Cover Collection - LIPSUS  Kabinet Dalam Bahaya

Kabinet di Ambang Bahaya Corona

16 Maret 2020 11:50 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Coronavirus menembus ring-1 Istana. Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Coronavirus menembus ring-1 Istana. Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
“Ini guyonan sama Pak Presiden, ya. Insyaallah COVID-19 tidak masuk ke Indonesia karena setiap hari kita makan nasi kucing. Jadi kebal.” – Budi Karya Sumadi
Gurauan itu dilontarkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di sela pidatonya pada satu acara di Yogyakarta, 17 Februari 2020. Saat itu, Indonesia belum punya satu pun kasus corona.
Sebulan kemudian, 14 Maret, Budi Karya dinyatakan positif COVID-19. Ia jadi anggota kabinet Indonesia pertama yang terjangkit corona. Sementara angka infeksi coronavirus di Indonesia telah mencapai 117 orang—hanya dalam dua pekan.
“Semalam memang banyak tamu VVIP di RSPAD,” kata salah satu staf menteri, Sabtu (14/3).
Ke rumah sakit kepresidenan itulah Budi Karya dirujuk setelah sebelumnya mengalami sesak napas ketika dirawat di rumah sakit lain.
“Dia memang punya penyakit asma dari dulu,” ujar seorang koleganya di lingkaran Istana.
Penyakit bawaan itu diduga membuat Budi Karya rentan tertular corona. Terlebih, sebagai Menteri Perhubungan, ia aktif mengecek sejumlah pintu masuk RI guna mencegah penyebaran COVID-19.
Ia juga ikut menyambut kedatangan 69 WNI ABK Diamond Princess di Bandara Kertajati, Majalengka. Di kapal pesiar itu, tak kurang dari 700 penumpang dan awaknya terinfeksi corona. Itu sebabnya ABK WNI di kapal itu dievakuasi dan dipulangkan ke Indonesia, kecuali 8 orang yang diketahui positif terjangkit COVID-19.
“Keterlibatan beliau besar, dan tugas beliau banyak dalam penanganan (corona),” ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Dari mana Budi Karya tertular corona, tak diketahui pasti. Apalagi kontaminasi virus bisa datang dari mana saja. “Bisa dari droplet langsung atau droplet yang sudah menempel di tempat-tempat tertentu,” ujar Tri Yunis Miko, ahli epidemiologi Universitas Indonesia.
Droplet ialah percikan air dari mulut atau hidung seperti batuk dan bersin.
Pengumuman Istana bahwa salah satu menterinya tertular corona, tak ayal membuat sirene tanda bahaya berbunyi kencang. Terlebih, baru tiga hari sebelumnya, Rabu (11/3), Budi Karya menghadiri rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, yang diikuti oleh selusin menteri dan pejabat negara, termasuk Presiden Jokowi.
Coronavirus COVID-19—yang angka kematiannya di Indonesia mencapai 4,3 persen atau lebih tinggi dari rata-rata dunia di angka 3,4 persen—tak pelak mengancam kabinet Jokowi. Terlebih, corona punya banyak jalur penularan.
Penularan langsung lewat droplet (percikan air dari mulut atau hidung seperti batuk dan bersin), misalnya, dapat mencapai jarak 1-2 meter, bahkan 4,5 meter menurut riset terbaru tim ahli epidemiologi Tiongkok.
Sementara penularan tak langsung lewat sentuhan di permukaan benda yang terkontaminasi corona, amat mungkin terjadi karena SARS-CoV-2—nama virus tersebut—dapat bertahan di udara selama 30 menit, sehingga memungkinnya untuk menempel ke berbagai objek.
Menhub Budi Karya Sumadi (kiri) saat menghadiri rapat kabinet terbatas, Rabu (11/3). Foto: Instagram/@sekretariat.kabinet
Minggu (15/3), sehari usai pernyataan Istana soal Budi Karya Sumadi, menteri-menteri kabinet Jokowi bergiliran mendatangi RSPAD Gatot Soebroto untuk melakukan tes corona. Mulai Menristek Bambang Brodjonegoro, Menteri LHK Siti Nurbaya, Mendagri Tito Karnavian, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menpora Zainudin Amali, Menteri BUMN Erick Thohir, Menkominfo Johnny G. Plate, Menko Maritim Luhur Binsar Panjaitan, sampai Menko Polhukam Mahfud MD.
“Semua kontaknya (Budi Karya) sedang kami tracing (telusuri). Setelah ketemu, kami pisahkan. Mana yang positif (corona) dengan keluhan, atau positif tanpa keluhan,” kata Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah RI untuk Penanganan Corona, di Istana Kepresidenan.
Untuk yang hasil tesnya positif corona tanpa keluhan, ia dapat melakukan isolasi mandiri di rumah (self-isolation) sehingga bisa bekerja dari rumah di bawah pemantauan petugas medis. Sedang untuk yang terdeteksi positif corona dengan gejala, ia akan dirawat di rumah sakit.
Menurut Tri Yunis Miko, tes corona mestinya tak berhenti di menteri-menteri, tapi juga jajaran dirjen di kementerian terkait. “Untuk menjamin para eksekutif itu sehat. Apalagi kalau mau memberikan pelayanan kepada publik.”
Coronavirus COVID-19 menginfeksi seorang anggota kabinet. Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
Tes corona bagi menteri terhitung penting karena berdasarkan demografi anggota kabinet Jokowi, sebagian dari mereka masuk usia rawan terserang SARS-CoV-2—nama jenis coronavirus terbaru ini.
Virus corona lebih mudah menyerang mereka yang sudah berumur. Semakin tua seseorang, semakin ia rentan terhadap corona. Sementara kabinet Jokowi didominasi oleh menteri-menteri berusia 60-an dan 50-an. Ada pula yang berumur 70-an tahun.
