Kadis LHK Aceh: Prabowo Pahlawan karena Beli Aset Lokal

20 Februari 2019 14:23 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga sedang menyadap getah di Areal PT Tusam Hustani Lestari (THL) di Aceh Tengah. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Warga sedang menyadap getah di Areal PT Tusam Hustani Lestari (THL) di Aceh Tengah. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernyataan capres nomor urut 01 Joko Widodo soal lahan milik capres nomor urut 02 Prabowo Subianto di Aceh menjadi perbincangan. Terkait status lahan milik Prabowo itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Syahrial menyebut Prabowo sebagai pahlawan karena dinilai telah menyelamatkan aset dalam negeri, sehingga tidak dikuasai oleh investor luar.
ADVERTISEMENT
Syahrial menjelaskan, pada tahun 1990-an PT Tusam Hutani Lestari (THL) dikelola dari hasil patungan dengan pihak ketiga, yang dominasi sahamnya dikuasai mereka. Kala itu, perusahaan memiliki tunggakan kepada negara atas pinjaman dana reboisasi.
Saat krisis moneter pada periode 1998, Prabowo kemudian mengambil alih aset PT Tusam Hutani Lestari.
“Pada saat itu, seluruh investor mendatangkan duit. Pengusaha-pengusaha banyak membawa duit ke luar negeri, justru beliau pada saat itu membeli aset yang dikuasi oleh Hutani Lestari,” kata Syahrial saat ditemui kumparan, Rabu (20/2).
Syahrial menegaskan tidak ada permasalahan izin antara Prabowo dengan pemda. Sehingga ia kembali menyebut Prabowo sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan aset lokal dari tangan investor luar.
“Justru menurut saya beliau itu pahlawan. Maaf, (maksud) saya tidak ke sana ke mari. Orang lain membawa ke luar, dia justru berinvestasi di situ, membeli aset-aset lokal. Kalau uangnya dari mana saya tidak tahu. Yang jelas beliau menginvestasikan uangnya di sana,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Syarial mengaku tidak tahu persis apakah Prabowo membeli perusahaan tersebut langsung ke pihak perusahaan atau melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). PT THL, kata dia, statusnya bukan Hak Guna Usaha (HGU). Melainkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau sekarang disebut Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK).
PT THL meliputi tiga wilayah, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, dan sebagian di wilayah Gunung Salak, Aceh Utara. Sejak tahun 1993, PT THL telah menanam pinus, dan saat ini kayu itu masih sedang dipelihara.
“Saat ini untuk menjalankan roda usaha mereka baru menyadap getah kebetulan cukup bernilai. Itu yang dijalankan untuk menghidupi perusahaan tersebut,” tuturnya.
Syahrial mengatakan tidak ada perambahan atau illegal logging di sana. Aktivitas di PT THL saat ini adalah produksi getah dari tanaman pinus.
ADVERTISEMENT
“Kalau batang ditebang tidak ada lagi getah. Sementara mereka memanfaatkan getah itu untuk kebutuhan komersil,” ujarnya.
Warga sedang mengangkat getah yang telah dikumpulkan di Areal PT Tusam Hustani Lestari (THL) di Aceh Tengah. Foto: Dok. Istimewa
Pada kesempatan terpisah, Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur menjelaskan, PT THL memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) berdasarkan SK.556/KptsII/1997 dengan luas areal kerja 97.300 hektare. Izin tersebut akan berakhir pada tanggal 14 Mei 2035.
Lebih lanjut, Nur menjelaskan PT THL berkewajiban menyediakan dan memasok bahan baku kayu kepada industri hasil hutan, yaitu PT Kertas Kraft Aceh (KKA). Dalam rentang waktu 15 tahun terakhir, PT THL tidak melakukan operasi secara normal sehingga diarahkan untuk memasok kebutuhan kayu lokal. Namun, arahan itu tidak digubris oleh pihak perusahaan.
PT THL juga telah mendapat teguran dari Kesatuan Pengelola Hutan (KHP) Bener Meriah atas kelalaiannya karena telah memberi ruang bagi warga untuk melakukan pelanggaran di areal tanah yang berada di bawah tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
“Makanya Walhi Aceh meminta pemerintah untuk dapat mengevaluasi kembali izin PT THL yang masih berlaku hingga 2035 mendatang. Ideal dicabut saja daripada dia digantung," kata Nur.
Walhi Aceh telah mendiskusikan kasus itu bersama Dinas Kehutanan Kabupaten Bener Meriah serta Kesatuan Pengelola Hutan (KHP) Wilayah II yang berkantor di Bener Meriah. KPH wilayah II sudah berulang kali memberi teguran kepada PT THL. Karena menelantarkan areal izin, PT THL dinilai sudah sepatutnya mendapatkan sanksi.
Sebagian besar areal kerja PT THL berada di Kabupaten Bener Meriah dan sisanya di Kabupaten Aceh Tengah. Pada tahun 2014, alokasi kayu untuk PT THL sebesar 53.000 m3, karena perusahaan tidak mampu meningkatkan kinerjanya. Kemudian pada tahun 2016, alokasi kayu diturunkan menjadi 35.000 m3 setelah mendapatkan izin potong dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Namun dari jumlah alokasi tersebut, PT THL hanya mampu memproduksi sekitar 700 m3.
“PT THL belum mampu menunaikan kewajibannya atas areal yang telah diberikan izin oleh pemerintah. Sebaliknya, PT THL dianggap lalai dalam menjaga areal kerja sehingga telah terjadi aktivitas ilegal. Kehadiran PT THL telah membatasi ruang bagi wilayah kelola masyarakat di Bener Meriah,” kata dia.