Jokowi Tak Perlu Takut Ancaman Parpol untuk Terbitkan Perppu KPK

4 Oktober 2019 17:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
Para tokoh bangsa berkumpul di Galeri Cemara 6, Jalan H.O.S Cokroaminoto, Jakarta Pusat, Jumat (4/10). Mereka di antaranya mantan menteri Emil Salim, rohaniwan Franz Magnis-Suseno, advokat Albert Hasibuan, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, peneliti LIPI Mochtar Pabottingi, hingga eks pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki.
ADVERTISEMENT
Para tokoh bangsa itu mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, tanpa perlu menghiraukan ancaman partai politik. Perppu itu diperlukan untuk membatalkan UU hasil revisi yang dinilai melemahkan KPK.
"Mendukung dan mendorong Presiden untuk segera mengeluarkan Perppu untuk mengoreksi revisi UU KPK sehingga menguatkan komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi," ujar Mochtar mewakili para tokoh.
"Mengingatkan elite politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik serta mengancam Presiden," lanjutnya.
Mochtar mengatakan, Jokowi kini diancam oleh parpol terhadap rencana penerbitan Perppu KPK. Ancaman itu bahkan menyebut Jokowi bisa dimakzulkan apabila menerbitkan Perppu KPK.
Namun menurut Mochtar, informasi itu sangat tidak akurat dan menyesatkan publik.
ADVERTISEMENT
Sebab Mochtar menegaskan, penerbitan Perppu KPK merupakan hak konstitusional presiden yang jelas dasarnya dalam Pasal 22 UUD 1945. Pasal itu berbunyi 'dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang'.
Hal itu diperkuat MK dalam putusannya Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010. Dalam putusannya, kata Mochtar, MK menyebut ada tiga alasan lahirnya Perppu.
Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan UU. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Kalau pun UU tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan.
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
ADVERTISEMENT
"Dikeluarkannya Perppu merupakan langkah konstitusional menurut pertimbangan subjektif presiden, sehingga tidak akan dapat digunakan untuk menjatuhkan presiden. Terlebih, dalam sistem presidensil, kedudukan presiden sangat kuat," ucapnya.
"Presiden tak akan jatuh selain karena pelanggaran berat dan pidana yang berat, yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Itu pun melalui proses di Mahkamah Konstitusi," lanjutnya.
Sehingga Mochtar menilai, langkah sebagian elite politik yang mengemukakan isu-isu yang keliru kepada masyarakat merupakan langkah yang menyesatkan masyarakat.
"Dan juga seperti upaya memberikan ancaman kepada presiden oleh partai-partai politik," tutupnya.