Jangan Sampai Jokowi Buat Blunder Ambil Kebijakan Darurat Sipil

30 Maret 2020 19:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait wabah corona. Dan bisa menjadi darurat sipil apabila kondisinya semakin memburuk.
ADVERTISEMENT
Sikap pemerintah yang menyinggung darurat sipil itu dikritik para aktivis pro demokrasi. Presiden Jokowi jangan sampai membuat blunder dengan menerapkan darurat sipil. Karena wabah corona bisa disikapi dengan berpijak pada UU Penanggulangan Bencana dan UU Kekarantinaan Kesehatan.
"Pemerintah akan memutuskan untuk menerapkan pembatasan sosial dalam skala besar dengan disertai dengan pemberian sanksi bagi yang melanggar," kata pegiat Koalisi Reformasi Sektor Keamanan Erwin Natosmal dalam keterangannya, Senin (30/3).
Erwin tak sendiri ada sederet kelompok Pro Demokrasi bersamanya yang membuat pernyataan itu, yakni dari LBH Jakarta, LBH Pers, Imparsial, ICW, dan lainnya.
"Keputusan ini diambil untuk menekan angka penyebaran COVID-19 yang makin meningkat dan masif. Meski demikian, pemerintah harus berhati-hati dalam menggunakan dasar hukum yang digunakan untuk meminimalisir bias tafsir dan penggunaan kewenangan yang lebih tepat sasaran," tambah dia lagi.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, merujuk kepada regulasi yang tersedia, Koalisi mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Hal ini didasarkan pada isu COVID-19 yang merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit. Selain itu, penerapan pembatasan sosial meluas yang merujuk pada karantina kesehatan perlu dilakukan guna menghindari sekuritisasi problem kesehatan yang tidak perlu.
"Harus diakui, sejak awal pemerintah alpa mematuhi keseluruhan prosedur yang telah diatur dalam UU Penanggulangan Bencana. Sebelum penetapan masa tanggap darurat nasional, semestinya Presiden Joko Widodo melakukan penetapan status darurat bencana nasional (Pasal 51 ayat 2)," jelas dia.
"Oleh karena itu, Presiden hendaknya segera mengeluarkan keputusan (Keppres) terkait penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial," tuturnya lagi.
ADVERTISEMENT
Mengingat pembatasan sosial akan disertai sanksi, lanjut Erwin, Koalisi mendesak pemerintah untuk berpijak pada UU Karantina kesehatan.
"Koalisi menilai, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil. Optimalisasi penggunaan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil," tutur dia.
Selain itu, lanjut Erwin, Pemerintah harus memikirkan juga konsekuensi ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut, terutama bagi kelompok-kelompok yang rentan. Keppres soal penetapan status bencana nasional itu harus mengatur pula dampak social, ekonomi, dan kesehatan terhadap masyarakat.
Berikut penjelasan Koalisi Reformasi terkait kebijakan yang akan diambil pemerintah:
ADVERTISEMENT
1. Pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat sipil atau darurat militer;
2. Presiden Jokowi harus berpijak kepada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam menanggulangi permasalahan wabah COVID-19;
3. Presiden harus mengeluarkan Keppres terkait penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial.
4. Keppres tersebut termasuk mengatur struktur komando pengendalian (kodal) bencana yang lebih jelas yang dipimpin oleh Presiden sendiri.
5. Keppres tersebut juga harus memasukkan dan menanggulangi kerugian terhadap pihak-pihak yang terdampak dari kebijakan tersebut, baik ekonomi, sosial dan kesehatan.
6. Demi efektivitas penanganan kekarantinaan kesehatan pemerintah perlu segera mengeluarkan peraturan pelaksanaannya (PP) yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, terutama dalam aspek pembatasan.
ADVERTISEMENT
Jakarta, 30 Maret 2020
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, KontraS.