Kajian Vaksin Sinovac Selesai, MUI Siapkan Fatwa dan Sertifikasi Halal

7 Desember 2020 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Foto: Menko PMK
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Foto: Menko PMK
ADVERTISEMENT
1,2 juta dosis vaksin corona Sinovac telah tiba di Indonesia dan tengah disimpan oleh Bio Farma. Selanjutnya, pemerintah tengah merampungkan urusan sertifikasi halal vaksin yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
ADVERTISEMENT
Menko PMK Muhadjir Effendy menjelaskan, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI telah menyelesaikan kajian mereka terkait persyaratan kehalalan vaksin Sinovac.
"Perkembangan persyaratan halal vaksin Sinovac dilaporkan kajian BPJPH dan LPPOM MUI telah selesai dan telah disampaikan untuk pembuatan fatwa dan sertifikasi halal oleh MUI," ujar Muhadjir dalam konferensi pers virtualnya, Senin (7/12).
Meski Sinovac telah dipastikan kehalalannya oleh MUI, Muhadjir menyampaikan dalam situasi darurat, agama Islam sebenarnya tak melarang penggunaan vaksin tidak halal. Hal itu dilakukan untuk menghindarkan diri dari ancaman penyakit seperti COVID-19.
Petugas memasukkan kontainer berisi vaksin Sinovac ke pesawat di Bandara Beijing Capital International, China, Minggu (6/12). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Setpres
"Seandainya ya mohon maaf tidak ada satu pun vaksin di dunia yang berstatus halal, maka bukan berarti tidak boleh dipakai. Meski statusnya tidak halal, kalau itu dimaksudkan untuk menghindari kegawatdaruratan maka itu wajib digunakan," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Namun, sifatnya akan menjadi wajib jika di dunia sudah tersedia vaksin corona yang halal.
"Tetapi kalau memang ada vaksin bisa berstatus halal, maka harus lebih dipilih. Tidak boleh ketika dihadapkan pilihan antara vaksin tidak halal dan vaksin halal, kemudian kita memilih yang tidak halal itu tidak boleh," ucap Muhadjir.
Selanjutnya, pemerintah mulai menyiapkan pendistribusian vaksin tersebut untuk ke setiap daerah. Vaksinasi akan diprioritaskan kepada kelompok-kelompok tertentu, seperti tenaga medis hingga TNI/Polri.
"Sesuai dengan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional, prioritas yang diberikan imunisasi. Pertama, mereka yang berada di garis depan, petugas medis, nonmedis, TNI, Polri. Kedua, kelompok risiko tinggi, pekerja termasuk pedagang pasar, pelayan toko atau pramuniaga, dan mereka di sektor industri para karyawan dan pegawai," ungkap Muhadjir.
ADVERTISEMENT