Jokowi Tak Bahas Isu Korupsi di Pidato Kenegaraan, ICW Lontarkan Kritik

16 Agustus 2021 22:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi saat Pidato Kenegaraan.  Foto: Dok. Agus Suparto
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi saat Pidato Kenegaraan. Foto: Dok. Agus Suparto
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi sudah membacakan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI. Sejumlah hal disinggung Jokowi dalam pidato dalam rangka HUT ke-76 RI tersebut.
ADVERTISEMENT
Pandemi menjadi fokus bahasan Jokowi dalam pidatonya. Namun yang menjadi sorotan publik kemudian ialah tidak disinggungnya soal pemberantasan korupsi.
Sepanjang pidato Jokowi, hanya ada satu kata "korupsi". Hal itu pun merupakan kepanjangan dari akronim KPK yang dibacakan Jokowi yakni Komisi Pemberantasan korupsi.
Hal ini yang kemudian menjadi sorotan ICW.
"Dari sekian banyak halaman pidato kenegaraan itu, terdapat satu isu krusial, yakni hilangnya pembahasan terkait pemberantasan korupsi. Tentu ini mengindikasikan bahwa pemerintah kian mengesampingkan komitmennya untuk memerangi kejahatan korupsi," bunyi keterangan tertulis ICW, Senin (16/8).
Melihat hal tersebut dan dikaitkan dengan situasi terkini, ICW menilai akan sulit untuk tidak mengatakan bahwa masa depan pemberantasan korupsi semakin mengkhawatirkan.
ICW merujuk Indeks Persepsi Korupsi Transparency International tahun 2020. Peringkat dan IPK Indonesia justru semakin memburuk, dari angka 40 pada 2019, menjadi angka 37 pada 2020.
ADVERTISEMENT
Menurut ICW, hal ini telah menggambarkan secara gamblang kekeliruan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi. Sebab, alih-alih memperkuat upaya pemberantasan korupsi, yang terjadi justru sebaliknya.
"Pemerintah menjadi salah satu dalang di balik melemahnya agenda pemberantasan korupsi," kata ICW.
ICW menyebut bahwa dalam kurun waktu setahun terakhir, masyarakat dapat dengan mudah mengidentifikasi serangkaian kebijakan pemerintah yang bertolak belakang dengan agenda pemberantasan korupsi. Tak hanya itu, ICW menilai pemerintah juga bisa dipandang gagal dalam menangani pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama satu setengah tahun ke belakang.
"Untuk itu, Indonesia Corruption Watch menggarisbawahi empat hal pokok dari pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo," kata ICW.
Berikut poin dalam pidato Jokowi yang menjadi sorotan ICW:
ADVERTISEMENT
Pertama, pemerintah minim dalam menuntaskan tunggakan legislasi yang mendukung penguatan pemberantasan korupsi. Mulai dari Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, hingga Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terbengkalai begitu saja. Tidak hanya itu, Revisi Undang-Undang KPK yang dianggap pemerintah akan memperkuat lembaga antirasuah juga terbukti semakin mendegradasi performa KPK.
Kedua, pemerintah abai dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum. Penting untuk diingat bahwa secara hierarki administrasi, Presiden menjadi atasan dari seluruh penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK. Namun, sayangnya, Presiden seringkali absen dalam merespons sejumlah permasalahan yang terjadi. Misalnya, penanganan perkara yang penuh dengan konflik kepentingan di Kejaksaan Agung, menurunnya kinerja penindakan perkara korupsi di Kepolisian, dan serangkaian kontroversi kebijakan komisioner KPK.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pemerintah gagal dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Poin ini merujuk pada fenomena rangkap jabatan yang makin marak terjadi belakangan waktu terakhir. Data Ombudsman RI pada tahun 2019 menyebutkan setidaknya ada 397 Komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan. Padahal, berbagai regulasi, salah satunya Undang-Undang Pelayanan Publik secara jelas telah melarang praktik tersebut. Hal ini diperparah dengan pengangkatan mantan terpidana kasus korupsi pada jajaran komisaris anak perusahaan BUMN yaitu, Emir Moeis.
Keempat, pemerintah gagal dalam mengelola penanganan dan pemulihan pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Terlepas dari isu kesehatan dan ekonomi, ada sejumlah persoalan yang menyeruak ke tengah masyarakat. Mulai dari praktik korupsi bantuan sosial yang menjerat mantan Menteri Sosial, rencana vaksin berbayar, konflik kepentingan pejabat publik terkait obat Ivermectin, dan terakhir menyangkut kebijakan penetapan tarif pemeriksaan PCR yang sepatutnya ditinjau ulang termasuk aksesnya bagi masyarakat dengan kelas ekonomi lemah. Meskipun mulai ada perbaikan kondisi seperti penurunan bed occupancy ratio (BOR) pada fasilitas kesehatan, tetapi Indonesia pernah mencatat angka kematian harian tertinggi di dunia akibat Covid-19, yang mencapai 1.449 kasus pada 22 Juli 2021.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai permasalahan di atas lalu dikaitkan dengan pidato kenegaraan Presiden, menjadi wajar jika masyarakat kemudian mempertanyakan ulang keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.