Pemeriksaan corona terhadap para menteri—yang punya seabrek kegiatan dan agenda kunjungan—jadi krusial karena simtom corona tak selalu terlihat.
Seseorang yang memiliki daya tahan tubuh tinggi, bisa saja positif corona namun tetap sehat, tak demam, dan dapat beraktivitas seperti biasa. Tapi artinya, ia menjadi carrier. Ia membawa virus itu di tubuhnya, dan bisa menularkannya ke orang lain yang punya imunitas lemah. Inilah yang mesti diwaspadai.
Saat ini, hasil tes corona sebagian menteri sudah keluar. Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Kepala BPN Sofyan Djalil dinyatakan negatif corona.
Selain tes corona, sebagian menteri juga mulai bekerja dari rumah secara online, seperti instruksi Jokowi untuk mengantisipasi potensi meluasnya penularan virus corona. Minggu sore, misalnya, Menkeu Sri Mulyani menggelar rapat koordinasi via konferensi video.
Ahli hukum tata negara Bvitri Susanti menyatakan, kebijakan bekerja dari rumah yang kini ikut digalakkan pemerintah adalah tepat. Kegiatan umum memang mesti dibatasi untuk mengatasi pandemi corona. Lagi pula, lanjutnya, aktivitas seremonial menteri bukan perkara primer.
“Seremoni enggak perlu dulu—dan enggak penting dalam tata hukum negara. Yang dibutuhkan itu dokumennya—surat keputusan, surat edaran, instruksi presiden, peraturan pemerintah; tanda tangan dan surat-menyurat dalam hukum administrasi negara,” ujar Bvitri.
Sebelum Jokowi mendorong bekerja dan belajar dari rumah, beberapa kepala daerah telah lebih dulu menyerukan hal itu.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi yang pertama mengumumkan major social distancing dengan menutup seluruh destinasi wisata dan tempat hiburan milik Pemprov DKI, serta menutup semua sekolah di Jakarta.
Langkah-langkah itu diambil untuk mengurangi interaksi sosial yang berisiko menjadi medium penularan COVID-19. Terlebih, Jakarta merupakan kota dengan jumlah penduduk terinfeksi corona paling banyak di Indonesia. Itu belum termasuk suspect.
“Pada 1 Maret, jumlah Orang Dalam Pemantauan (di Jakarta) adalah 129 orang. Per 12 Maret, jumlahnya menjadi 586 orang. Adapun Pasien Dalam Pengawasan pada 1 Maret ada 39 orang, tanggal 12 Maret ini menjadi 261 pasien. Dan… yang confirmed COVID-19, penyebarannya di Jakarta mulai merata,” kata Anies dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta.
Peta sebaran coronavirus COVID-19 di Jakarta. Foto: Dok. Pemprov DKI Jakarta
Anies mengingatkan, meski anak-anak tak banyak terjangkit corona, mereka berpotensi menjadi carrier (perantara) yang menularkan virus tersebut antar-orang dewasa.
Semisal, SARS-CoV-2 menempel pada tubuh satu anak dari seorang dewasa di rumahnya. Kemudian ketika anak itu sampai di sekolah, virus yang memboncenginya itu bisa “melompat” ke tubuh orang dewasa lain yang berada di dekatnya.
Itu sebabnya Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk mengalihkan proses belajar mengajar di sekolah menjadi jarak jauh selama dua minggu.
Periode dua minggu atau 14 hari dinilai ideal untuk memutus rantai penyebaran corona. Sebab, menurut WHO dan sejumlah penelitian lain, 1 sampai 14 hari ialah waktu yang diperlukan bagi COVID-19 untuk menunjukkan keberadaannya di tubuh seseorang. Ini disebut juga masa inkubasi, yakni ketika penyakit masuk ke dalam tubuh dan memperlihatkan gejalanya.
Artinya, butuh 14 hari untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi corona atau tidak. Oleh karenanya, selama dua pekan itu, interaksi sosial masyarakat perlu dibatasi secara serentak, dan masing-masing orang beraktivitas di rumah saja. Sepanjang periode ini, mereka yang menampakkan gejala sakit dapat segera memeriksakan diri ke dokter.
Namun, bila seseorang bepergian pada hari ke-10 dan tertular corona di destinasi tersebut, maka pada hari ke-14 bisa jadi ia belum menampakkan tanda-tanda sakit meski virus telah bersarang di tubuh. Dengan demikian, kebijakan pembatasan sosial dua pekan jadi tak efektif bila banyak orang mengabaikannya.
Sosialisasi cegah corona oleh siswa Solo. Foto: ANTARA/Maulana Surya
Setelah sejumlah daerah seperti Jakarta dan Surakarta mengumumkan kebijakan major social distancing, pemerintah pusat—sehari setelah menyatakan Menhub terjangkit corona—juga meminta seluruh daerah untuk menentukan status darurat corona.
Hari sebelumnya, pemerintah lewat juru bicara penanganan corona Achmad Yurianto juga mengumumkan coronavirus sebagai bencana nasional. Ini sekaligus sebagai tanggapan atas surat Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, yang meminta Jokowi untuk mendeklarasikan darurat nasional virus corona.
Yurianto mengatakan, corona bukan lagi darurat nasional, melainkan bencana nasional. Jokowi pun mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona yang dipimpin oleh Kepala BNPB Doni Monardo.
Beberapa pihak menyayangkan sikap Jokowi yang seolah baru menyeriusi perkara corona ketika virus itu berhasil menyusup ke Istana lewat salah satu menterinya. Namun, Doni Monardo meminta semua pihak untuk tidak saling menyalahkan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten