KAMI Sebut RI dalam Bahaya, Soroti Ditembaknya Pengawal Rizieq dan Utang Negara

12 Januari 2021 20:06 WIB
Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin pada deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Foto: Youtube/Realita TV
zoom-in-whitePerbesar
Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin pada deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Foto: Youtube/Realita TV
ADVERTISEMENT
Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) membuat refleksi dalam menatap tahun 2021 dalam ' Tatapan Indonesia 2021'. Dalam mencermati perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam setahun terakhir, KAMI menilai kondisi Indonesia saat ini bahaya. Apa maksudnya?
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan yang diberikan Presidium KAMI Nasional, KAMI memberikan peringatan dini karena kekacauan di segala bidang kehidupan masyarakat.
"Terlebih akibat dan dampak dari semua itu, yang paling menderita adalah rakyat miskin dan kurang mampu. Suatu ironi, karena mereka adalah penduduk mayoritas di Republik ini, namun bernasib sebaliknya, minoritas secara ekonomi dan politik. Hal demikian dapat dilihat jelas dari kondisi merosotnya indikator-indikator di bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan hidup," tulis keterangan yang dikeluarkan Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, dan Din Syamsuddin, dikutip Selasa (12/1).
Gatot Nurmantyo saat deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia atau KAMI di Bandung, Senin (7/9). Foto: Dok. Istimewa
Apa saja yang disoroti KAMI dalam setahun belakangan kemarin?
KAMI menyinggung soal ideologi Pancasila yang terancam secara sistematis dan konstitusional atas dikeluarkannya Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, yang menegasikan kelahiran Pancasila jatuh pada 1 Juni 1945. Padahal, sesuai Keppres Nomor 18 Tahun 2008 telah ditetapkan 18 Agustus sebagai hari konstitusi.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, KAMI juga menyinggung soal disetujuinya pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menjadi usul inisiatif DPR. Maklumat KAMI pun mengusulkan kepada pemerintah untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang berusaha mengubah Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga, tidak terulang lagi upaya meruntuhkan NKRI di masa mendatang.
KAMI turut menyoroti merosotnya indeks demokrasi dengan angka kebebasan sipil di angka 5,59. Bahkan, angka ini cenderung makin turun pada 2021. Padahal, semestinya warga negara dapat dijamin menyampaikan aspirasi dan kritis terhadap pemerintah, dan bukan diperkarakan atau dipenjarakan.
Jual beli jabatan hingga nepotisme juga dinilai KAMI semakin dianggap biasa, hingga berujung pada kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara hingga daerah.
ADVERTISEMENT
Juga disoroti tetap diselenggarakannya Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi COVID-19 yang masih tinggi. Padahal, permintaan untuk menunda pilkada sudah ramai. Dan kini, terlihat penambahan kasus corona di Indonesia yang semakin meluas.
Ditegaskan KAMI setelah Indonesia merdeka dari berbagai bentuk penjajahan, maka tak ada lagi kasta atau tingkatan di masyarakat karena Indonesia berbentuk nation state (negara bangsa). Sehingga, kedudukan masyarakat sama dan kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat sendiri.
KAMI kemudian mengaitkan persoalan ini dengan peristiwa tewasnya 6 pengawal Rizieq Syihab di Tol Jakarta-Cikampek pada awal Desember 2020. Menurut KAMI, tragedi ini sangatlah ironi dan negara dianggap justru membunuh rakyatnya sendiri.
Maka dari itu, KAMI meminta semua aparat keamanan yang terlibat dalam kasus ini turut ditindak dan diproses di pengadilan HAM.
ADVERTISEMENT
Mereka juga menyinggung soal diterapkannya hukum 'semena-mena' seperti yang dialami sejumlah anggota KAMI, seperti Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan aktivis lainnya.
Ekonomi Indonesia masuk kondisi resesi dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 minus 2,2 persen. Kondisi pertumbuhan pada triwulan IV 2020 diperkirakan juga masih minus.
Secara makro, perekonomian telah gagal disebabkan kegagalan sistem dan kebijakan fiskal dan moneter. Padahal, otoritasnya melampaui konstitusi setelah menyandang kewenangan berbasis UU No 2/2020, yang sekaligus telah mengamputasi kewenangan budgeter DPR RI, BPK dan beberapa lembaga tinggi negara lainnya.
Kegagalan tersebut juga diindikasikan dengan pola utang yang kini mendekati angka Rp 6.000 triliun, atau setara 38,5 persen terhadap PDB. Sedangkan akumulasi utang pemerintah sampai akhir tahun 2014 hanya sekitar Rp.2.600 triliun.
ADVERTISEMENT
Jumlah utang ini merupakan akumulasi sejak Indonesia merdeka, dari tahun 1945 hingga 2014. Berarti ada kenaikan utang pemerintah sekitar Rp 3.400 triliun hanya dalam waktu 6 tahun saja.
Budaya materialisme yang mengagungkan kekuasaan dan kekayaan materi membuat demoralisasi publik makin meluas, mendalam, dan terpadu yang makin berkembang.
Akibatnya, lingkungan sosial budaya pun terasa pengap. Sementara kerja sama sosial makin porak poranda, sehingga memanifestasikan suatu bangsa yang terbelah.
Melalui UU No.3 tahun 2020, konspirasi oligarki bersama investor asing, hingga 30 tahun ke depan telah menguasai SDA minerba Indonesia yang bernilai sekitar Rp.10.000 triliun. Setelah itu, anak cucu kita hanya akan mewarisi sisa tambang yang tidak bernilai lagi.
ADVERTISEMENT
Demikian pula dalam pengelolaan aset-aset negara lainnya, dijalankan dengan akal-akalan saja, misalnya dalam akuisisi saham Freeport, puluhan kontrak dan izin tambang nikel, termasuk izin smelter lebih menguntungkan pihak luar. Sementara BUMN sektor energi, Pertamina dan PLN, mengalami intervensi semena-mena yang melanggar aturan guna kepentingan politik.
"Bila kejahatan didiamkan, maka kejahatan itulah yang akan menang. Jika orang benar tidak melakukan sesuatu, maka saatnya kerusakan terjadi dan kehancuran itu tiba. Pemerintah hendaknya menjadi tauladan masyarakat. Baik buruknya perilaku pemerintah akan ditiru oleh rakyatnya," tutup pernyataan KAMI.