Jangan Ganggu Anak-anak Bermain di RPTRA dengan Perjodohan

8 Mei 2017 20:22 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anak-anak bermain di RPTRA Pintu Air (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Sandiaga Uno ingin membangun pojok taaruf di RPTRA. Ide tersebut ditentang karena dikhawatirkan akan mengganggu anak-anak bermain dan belajar di RPTRA.
ADVERTISEMENT
RPTRA memang dibangun untuk memberikan ruang bermain bagi anak-anak Jakarta. Sehingga, kenyamaan anak-anak saat bermain dan belajar menjadi prioritas.
Ita, salah satu pengelola RPTRA Bahari di Gandaria, Jakarta Selatan menjelaskan bahwa selama ini pihaknya selalu memantau setiap anak yang datang ke RPTRA.   Remaja putra-putri yang datang juga turut dipantau apa maksud kedatangannya, jika membawa adik, mereka dilarang membiarkan adiknya bermain sendiri.
"Kalau ada kakak-adik yang datang ke sini dan adiknya dibiarin main sendiri kita juga kasih tahu ke kakaknya buat tetap jagain adiknya jadi penyalahgunaan RPTRA apalagi tempat pacaran untuk remaja dapat terhindar," ujar Ita, Senin (8/5).
Warga berjalan santai di RPTRA Karang Anyar (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
Menurut Ita sangat tidak cocok RPTRA juga difungsikan sebagai tempat mencari jodoh. Dia takut anak akan mengikuti setiap gerak-gerik remaja/ orang dewasa yang melakulan ta'aruf di RPTRA.
ADVERTISEMENT
"Gak cocok aja, yang remaja pacaran tentu gak boleh, kenapa ada yang sampai mencari jodoh di sini (RPTRA), takutnya kan berdampak ke anak-anak," ujar Ita serius.
Sementara itu, Heni Setyowati (35 tahun) pengelola RPTRA Pintu Air, Sawah Besar menganggap pojok taaruf tidak cocok dibangun di RPTRA. Biarkan anak-anak menikmati masa kecilnya dengan bermain tanpa diganggu kepentingan orang dewasa yang sedang mencari jodoh.
"Kayaknya nggak bagus deh soalnya banyak anak kecil ya. Jadi seolah-olah disini diajarin untuk berpacaran walaupun dibilangnya secara agama dong?" ujarnya saat ditemui di Kantor Pengelola RPTRA Pintu Air, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Anak-anak membaca di RPTRA Pintu Air (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
Menurut Heni, taaruf tidak memungkinkan untuk diterapkan di kawasan RPTRA Pintu Air mengingat latar bekakang masyarakat yang ia nilai masih kurang pendidikan dan pengetahuan agamanya. 
ADVERTISEMENT
"Jadi mereka mana bisa mengerti taaruf itu seperti apa sebenarnya. Itu bagus, tapi jelas enggak bisa diterapkan di RPTRA. Main di logika aja deh," ujar Heni dengan nada tinggi.
Rekan sesama pengelola RPTRA Pintu Air, Suryani (48 tahun) lalu membantah jika RPTRA dinilai sepi kegiatan. "Anak-anak main di sini tiap sore. Ada dongeng tiap ada event atau tiap ada yang mau ngisi aja," jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan, Perpustakaan RPTRA Pintu Air juga kerap didatangi para relawan dari komunitas dan mahasiswa untuk belajar bersama atau mendongeng.
RPTRA Bahari (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
 Senada dengan Heni, Ade Bino (41 tahun), pengunjung RPTRA Karang Anyar, juga beranggapan pojok taaruf tidak sepantasnya diterapkan di RPTRA.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya RPTRA ya buat anak aja. Ganggu juga anak-anak entar mainnya," kata Ade di RPTRA Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Ia pun meminta  Pemerintah DKI Jakarta turut memikirkan kondisi taman bermain anak yang makin jarang dijumpai di lingkungan padat pemukiman Jakarta. "Sayang kan pemerintah kalau ruang bermain anak makin berkurang," tegasnya. 
Anak-anak bermain bola di RPTRA Pintu Air (Foto: Iqra Ardini/kumparan)
Meski sebagian menolak keberadaan pojok taaruf di RPTRA, ada pula orang-orang yang mendukung karena dianggap sebagai kegiatan yang positif.
"Taaruf itu kan dia nggak pacaran, justru malah bagus. Karena itu kan nggak pacaran, jadi malah mencontohkan ke anak-anak kecil yang sekarang mulai pacaran itu," ujar Ida Rosidah (32 tahun), salah satu pengelola RPTRA Pintu Air.
ADVERTISEMENT