Kabar Corona Dunia: Thailand Perketat Lockdown; Korut Tolak Bantuan Vaksin AS

13 Juli 2021 8:30 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Phuket Thailand Lockdown Foto: REUTERS/stringer
zoom-in-whitePerbesar
Phuket Thailand Lockdown Foto: REUTERS/stringer
ADVERTISEMENT
Pandemi virus corona belum berakhir. Masyarakat tak henti-hentinya diingatkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di Indonesia, perkembangan kasus corona juga terjadi di dunia. kumparan merangkum sejumlah perkembangan corona di dunia.
Apa saja beritanya, berikut rangkumannya;
Perketat Lockdown dan Jam Malam, Pemerintah Thailand Langsung Banjir Kritik
Mulai Senin (12/7/2021), Pemerintah Thailand memperketat lockdown dan memberlakukan jam malam. Keputusan itu diambil untuk menahan laju penyebaran virus corona.
Saat ini, Thailand mencatatkan 345 ribu kasus dan 2791 kematian akibat virus corona. Setengah dari kasus dan kematian muncul saat gelombang baru COVID-19 bermula pada April 2021.
Situasi pandemi COVID-19 di Thailand makin mengkhawatirkan akibat munculnya varian Alpha dan Delta. Dua varian itu lebih menular dibanding varian lain.
Demi mencegah semakin buruknya situasi, pengetatan lockdown dan jam malam akan berlaku di ibu kota Bangkok dan sembilan provinsi lain.
ADVERTISEMENT
Rencananya jam malam berlaku dari pukul 21.00 sampai 04.00 pagi setiap harinya. Polisi pun mendirikan beberapa pos pemeriksaan baru di sejumlah area di Bangkok.
Dengan pemberlakuan aturan baru ini, warga dilarang berkerumun lebih dari lima orang. Transportasi publik juga akan beroperasi sampai pukul 21.00.
Cuma swalayan, restoran, bank, apotek, toko elektronik yang bisa beroperasi di dalam mal. Toko lain diminta tutup.
Orang-orang tidur di bawah jembatan saat mereka menunggu tes penyakit virus corona (COVID-19) gratis di Bangkok, Thailand, Minggu (11/7). Foto: Soe Zeya Tun/Reuters
Kebijakan baru Pemerintah banjir cibiran warga. Beberapa warga menilai pemerintahan PM Prayuth Chan-O-cha tak becus menangani corona.
"Pemerintah memutuskan memberlakukan lockdown tapi tidak ada kompensasi bagi masyarakat," kata salah seorang pemilik restoran di Bangkok, Arphawan Larangam.
Seorang mahasiwa di Thailand, Jit, mengatakan pemerintah lamban memberlakukan lockdown. Pengetatan baru diambil setelah kasus makin melonjak akibat menyebarnya varian Delta.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah begitu lambat. Jika mereka ingin lockdown harusnya dilakukan lebih cepat," ucap Jit.
Vaksinator menyiapkan vaksin COVID-19 Sinovac dosis kedua sebelum disuntikan ke tenaga kesehatan saat Gebyar Vaksin COVID-19 di ITB, Bandung. Foto: M Agung Rajasa/ANTARA FOTO
Pengguna Sinovac dan Sinopharm Bisa ke Arab Saudi asal Divaksin Dosis Tambahan
Arab Saudi mengeluarkan aturan masuk baru untuk warga asing dan pendatang dari luar.
Mereka yang sudah disuntik penuh dosis vaksin Sinovac atau Sinopharm, diperbolehkan masuk ke Arab Saudi jika sudah menerima dosis tambahan dari vaksin yang diizinkan negara tersebut. Keputusan itu dikeluarkan otoritas Kesehatan Arab Saudi pada Minggu (11/7/2021).
Ketentuan tersebut tertuang pada situs Otoritas King Fahd Causeway. Otoritas itu merupakan pengelola jembatan penghubung antara Saudi dan Bahrain.
Dalam ketentuan baru, otoritas Saudi menyatakan vaksin yang disetujui pemakaian di Negeri Petro Dollar adalah Pfizer, AstraZeneca, Johnson & Johnson, dan Moderna.
ADVERTISEMENT
Selain dosis tambahan, syarat lain yang harus dipenuhi pemakai vaksin Sinovac dan Sinopharm adalah menyerahkan hasil tes PCR. Hasil diambil setidaknya 72 jam sebelum masuk Arab Saudi.
Beberapa negara di Timur Tengah seperti Bahrain dan Uni Emirat Arab adalah pemakai vaksin buatan China, Sinovac dan Sinopharm. Meski demikian, kedua negara itu sudah mengeluarkan izin pemberian dosis vaksin tambahan dari Pfizer hingga Moderna.
Biksu Buddha menerima dosis vaksin virus corona di sebuah kuil di Bangkok, Thailand. Foto: Chalinee Thirasupa/Reuters
Thailand Suntikan AstraZeneca untuk Dosis Kedua Pengguna Vaksin Sinovac
Thailand mengumumkan rencananya untuk menggabungkan penggunaan vaksin COVID-19 Sinovac dan AstraZeneca. Langkah ini diambil untuk meningkatkan perlindungan terhadap virus corona.
Dalam rencana tersebut, mereka yang telah divaksinasi dosis pertama dengan Sinovac akan menerima dosis kedua dengan AstraZeneca.
“Hal ini untuk meningkatkan perlindungan terhadap varian Delta dan membangun level imunitas tinggi terhadap penyakit tersebut,” ujar Menteri Kesehatan Thailand, Anutin Charnvirakul, pada Senin (12/7) sebagaimana dikutip dari Reuters.
ADVERTISEMENT
Sama seperti Indonesia, Thailand melaporkan sejumlah kasus infeksi COVID-19 pada tenaga kesehatan dan pekerja garda depan yang telah divaksinasi dengan Sinovac.
Kabar mengenai rencana pencampuran vaksin diumumkan usai Kementerian Kesehatan Thailand menyatakan bahwa sebanyak 618 dari 677.348 tenaga kesehatan yang sudah menerima dua dosis Sinovac, terkonfirmasi positif COVID-19 pada periode April hingga Juli.
Bahkan satu perawat meninggal dunia dan satu lainnya kini tengah dalam kondisi kritis.
Thailand juga berencana untuk memberikan suntikan dosis ketiga dengan menggunakan vaksin berbasis mRNA (seperti Pfizer/BioNTech atau Moderna) bagi para tenaga kesehatan yang sudah disuntik dua dosis Sinovac.
Suporter timnas Inggris. Foto: Facundo Arrizabalaga/REUTERS
WHO Kecewa Berat dengan Kerumunan Suporter di Final Piala Eropa di Inggris
Pimpinan Teknis untuk COVID-19 WHO, Maria Van Kerkhove, menyatakan kekecewaannya atas kerumunan suporter pertandingan final Euro 2020 di Inggris pada Minggu (11/7).
ADVERTISEMENT
Kerumunan yang bersorak-sorai, bernyanyi, dan berkumpul tanpa menggunakan masker berpotensi sangat tinggi dalam menyebarkan COVID-19, termasuk varian Delta.
Seperti diketahui, Inggris tengah mengalami peningkatan kasus yang disebabkan oleh menyebarnya varian yang pertama diidentifikasi di India itu. Bahkan, varian Delta telah menggantikan posisi varian Alpha sebagai strain yang dominan.
WHO terkenal jarang sekali memberikan komentar blak-blakan soal kebijakan individual tiap negara anggota.
Tetapi, Kerkhove membuka suara dan menyebut pemandangan perkumpulan 60 ribu suporter itu sebagai pemandangan yang “menyedihkan”.
“Apakah saya seharusnya menikmati menonton terjadinya penularan [virus corona] di depan mata saya sendiri?” ungkap Kerkhove dalam cuitan di akun Twitter resminya.
“Pandemi COVID-19 tidak istirahat malam ini … #SARSCoV2 #VarianDelta akan memanfaatkan orang-orang yang tidak divaksinasi, di lokasi kerumunan, tak bermasker, berteriak/bersorak/bernyanyi. Menyedihkan,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Kerumunan suporter tampak di pusat Kota London, Trafalgar Square, Leicester Square, dan juga di luar Wembley Stadium—lokasi berlangsungnya final Euro 2020 antara Inggris dan Italia.
Pendukung timnas Inggris tiba di Stadion Wembley pada laga final Euro 2020 antara Italia vs Inggris Foto: REUTERS/Henry Nicholls
Puluhan ribu pendukung memadati stasiun untuk berangkat menuju stadion, menyalakan flare dan bernyanyi di armada kereta.
Pada bulan ini, Perdana Menteri Boris Johnson membela keputusan diizinkannya lebih dari 60 ribu penonton untuk datang menghadiri final.
Menurut Johnson, final dilaksanakan dengan ”kehati-hatian dan terkendali, dengan melakukan testing terhadap seluruh orang yang menghadirinya”. Johnson juga menekankan bahwa vaksin COVID-19 telah membentuk “tembok imunitas”.
Nyatanya, dalam skala global, tingkat infeksi COVID-19 meningkat. Pekan lalu, tercatat penambahan kasus seluruh dunia hingga 2,6 juta infeksi. Eropa sendiri mengalami peningkatan infeksi tajam hingga 30%, menurut laporan WHO.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 4 juta orang meninggal dunia akibat COVID-19 sejak awal pandemi.
Direktur Program Gawat Darurat WHO, Mike Ryan, pada pekan lalu juga mendesak negara-negara untuk sangat berhati-hati dalam mencabut pembatasan kegiatan akibat COVID-19, supaya “tidak kehilangan kemajuan yang telah Anda peroleh”.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un melambai saat upacara untuk merayakan HUT ke-75 Partai Buruh Korut di Pyongyang, Korea Utara, Sabtu (10/10). Foto: KRT via AP
Korea Utara Tolak Bantuan Vaksin AS
Korea Utara menolak bantuan penanganan pandemi COVID-19 dari Amerika Serikat. Mereka menuduh bantuan AS adalah skema politik jahat.
Pernyataan tersebut disampaikan usai Korsel mengusulkan pemberian vaksin COVID-19 kepada Korut. Korsel, yang merupakan sekutu dekat AS, yakin bantuan akan mendorong perbaikan hubungan antara ketiga negara ini.
Merespons usulan tersebut, salah seorang pejabat senior Korut Kang Hyon-chol malah mengeluarkan kritikan tajam kepada AS. Ia yakin bantuan AS untuk memberikan tekanan pada masalah kemanusiaan di Korut.
ADVERTISEMENT
"Ini jelas tujuan utama adalah menghubungkan bantuan kemanusiaan dan masalah HAM. Mereka bertujuan menekan negara berdaulat agar niat skema politik jahatnya (AS) bisa tercapai," ," kata Kang seperti dikutip dari Reuters.
"Pada praktiknya banyak negara yang mengalami rasa pahit akibat menggantungkan banyak harapan pada skema bantuan AS," sambung dia.
Dalam beberapa kesempatan Pemerintah AS mengutarakan niat memberikan bantuan ke Korut. Namun, belum ada upaya nyata yang dilakukan untuk memberikan bantuan langsung.
Korsel turut menyatakan niatnya mengirimkan bantuan vaksin ke negara tetangganya. Hanya saja belum ada permintaan resmi yang disampaikan Korut.
Korut sampai saat ini tidak pernah memperlihatkan ketertarikan atas tawaran bantuan AS hingga Korsel. Pyongyang hanya menerima bantuan dari China dan Rusia.
ADVERTISEMENT