan merupakan hal paling berdosa bagi seorang akademikus. Tudingan tersebut kini tengah dialamatkan kepada Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman. Fathur diduga melakukan plagiarisme saat menempuh pendidikan S3 untuk meraih gelar doktor linguistik di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2003.
ADVERTISEMENT
Dugaan plagiarisme ini dilaporkan oleh pengacara asal Semarang pada sekitar tahun 2018 lalu. Fathur diduga melakukan plagiarisme untuk disertasinya yang berjudul ‘Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Banyumas’.
Pada saat menempuh gelar doktor di UGM, Fathur masih menjabat sebagai dosen di Fakultas Bahasa dan Seni Unnes. Diduga disertasinya hasil menjiplak skripsi dua mahasiswanya. Skripsi yang dimaksud adalah karya Ristin Setiyani dengan judul ‘Pilihan Ragam Bahasa Dalam Wacana Laras Agama Islam di Pondok Pesantren Islam Salafi Al-Falah Mangunsari Banyumas’ tahun 2001.
Rektor Unnes Fathur Rokhman. Foto: ristekdikti.go.id
Kemudian skripsi Nefi Yustiani yang berjudul ‘Kode dan Alih Kode Dalam Pranatacara Pernikahan di Banyumas’ pada tahun 2001.
Atas laporan ini, UGM melalui Dewan Kehormatan Universitas (DKU) memanggil Fathur pada 27 November 2019. Dia diperiksa selama 1,5 jam oleh tujuh anggota DKU UGM.
ADVERTISEMENT
“Yang mengadukan seorang pengacara dari Semarang. Kita kan cuma klarifikasi aduan yang sudah disampaikan ke kita. Jadi apa yang terjadi, Pak Fathur menceritakan. Aduan tentang diduga plagiat. Tapi kan belum tentu terbukti,” kata Ketua Senat UGM Hardyanto Soebono, Kamis (20/2/2020).
Ketua Senat Universitas Gadjah Mada, Hardyanto Soebono. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Setelah berbulan-bulan bergulir, lantas bagaimana perkembangan kasus ini? Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Paripurna Poerwoko Sudarga, mengatakan DKU telah mengeluarkan rekomendasi terkait kasus tersebut. Hasil rekomendasi pun telah diterima pihak rektorat.
“Jadi DKU sudah memberikan rekomendasi, nah hasil rekomendasinya masih di-review untuk mendapatkan backup evidence, bukti-bukti. Supaya keputusan yang dikeluarkan oleh UGM itu kuat dari setiap aspeknya,” kata Paripurna dihubungi kumparan, Kamis (20/2).
Paripurna mengakui rekomendasi dari DKU sudah keluar tiga pekan yang lalu. Artinya rekomendasi sudah diterima rektorat pada bulan Januari. Saat disinggung kenapa rekomendasi itu belum diumumkan, Paripurna mengatakan ada proses membentuk tim untuk mengkaji rekomendasi itu.
ADVERTISEMENT
“Ya, kita membentuk tim dulu setelah itu SK dari timnya keluar. Dan sekarang tim lagi me-review. Untuk memastikan bahwa keputusan yang akan dikeluarkan nanti sesuai dengan perundangan yang berlaku,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Paripurna Poerwoko Sudarga. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
“Baik undang-undang tentang hak cipta, kemudian juga peraturan-peraturan tentang plagiarisme yang dikeluarkan Kemenristekdikti atau dulu Kemendikbud, dan juga peraturan internal (kampus),” ujarnya.
Apa yang dilakukan kampus menurut profesor hukum ini supaya tidak ada kesalahan dalam pengambilan keputusan. Katanya, keputusan ini sangat krusial, penting, dan menyangkut nasib orang.
“Dan juga yang bersangkutan jabatannya penting (rektor). UGM tidak boleh salah mengambil keputusan semua baik hukum maupun aspek etika,” ujarnya.
Dia memastikan tim ini diisi oleh ahli hukum dan organisasi terbaik di UGM. Ahli hukum pidana dari fakultas hukum juga dilibatkan.
ADVERTISEMENT
“Orang-orang terbaik yang kita undang untuk mengevaluasi ini karena kalau DKU sudah keluar rekomendasinya hanya butuh backup dari segi hukum,” kata dia.
Paripurna enggan memberikan bocoran rekomendasi apa yang dikeluarkan DKU. Dia memilih untuk mengeluarkan hasil utuh setelah review dari pihak kampus selesai.
“Nanti kita sampaikan kalau review-nya selesai. Bahaya kalau keluar jebulane (ternyata) belum matang nanti jadi isu lain lagi,” kata dia.
