Kala PBB dan Hanura Tanggapi Bergabungnya PAN ke Koalisi Jokowi

6 September 2021 7:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Pimpinan Parpol di Istana, Rabu (25/8). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Pimpinan Parpol di Istana, Rabu (25/8). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi mengumpulkan Ketua Umum partai koalisi pada Rabu (25/8). Dalam pertemuan itu, turut hadir Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
ADVERTISEMENT
Padahal ketika itu, PAN statusnya berada di luar pemerintah. Namun, usai pertemuan berakhir, terungkap hadirnya PAN dalam pertemuan itu karena mereka telah resmi bergabung dalam koalisi Jokowi.
Alasan PAN bergabung dengan koalisi Jokowi menimbulkan teka-teki. Jika menilik ke belakang, bukan kali ini saja PAN bergabung dengan koalisi Jokowi meski sempat menjadi oposisi. Ini kali kedua mereka bergabung dengan koalisi Jokowi.
Pertama yakni saat Pilpres 2014. Ketika itu, mereka mendukung Prabowo-Hatta dalam Pilpres. Nahas, setelah Prabowo-Hatta kalah melawan Jokowi-JK, PAN memutuskan bergabung dengan Pemerintahan Jokowi-JK.
Lalu dalam Pilpres 2019, PAN bersama Gerindra, Demokrat dan PKS merupakan lawan Jokowi karena mengusung Prabowo-Sandi.
Bergabungnya PAN ke koalisi Jokowi memicu komentar dari partai lain koalisi Jokowi terutama di luar parlemen yakni PBB dan Hanura. Mereka ikut berkomentar karena wacana reshuffle kabinet semakin menguat.
ADVERTISEMENT
Bahkan disinyalir akan dilakukan pada Rabu Pon yang jatuh pada 29 September 2021. Rabu Pon memang kerap dipilih Jokowi dalam setiap pengambilan keputusan penting.
Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB) Ferry Noer. Foto: Dok. Ferry Noer
Sekjen PBB, Arfiansyah Ferry Noer, menilai reshuffle adalah hak Presiden. Sehingga jika wacana ini menguat, menurutnya sah-saja saja.
"Semuanya itu kan soal reshuffle kita kembalikan kepada hak prerogatif seorang Presiden. Ketika dibutuhkan misalnya jajaran kabinet belum bekerja maksimal membantu beliau dalam hal mengatasi pandemi dan lain-lain, termasuk perekonomian, krisis yang kini melanda, sah-sah saja presiden melakukan reshuffle demi menunjang kabinet yang lebih solid," kata Ferry.
Ferry membeberkan, pascapertemuan dengan koalisi nonparlemen Rabu 1 September lalu, Jokowi menegaskan akan fokus pada penanganan pandemi COVID-19. Ferry lalu menyinggung wacana bergabungnya PAN yang juga ramai menjadi diskursus politik.
ADVERTISEMENT
"Soal bergabungnya PAN itu haknya kembali Presiden, karena memang jika dibutuhkan untuk sebuah kebijakan politik sehingga memperkuat posisi presiden dalam pengambilan keputusan sah-sah saja beliau mengajak PAN untuk berkoalisi. Itu haknya presiden," urai Ferry.
"Nah bergabungnya PAN sendiri kami dari PBB silakan saja yang penting buat kita Presiden setuju dan presiden yang menghendaki itu," ucap dia.
Lebih lanjut, bagaimana dengan pos kementerian apa yang potensial didapat PAN, Ferry tak ingin berspekulasi. Ia menegakan hal itu domain Presiden Jokowi.
Wakil Ketua Dewan Penasehat Hanura Inas Nasrullah Zubir. Foto: Facebook/Inas Nasrullah

Hanura Kritik Bergabungnya PAN ke Koalisi Jokowi

Wakil Ketua Dewan Penasihat Hanura, Inas Nasrullah Zubir, memiliki pandangan sendiri. Inas menilai, koalisi pengusung Presiden Jokowi bukan lagi sebagai pengusung karena sudah berubah menjadi pendukung.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan pengalaman 2 kali Pilpres, bahwa partai-partai yang beroposisi dengan Presiden Jokowi, ketika sudah bergabung maka yang mendukung hanya kader partai tersebut yang mendapat jatah kursi di pemerintahan semata. Sedangkan sebagian besar kader-kader partainya akan terus-menerus nyinyir kepada Presiden Jokowi," kata Inas.
Meski begitu, Inas mengatakan hal ini bukan masalah bagi pemerintahan Jokowi. Sebab yang dibutuhkan bukan kader-kader yang baru dan akan bergabung, tetapi fraksi partai parlemen untuk menyukseskan kebijakan pemerintah.
"Kalau kita mencermati tentang COVID-19 nampaknya Presiden Jokowi sudah cukup punya tim yang solid dan mumpuni, sedangkan dari sisi Parlemen juga sudah tidak ada masalah karena apa pun kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah, selalu diamini oleh DPR," urai Inas.
ADVERTISEMENT
Namun, tetap ada pertanyaan dari masyarakat yakni kebijakan mana yang membutuhkan penambahan pemain agar mudah menghasilkan gol? Apakah kebijakan tentang penanggulangan COVID-19 atau kebijakan besar lain yang membutuhkan kekuatan besar juga.
Terkait wacana amandemen UUD 1945. Inas menduga yang akan diamandemen bukan hal yang mudah. Sehingga diperlukan kekuatan tambahan di Parlemen.
"Nampaknya yang akan diamandemen bukan hal mudah, sehingga membutuhkan kekuatan tambahan di MPR untuk meng-goal-kan amandemen UUD 45," kata Inas.
"Jika terjadi reshuffle dalam waktu dekat ini, di mana PAN akan mendapatkan kursi menteri, maka kita perlu bertanya-tanya, apakah ini berarti bahwa ada partai yang tega menggadaikan konstitusi demi jabatan menteri? Wallahualam," tutup dia.
Anggota DPD Gede Pasek Foto: Jihad Akbar/kumparan
Sementara Sekjen Hanura I Gede Pasek Suardika mempunyai pandangan berbeda dengan Inas terkait bergabungnya PAN dalam koalisi Jokowi.
ADVERTISEMENT
Pasek mengatakan, sikap Hanura sebagai pengusung Jokowi-Ma'ruf, akan mendukung setiap kebijakan Jokowi.
"Urusan kabinet adalah kewenangan Jokowi. Termasuk soal PAN yang dulu di seberang kini menyeberang bergabung. Posisi kita mendukung setiap keputusan yang akan diambil Beliau (Jokowi)," kata Pasek.
Pasek menekankan, sebagai partai pengusung, Hanura telah terbukti konsisten selama dua periode tetap kukuh dan teguh mengawal Jokowi.
"Hal ini sangat berbeda dengan yang sering maju mundur dan berhitung untung rugi alias sikap yang pragmatis. Sepertinya di antara Pengusung, tidak ada yang sesetia Hanura walau belum mendapatkan akses maksimal dalam membantu perjuangan Jokowi langsung di pemerintahan," tegas Pasek.