Jokowi Dinilai Perlu Reshuffle Kabinet untuk Hindari Kutukan Periode Kedua

5 Agustus 2020 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat terbatas perdana Presiden Joko Widodo bersama menteri kabinet Indonesia Maju menggunakan pembatas dari kaca akrilik di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/8).  Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Kris
zoom-in-whitePerbesar
Rapat terbatas perdana Presiden Joko Widodo bersama menteri kabinet Indonesia Maju menggunakan pembatas dari kaca akrilik di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/8). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Kris
ADVERTISEMENT
Belum genap setahun, kabinet pemerintahan Jokowi kerap dilanda isu reshuffle. Bahkan, Jokowi menyebut bisa saja melakukan reshuffle jika kinerja para menteri di tengah pandemi virus corona tak membaik.
ADVERTISEMENT
Bahkan dalam ratas yang digelar Senin (3/8) lalu, Jokowi kembali menyoroti kinerja para menterinya, dan menyebut ada beberapa menteri yang belum memiliki aura krisis di tengah pandemi.
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menilai reshuffle kabinet memang harus dilakukan. Menurut dia, reshuffle perlu dilakukan karena pemerintah perlu menghasilkan kebijakan atau solusi yang baik dalam menghadapi pandemi corona.
"Kalau saya melihat reshuffle itu sebuah keniscayaan. Pertama sesuai ekspektasi publik, kedua ya untuk kepentingan Jokowi sendiri. Kalau dia ingin berikan legacy, maka dia harus melakukan bongkar pasang di kabinetnya," ujar Burhanudin dalam webinar mengenai reshuffle kabinet yang digelar Jenggala Center, Rabu (5/8).
Alasan lain, Burhanudin menilai periode kedua Jokowi terlalu banyak melakukan akomodasi politik. Padahal, kini Indonesia tengah dilanda krisis, baik kesehatan maupun ekonomi. Reshuffle diperlukan agar menteri yang mengisi kabinet benar-benar punya kompetensi.
Burhanudin dalam paparan survei Pilgub DKI. Foto: Johanes Hutabarat/kumparan
"Karena di periode dua ini terlalu banyak akomodasinya. Kabinet kedua yang dia bentuk itu dibentuk di suasana non krisis, sekarang suasananya krisis. Perlu orang-orang yang out of the box dan tidak berpikir business as usual," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Burhanudin juga menilai reshuffle diperlukan untuk mencegah terjadinya kutukan di periode kedua pemerintahannya. Burhanudin menyebut, kondisi pemerintahan Indonesia mirip dengan Amerika Serikat.
Kutukan periode kedua yang dimaksud Burhanudin adalah tendensi kinerja pemerintahan Jokowi periode 2019-2024 akan lebih buruk dibanding periode pertama. Karena kinerja buruk, akhirnya tidak ada legacy yang ditinggalkan.
"Apa kepentingan Pak Jokowi dalam reshuffle? Ya untuk menghindari kutukan periode dua itu. Indonesia ini kan agak mirip di AS. Di AS ada 11 presiden yang terpilih berturut-berturut dan dari jumlah itu hanya ada 3 yang kinerjanya lebih baik dari di periode pertama," kata Burhanudin.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas mengenai perkembangan penyusunan Omnibus Law di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12). Foto: Dok. BPMI Setpres/Lukas
"Alasannya apa? Justru karena ketiadaan insentif elektoral di periode ketiga, mereka bekerja enak-enak saja. Jadi pemilu itu memberikan insentif agar pejabat publik bekerja lebih baik. Makanya 8 dari 11 itu performingnya lebih rendah," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Selain masalah reshuffle kabinet, Burhanudin mengingatkan Jokowi untuk mengambil kebijakan tidak populer yang dibutuhkan demi mencegah kutukan periode kedua.
Sementara untuk para menteri, dia berharap Jokowi dapat mendorong pembantunya untuk bekerja lebih baik lagi.
"Sekarang kita minta Pak Jokowi belajar dari pengalaman AS. Supaya bisa menghindar dari kutukan periode 2, lakukan kebijakan tidak populer tapi penting. Lalu kabinetnya harus bekerja sesuai bayangan dia, jangan santai-santai saja," ujarnya.

Jokowi Harus Siap dengan Banyak Kepentingan Jelang Akhir Periode Kedua

Burhanudin mengingatkan akan banyak kepentingan yang bermunculan di akhir periodenya nanti. Terlebih dengan para menteri yang punya latar belakang partai politik, sehingga saat ini perlu untuk diatasi, termasuk dengan cara reshuffle.
Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas membahas kesiapan dampak virus corona bersama sejumlah menteri kabinet di Istana Bogor. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
"Kalau approval Jokowi turun, itu saya kira partai-partai akan lari. Menteri-menteri akan sibuk dengan kesibukan di 2024. Jangan lupa partai pendukung Pak Jokowi juga ingin dicap sebagai pendukung yang approvalnya tinggi," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau gagal, partai-partai itu akan diam-diam meninggalkan gelanggang," imbuhnya.