Pun soal target kapan rekomendasi selesai di-review, Paripurna belum bisa menjawab pasti. Dia akan menanyakan lebih jauh kepada tim terkait tingkat kesulitan.
“Sehingga butuh waktu berapa nanti (selesai) kita tanyakan,” ujarnya.
Sementara itu, pada 27 November 2019 saat pemeriksaan Fathur, Hardyanto sempat menyebut bahwa salah satu anggota DKU adalah Mohtar Masoed. Yang bersangkutan tak lain Guru Besar Hubungan Internasional Fisipol UGM.
ADVERTISEMENT
Saat ditemui di kantor jurusan Hubungan Internasional UGM, Mohtar enggan berkomentar banyak.
“Bukan wilayah saya ya maaf, terima kasih,” katanya seraya masuk ruangan melanjutkan rapat.
UGM Dinilai Lamban
Terkait penanganan plagiarisme ini, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY juga turun tangan. Ketua ORI DIY Budhi Masthuri mengatakan bahwa orang yang tidak ingin disebutkan namanya mengadu ke ORI tentang lambannya penanganan kasus dugaan plagiarisme rektor Unnes di UGM.
Tidak jelas pula, apakah orang yang mengadu ke ORI DIY adalah orang yang sama dengan yang melaporkan Fathur ke UGM.
“Terakhir kita sudah dapat klarifikasi dari rektor bahwa sudah dibentuk tim dan melakukan proses pemeriksaan dan mereka akan melaporkan hasil pemeriksaan ke ORI. Sampai sekarang kita tunggu belum masuk,” kata Budhi, Kamis (20/2).
Kepala ORI DIY, Budhi Masthuri. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Budhi mengatakan pertemuan dengan rektor itu sekitar 2-3 bulan lalu. Pada saat itu UGM berjanji kepada ORI untuk menyampaikan hasil kepada ORI. Namun sampai saat ini belum ada hasil yang disampaikan.
Ketika tahu bahwa DKU telah mengeluarkan rekomendasi, ORI akan kembali menyurati UGM untuk segera menyampaikan hasil.
“Harusnya rektor menyampaikan hasilnya kepada kita sesuai komitmen dia di surat yang sampaikan kepada kita. Mungkin kita akan segera mengirim surat sekali lagi untuk menanyakan hasilnya. Iya untuk melaporkan hasil tindak lanjut kepada kita sesuai komitmen rektor,” kata dia.
Rektor Unnes Gerah
Fathur tampak gerah dengan tudingan plagiarisme yang ditujukan kepadanya. Dia sempat mengadukan Ketua Senat Akademik (SA) UGM Hardyanto Soebono ke Komnas HAM.
ADVERTISEMENT
Melalui keterangan resminya, aduan tersebut berdasarkan pada pemanggilan dianggap tidak sesuai dengan prosedur hukum serta tidak dijelaskan secara legal standing batas tuduhan plagiarisme.
“Saya menyampaikan ke Ketua Komnas HAM Pak Ahmad Taufan Damanik, bahwa saya mendapat perlakuan tidak adil maka saya akan mengadukan ini untuk mendapat keadilan," ujar Fathur.
Fathur juga menyayangkan statement Hardyanto soal plagiarisme itu ke media, sementara proses pembuktian belum selesai. Dia menganggap selama belum selesai harusnya hal itu bersifat rahasia.
Patut diketahui, selain UGM, kasus dugaan plagiarisme ini juga diusut oleh Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemendikbud (dulu Kemenristek Dikti). Salah satu anggota tim EKA adalah dosen Fakultas Bahasa dan Seni Unnes Sucipto Hadi Utomo.
ADVERTISEMENT
Sucipto yang ikut menyelidiki dugaan plagiarisme rektornya itu malah dibebastugaskan oleh rektor Unnes dari jabatannya sebagai dosen. Penyebabnya adalah postingan Sucipto soal Presiden Jokowi di akun Facebook yang dianggap sebagai penghinaan.
Dibebastugaskannya Sucipto itu memunculkan spekulasi karena sentimen rektor. Musababnya, Sucipto adalah salah satu dosen yang kerap menyuarakan anti-plagiarisme.
Namun, Kepala UPT Humas Unnes, Muhammad Burhanudin mengatakan proses pembebastugasan Sucipto sudah berdasarkan surat dari Kemendikbud.
"Rektor Unnes menyampaikan kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media sosial dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa Unnes yang berisi penghinaan terhadap simbol NKRI dan kepala Negara. Pasal 218 ayat 1 KHUP menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dikenakan pidana," katanya.
ADVERTISEMENT