Jenderal Min Aung Hlaing Buka Suara soal Kudeta Myanmar: Kondisi Tak Terelakkan

3 Februari 2021 8:21 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing. Foto: AFP/YE AUNG THU
zoom-in-whitePerbesar
Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing. Foto: AFP/YE AUNG THU
ADVERTISEMENT
Panglima Tinggi Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing akhirnya buka suara soal kudeta terhadap pemerintahan sipil. Ia menyebut kondisi ini tak terelakkan.
ADVERTISEMENT
Min Aung Hlaing kini memegang kekuasaan penuh, yang secara efektif mengembalikan Myanmar ke pemerintahan militer setelah 10 tahun di bawah pemerintahan sipil hasil demokrasi
Dalam komentar publik pertamanya sejak kudeta itu, Min Aung Hlaing mengatakan pengambilalihan militer "sejalan dengan hukum" setelah pemerintah gagal menanggapi keluhannya atas kecurangan Pemilu 2020.
"Setelah banyak permintaan, cara ini (kudeta) tak terelakkan bagi negara dan itulah mengapa kami harus memilihnya," ujarnya dalam rapat kabinet pertama, dikutip dari AFP, Rabu (3/2). Pidato ini diposting di halaman Facebook resmi militer.
Para pria berjalan di depan pagoda Sule di Yangon, Myanmar (1/1). Foto: Stringer/REUTERS
Militer menuduh kecurangan yang meluas dalam pemilu yang diadakan tiga bulan lalu, yang dimenangkan NLD secara telak. Militer pun menetapkan status darurat selama setahun ke depan dan berjanji akan mengadakan kembali pemilu.
ADVERTISEMENT
“Sampai pemerintahan baru terbentuk setelah pemilu, kami akan berusaha mempertahankan negara,” jelas Min Aung Hlaing.
Situasi terkini di ibu kota Naypyidaw, berbagai gedung pemerintah dan parlemen masih dijaga pasukan bersenjata.
Seorang anggota parlemen Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) besutan Aung San Suu Kyi menggambarkan penjagaan ini sebagai "pusat penahanan terbuka", meski demikian pada malam hari beberapa politisi bebas untuk pergi.
Kendaraan lapis baja Angkatan Darat Myanmar melewati sebuah jalan setelah mereka merebut kekuasaan dalam kudeta di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2). Foto: Stringer/REUTERS
Sementara, para politisi NLD menyerukan pembebasan Suu Kyi, Presiden Win Myint dan semua anggota partai yang ditahan. Mereka juga menuntut militer mengakui hasil Pemilu 2020.
Terkait keberadaan Suu Kyi, seorang petugas partai mengatakan, seorang tetangga sempat melihatnya berada di kediamannya di Naypyidaw. Namun sampai saat ini, partai tak ada kontak langsung dengan Suu Kyi.
ADVERTISEMENT
"Dia (Suu Kyi) kadang berjalan di kompleks rumahnya untuk memberi tahu orang lain bahwa dia dalam keadaan sehat," kata petugas pers NLD, Kyi Toe, kepada AFP.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Panglima Tertinggi Myanmar, berjabat tangan dengan Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. Foto: Stringer/REUTERS
Sementara pada Selasa (2/2) malam, di Yangon, penduduk membunyikan klakson mobil dan panci serta wajan yang berdenting sebagai bentuk protes atas kudeta tersebut, diikuti kampanye di media sosial.
Beberapa meneriakkan "Hidup Bunda Suu".
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyebut "Aung San Suu Kyi, pemimpin partai yang berkuasa (Myanmar), dan Win Myint, kepala pemerintahan yang terpilih, digulingkan dalam kudeta militer."
Dengan demikian, AS tidak dapat membantu pemerintah Myanmar. Militer Myanmar sudah di bawah sanksi AS atas perlakuannya terhadap minoritas Rohingya.
Presiden AS Joe Biden saat kunjungan ke Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed di Bethesda, Maryland, AS, Jumat (29/1). Foto: Kevin Lamarque/REUTERS
Presiden AS Joe Biden telah menyuarakan kemarahan global, menyerukan pemulihan demokrasi di Myanmar secara cepat.
ADVERTISEMENT
AS telah menyumbang 1,5 miliar dolar ke Myanmar sejak 2012 untuk mendukung demokrasi, perdamaian internal, dan komunitas yang dilanda kekerasan.
"Komunitas internasional harus bersatu dalam satu suara untuk menekan militer Burma agar segera melepaskan kekuasaan yang telah mereka rebut," kata Biden.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Uni Eropa dan Australia juga telah mengutuk kudeta Myanmar. Sementara China memberi tanggapan yang kurang tegas, karena menggambarkan kudeta itu sebagai "perombakan kabinet".