Jokowi Diingatkan Jangan Main-main Soal Darurat Sipil

30 Maret 2020 20:49 WIB
Presiden Joko Widodo saat mengikuti KTT LB G20 dari Istana Bogor, Kamis (26/3). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo saat mengikuti KTT LB G20 dari Istana Bogor, Kamis (26/3). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi mempertimbangkan menerapkan kebijakan Darurat Sipil dalam rangka mendukung kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, keputusan Jokowi terkait rencana penerapan kebijakan Darurat Sipil menuai kritik.
ADVERTISEMENT
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Dr Oce Madril menilai, kebijakan Darurat Sipil tidak tepat diterapkan untuk mendukung PSBB dalam menekan penyebaran virus corona.
Terlebih berdasarkan peraturan Undang-undang, status Darurat Sipil masuk dalam UU Nomor 23 Perppu Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
"Darurat Sipil, berdasarkan Perppu 1959? Darurat sipil dalam Perppu tersebut jelas beda tujuannya, syarat-syaratnya beda. Konteks keadaan bahayanya juga berbeda," tulis Oce dalam akun Twitter-nya. kumparan sudah mendapatkan izin untuk mengutip pendapat Oce.
Menurutnya, ada tiga keadaan bahaya yang mendasari penggunaan Perppu 1959 yakni Darurat Sipil, Darurat Militer dan Darurat Perang. Sehingga, tidak salah ketika era Orde Lama menggunakan Perppu tersebut untuk mengendalikan situasi.
ADVERTISEMENT
"Syarat-syarat keadaan bahaya dengan berbagai tingkatan darurat itu ada dalam Pasal 1 Perppu; semua mengarah pada terancamnya keamanan/ketertiban oleh pemberontakan, kerusuhan, bencana, perang, membahayakan negara, tidak dapat diatas oleh alat perlengkapan negara secara biasa," ucap Oce.
"Wajar arah aturannya begitu karena ditetapkan pada masa-masa banyak peristiwa yang mengancam kemanan/pertahanan negara waktu itu (tahun 1959), era Orde Lama," tambahnya.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Mengenai penerapan Darurat Sipil, Oce menilai seharusnya Jokowi bisa menggunakan regulasi lain sebagai dasar untuk mendukung PSBB. Salah satunya adalah UU Penanggulangan Bencana tahun 2007 dan UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang dibuat oleh Jokowi sendiri.
"Ada pilihan-pilihan mekanisme dalam kedua UU tersebut untuk mengatasi Darurat Bencana dan masalah wabah. Mekanisme dalam kedua UU itu jauh lebih 'sipil' daripada Darurat Sipil menurut Perppu 1959," jelas Oce.
ADVERTISEMENT
"Entah mengapa yang keluar justru gagasan Darurat Sipil berdasarkan Perppu 1959. Apa karena beban tanggung jawab pemerintah yang berat dalam UU Karantina Kesehatan, seperti yang sudah beredar, menanggung kebutuhan dasar rakyat? Kalau pakai Perppu memang enggak ada bebannya," lanjutnya.
Oce menilai jika Darurat Sipil yang nanti diterapkan merujuk Perppu 1959, akan bertolak belakang dengan penanganan Darurat Bencana. Sebab dalam Perppu itu dimaksudkan penertiban dengan dasar menjaga keamanan dan ketertiban umum.
"Jadi Darurat Sipil ala Perppu 1959 ini arahnya ke 'penertiban' dengan dalih keamanan/ketertiban umum, sementara Darurat Bencana atau Darurat Kesehatan ala UU 24/2007 dan UU 6/2018 arahnya ke 'menjamin kebutuhan dasar rakyat'," tutupnya.
---------
ADVERTISEMENT
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!