Kala Guru Berbagi Trik Mengajar di Temu Pendidik Nusantara

27 Oktober 2019 17:20 WIB
comment
40
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Hastuti, peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sri Hastuti, peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
ADVERTISEMENT
Selain bahan ajar, guru juga dituntut untuk memahami kondisi siswanya. Agar, suasana kelas menjadi menyenangkan hingga akhirnya membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Untuk mencapai tujuan ini, guru mencoba berbagai macam metode untuk menarik perhatian siswa.
ADVERTISEMENT
Pengalaman-pengalaman tersebut dibagikan oleh guru-guru peserta Temu Pendidik Nusantaran (TPN) 2019 yang diinisiasi oleh Kampus Guru Cikal (KGC). Mereka mencoba memberikan cara baru untuk memperkaya metode mengajar untuk peserta lainnya, mulai dari menggunakan biskuit hingga kartu domino.

Herdi Indra Fiyanto, Guru SDN 2 Tlekung, Sunrejo, Kota Batu, Jawa Timur

Herdi Indra Fiyanto, peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Selama sedasa menjadi guru SD, Herdi mempunyai minat yang tinggi dalam bidang antariksa. Akan tetapi, anak-anaknya tidak demikian. Mereka jarang membaca buku terkait materi tersebut.
Untuk meningkatkan minat baca tersebut, ia menggunakan biskuit (Oreo) untuk mengajar materi fase bulan untuk anak kelas 4.
"Biasanya kita mengajar materi ini dengan pakai kit (perangkat pembelajaran tata surya), tapi anak-anak tidak mendapatkan gambaran nyata tentang fase perubahan bulan," ungkap Herdi kepada kumparan di Sekolah Cikal Serpong, Jumat (25/9).
Sejumlah peserta TPN 2019. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Herdi memilih biskuit tersebut karena anak-anak suka dengan kudapan itu. Selain itu, makanan kecil tersebut bisa dengan mudah didapatkan.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, biskuit tersebut dimodifikasi dengan menghilangkan krim di dalamnya, disesuaikan dengan fase atau kondisi bulan.
"Kalau fase bulan hilang, maka krimnya dihilangkan semuanya, tapi kalau sedang sabit krim putihnya diberi sedikit," tambah Hendri di lokasi.
Berkat percobaan ini, Herdi mengklaim anak-anaknya mulai melirik buku bertema ruang angkasa.

Sri Hastuti, Guru Matematika SMK Negeri Sijunjung, Sijunjung, Sumbar

Sri Hastuti, peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sri Hastuti, peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Sri kerap frustrasi ketika berada di kelas karena minat siswanya terhadap matematika sangat rendah. Bahkan siswanya mempunyai anggapan pelajaran tersebut tidak penting. Sebab, mereka banyak belajar soal mesin dan mekanik. Kebetulan, SMK yang diajar Sri merupakan rumpun mesin dan otomotif.
"Kan jadinya emosi kalau begitu, apalagi banyak yang cabut-cabut (bolos kelas) mereka," kenang Sri.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Sri mencoba mengikuti pelbagai pelatihan. Meski begitu, pelatihan tersebut tidak mengakomodasi kebutuhannya. Malah, memperbanyak beban mengajar. Hingga akhirnya memutuskan bergabung dengan Komunitas Guru Belajar Sijunjung.
Dari komunitas tersebut, ia tercetus untuk mengajar materi matematika, limit, dengan kartu domino. "Ya seperti mencocokkan, kalau domino itu kan yang sama disambungkan (jumlah titik atau bentuknya)," tambah Sri.
Untuk itu, dia membuat soal dan jawaban dalam bentuk domino. Tugas siswa adalah mencocokkandomino soal dengan domino jawaban secara berkelompok. Kelompok yang sisa kartu dominonya paling banyak, maka akan kalah.
"Karena dibuat secara tim, maka mereka termotivasi dengan permainan ini," tandas Sri.

Usman Djabar Guru Bimbingan dan Konseling di SMA N 20 Gowa, Gowa, Sulsel

Usman Djabar peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Di sekolahnya, Usman mengamati, dari 72 siswanya yang lulus, hanya 8 atau 9 orang saja yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Sisanya kebanyakan bekerja menjadi kuli bangunan.
ADVERTISEMENT
Untuk menggali potensi anak tentang masa depannya, ia mengenalkan permainan congklak untuk meningkatkan kemampuan membuat keputusan dan strategi berpikir anak.
"Dalam permainan ini, siswa dilatih untuk mengatur permainan. Termasuk memutuskan teman mana yang dipilih," jelas Usman kepada kumparan di Sekolah Cikal Serpong, Jumat (25/9).
Misal, Usman mencontohkan, jika seorang siswa akan menjadi pengusaha, maka dia harus memilih tim mana yang bisa bergabung. "Anak diajak berlatih berpikir dan memutuskan strategi mana yang akan dipilih," tambah Usman.
Congklak merupakan permainan tradisional dengan 16 lubang, dan setiap lubanya diisi dengan batu atau biji-bijian. Batu tersebut dibagi-bagikan ke dalam kotak. Pemain dengan batu terbanyak maka akan menang.

Windiati Nurhasanah, guru di SDN 12 SKPD SP 4 Pandan Belian Sintang, Sintang, Kalbar

Windi Nurhasanah peserta TPN. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Sejak diangkat menjadi guru pada 1998, Windi, sapaan akrabnya hanya mengajar dengan metode ceramah. Atau, menerangkan di depan kelas tanpa ada permainan yang interaktif. Ia merasa seperti katak dalam tempurung karena metode mengajarnya tidak berubah.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya, dia menyadari setelah mengikuti kegiatan di Kegiatan Guru Belajar Sintang sekitar 2017. Ia mendapatkan sebuah sudut pandang baru. Bahwa, anak itu mempunyai potensi, tugas guru adalah mengarahkannya.
"Kalau dulu itukan siswa 4D (Datang, Duduk, Diam, dan Dengar), kalau sekarang mereka harus aktif," ujar Windi kepada kumparan di Sekolah Cikal Serpong, Jumat (25/9).
Guru peserta TPN di Sekolah Cikal Serpong. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Untuk itu, ia lebih banyak pertanyaan kepada siswa tentang apa yang ingin dipelajari. Misalnya soal materi listrik. Windi akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari tahu alat apa saja yang bisa digunakan sebagai media praktik.
"Jadi dengan metode ini, anak tetap terarah dan tidak terlalu kaku dalam mengikuti petunjuk pemerintah (modul ajar)," tutup Windi.
TPN 2019 menghadirkan 1.000 guru dari 120 daerah di Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta, 25-27 Oktober 2019. Di sini para guru saling berbagi, belajar, dan menguatkan satu sama lain untuk memperluas perjuangan dalam bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT