Kabar Terbaru untuk Pasien dengan Komorbid yang Ingin Divaksin Corona

25 Maret 2021 8:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 untuk warga lanjut usia (lansia) yang berusia 104 tahun di RS Vania, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/3).  Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 untuk warga lanjut usia (lansia) yang berusia 104 tahun di RS Vania, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/3). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) mengeluarkan rekomendasi terbaru terkait dengan kriteria pasien komorbid yang tidak layak untuk menerima vaksin CoronaVac buatan Sinovac Biotech, Ltd.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah perubahan dari kriteria sebelumnya, seperti pasien autoimun kini bisa menerima vaksinasi. Sementara mereka yang memiliki riwayat alergi, infeksi akut, dan imunodefisiensi primer dinilai masih tidak layak menerima vaksinasi.
Dalam surat rekomendasi tertanggal 18 Maret 2021, PAPDI membeberkan pasien komorbid mana saja yang tak layak untuk mendapatkan vaksin corona.
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksinasi COVID-19 pada warga lanjut usia (lansia) di RSUD Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (20/2). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Berikut penjelasan lengkap soal daftar penderita komorbid yang tak boleh sama sekali divaksin Sinovac:
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk usia lebih dari 59 tahun atau lansia, ada sejumlah kondisi juga yang menjadikan mereka tak layak untuk menerima vaksinasi COVID-19.
Untuk individu dengan usia lebih dari 59 tahun, kelayakan vaksinasi Sinovac ditentukan oleh kondisi frailty (kerapuhan) dari individu tersebut yang diperoleh dari kuesioner rapuh.

Penderita Komorbid Diminta Bawa Surat Dokter

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi. Foto: Kemkes RI
Kemenkes memperingatkan masyarakat kategori lansia, terlebih yang memiliki komorbid, harus betul-betul memperhatikan kondisinya sebelum vaksinasi. Jangan sampai, kejadian tak diinginkan terjadi karena penderita komorbid tak jujur kepada vaksinator.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan lansia penderita komorbid adalah kontrol dahulu ke dokternya masing-masing. Bagi yang memiliki riwayat penyakit kronis, harus menyertakan surat layak vaksin dari dokter.
ADVERTISEMENT
"Jadi baik yang punya penyakit jantung atau kelainan darah atau punya penyakit ginjal kontrol ke dokternya, pastikan dokternya bisa memberikan keterangan bahwa memang layak vaksin. Bisa dalam bentuk surat bahwa memang lansia tersebut dapat menerima vaksinasi," kata juru bicara Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, Rabu (24/3).
Infografik Waspada Strain Virus Baru COVID-19. Foto: kumparan
Sementara, apabila ada lansia atau dewasa yang memiliki penyakit komorbid seperti darah tinggi, asma, hingga gula darah, lebih baik diobati terlebih dahulu sebelum menjalani vaksinasi.
"Ini sebaiknya diobati terlebih dahulu dan nanti tentunya kalau sudah terkontrol dengan baik silakan datang ke fasilitas pelayanan kesehatan," kata Siti Nadia.
"Karena misalnya untuk tekanan darah sekarang ini batas atasnya sudah 180 per 110 ya, jadi cukup artinya yang kemarin sempat tunda, itu sebenarnya saat ini sudah bisa mendapatkan vaksinasi kembali," lanjutnya.
ADVERTISEMENT

Vaksin Tak Picu Kematian meski Penderita Komorbid

Proses vaksinasi COVID-19 bagi warga lansia yang berlokasi di Istora Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (8/3). Foto: PPID DKI Jakarta
Lalu muncul pertanyaan, apakah lansia penderita komorbid benar-benar bisa sampai meninggal usai divaksin corona?
Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof Hindra Satari menjelaskan, sebetulnya masalah komorbid itu bila seseorang terinfeksi COVID-19 prognosisnya akan lebih buruk, seperti kasus infeksi berat.
"Jadi kata kuncinya kalau kena komorbid, prognosis lebih buruk. Sekarang yang kita kasih (vaksin) sesuatu yang enggak bisa bikin COVID. Karena (Sinovac) virusnya dinonaktivasi, sementara AstraZeneca dibuat dengan genetiknya aja," jelasnya.
Justru ia menilai penderita komorbid punya risiko lebih tinggi, dan jika menderita COVID-19 akan lebih buruk. Maka dari itu, pasien komorbid ini harus divaksin. Namun, yang perlu digarisbawahi, komorbid mereka harus dalam keadaan terkendali.
ADVERTISEMENT
"Kita pengin dalam keadaan terkendali, supaya respons imun/ kekebalan, hasilnya sesuai harapan. Kita menyuntikkan orang yang 'sehat'. Jadi sebetulnya ada komorbid itu enggak apa divaksin, jadi bukan kontraindikasi vaksinasi," tuturnya.

Bawa Surat Dokter bagi Penderita Komorbid Bukan Aib

Ketua Komnas Pengkajian & Penanggulanan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (PP-KIPI) Hindra Irawan Satari memberikan keterangan pers terkait pengawalan keamanan vaksin COVID-19 di Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Prof Hindra pun kemudian mengingatkan penderita komorbid membawa surat keterangan dokter saat mengikuti vaksinasi corona. Dan jangan merasa surat tersebut sebagai aib.
"Membawa surat dokter tuh jangan [dianggap] jadi suatu aib atau masalah untuk mempersulit," kata Hindra.
Hal ini juga penting sebagai antisipasi apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau efek samping setelah menjalani vaksinasi. Sehingga, para vaksinator dapat mengambil langkah lebih hati-hati.
"Itu kaidah normal untuk orang sehat harus diperiksa tiap tahun. Ini kan untuk mengamankan, untuk tidak menggelisahkan, dan untuk tidak membingungkan semua pihak," jelas Hindra.
ADVERTISEMENT
Hindra menekankan bahwa penderita komorbid maupun masyarakat pada umumnya harus bertanggung jawab terhadap surat dokter masing-masing.
Di sisi lain, vaksinator tak bisa menolak pernyataan masyarakat yang tidak jujur. Kata Hindra, jika asumsi kesehatan yang disampaikan benar, maka harus dianggap benar.
"Kan kita vaksin bukan buat negara. Kita mau melindungi seseorang agar terhindar dari penyakit mematikan yang menimbulkan wabah ini, bukan buat gubernur atau bupati. Kita melakukan tindakan kepada yang bersangkutan (masyarakat), supaya tidak menularkan ke yang lain," pungkasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini:
ADVERTISEMENT