Kakek di Sulsel Dipidana karena Tebang Pohon Hutan Lindung, Kejagung Klarifikasi

23 Februari 2021 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus pemidanaan seorang kakek bernama Natu di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), karena menebang pohon jati di kawasan yang diklaim pemerintah sebagai hutan lindung, menimbulkan pertanyaan soal keadilan bagi rakyat kecil. Sebab Natu menyatakan pohon jati yang ditebang berada di kebunnya.
ADVERTISEMENT
Tak ayal, kasus ini memunculkan tudingan kriminalisasi terhadap Natu. Terlebih, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menerbitkan surat edaran agar jaksa menuntut berdasarkan hati nurani. Sehingga kasus-kasus yang menjerat masyarakat kecil tak perlu dipidana.
Demi meredam simpang siur dan menjawab tudingan kriminalisasi, Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan klarifikasi.
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyatakan dalam kasus ini terdapat 3 terdakwa yakni Natu, Ario Permadi, dan Sabang. Kasus itu ditangani Kejaksaan Negeri Soppeng, Sulsel.
Ilustrasi Kejaksaan Agung. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Leonard menyatakan, awal mula kasus ini ketika Natu bersama Ario dan Sabang memasuki kawasan hutan lindung Laposo Niniconang di Kelurahan Bila, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng.
Ketiganya, kata Leonard, menebang kayu jenis Jati Merah (tektona grandis) sebanyak 55 pohon. Leonard menyebut para terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak berwenang untuk menebang pohon tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jumlah barang bukti yang ditebang oleh para Terdakwa sebanyak 55 pohon kayu jati merah kemudian sudah diolah menjadi 266 batang balok berbagai ukuran dengan ukuran panjang minimal 3 meter hingga 11 meter," ujar Leonard dalam keterangannya, Selasa (23/2).
Menurut Leonard, penjelasan bahwa kawasan tersebut merupakan hutan lindung telah dijelaskan ketua RT setempat, 2 saksi dari Polisi Kehutanan, lurah, serta 3 ahli di bidang kehutanan saat persidangan.
Sehingga Natu dan 2 terdakwa lain dinilai melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf b jo Pasal 82 ayat (2) UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Leonard menegaskan saat sidang tuntutan, jaksa telah melakukan penuntutan seringan mungkin berdasarkan beberapa pertimbangan. Di antaranya Natu telah berusia lanjut dan kayu-kayu tersebut bukan untuk dijual.
ADVERTISEMENT
"Terhadap para Terdakwa dituntut dengan hukuman yang paling ringan yaitu pidana penjara selama 4 bulan. Lalu diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Watansoppeng dengan putusan 3 bulan penjara. Setelah pembacaan putusan pada tanggal 19 Januari 2021 para Terdakwa melalui Penasihat Hukum menyatakan banding," ucapnya.
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, Leoanard menegaskan Kejaksaan tidak melakukan kriminalisasi terhadap Natu.
Ilustrasi hutan. Foto: Pixabay
"Terhadap perkara ini Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan kriminalisasi melainkan murni penegakan hukum sesuai Undang-undang," tegasnya.
"Bahwa kawasan hutan tersebut sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan lindung telah dilakukan sosialisasi yang melibatkan aparat desa tentang daerah tersebut masuk kawasan hutan lindung namun masyarakat tersebut tidak ada yang keberatan," tutupnya.