Kabur dari Faskes Corona dan Tolak Vaksin di DKI Didenda Maksimal Rp 50 Juta

19 Oktober 2020 17:39 WIB
comment
34
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sputnik V, vaksin virus corona dari Rusia. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sputnik V, vaksin virus corona dari Rusia. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Perda penanggulangan corona di Jakarta akhirnya disahkan oleh DPRD DKI. Dalam perda ini, diatur sanksi bagi warga yang menolak bekerja sama dalam penanganan corona.
ADVERTISEMENT
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Pantas Nainggolan menyebut, salah satu contoh tindakan yang bakal didenda yakni jika ada warga yang kabur dari fasilitas kesehatan penanganan corona.
"Yang melarikan diri dari fasilitas kesehatan. Itulah yang diancam, dan sekali lagi itu ancaman pidana denda yang kita cantumkan itu adalah maksimal," ujar Pantas di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (19/10).
Foto aerial suasana Wisma Atlet Pademangan di Jakarta, Minggu (27/9). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Dalam Perda, denda maksimal yang diatur yakni Rp 50 juta.
Selain itu, tindakan lain yang bakal dikenakan sanksi yakni jika ada penarikan jenazah corona secara paksa oleh keluarga. Juga sanksi pada warga yang menolak pemberian vaksin oleh pemerintah.
"Nah jadi sanksi ini pun terbatas, sanksi pidana ini terbatas yang menarik jenazah secara paksa. Nah itu yang salah satunya, kedua yang menolak dilakukan pengobatan ataupun vaksinasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau vaksinnya nanti sudah ditemukan. Jadi pemerintah akan gencar melakukan vaksinasi. Maka harapan kita supaya betul-betul tumbuh imunitasnya, maka pemerintah punya kewajiban untuk melakukan vaksinasi kepada masyarakat," lanjutnya.
Pantas Nainggolan. Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
Nantinya sanksi pidana ini akan diputuskan oleh hakim. Yang jelas, denda yang dijatuhkan tak bisa melewati batas maksimal di perda. Namun bisa kurang dari aturan Perda.
"Tidak bisa lebih, kalau kurangnya itu terserah kepada pertimbangan hakim, bisa saja melihat situasi, hakim mungkin tidak menghukum tidak apa-apa. Membebaskan, bisa. Bisa juga melihat kondisi mungkin hanya Rp 50 ribu," jelasnya.