Kandidat Pilkada 2020 Diimbau Tak Pakai TikTok untuk Kampanye
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pratama menegaskan, apabila politikus dan tim suksesnya kampanye lewat TikTok, khawatir akan data yang bocor ke publik. Jika memang harus melalui TikTok, kata Pratama, sebaiknya menggunakan gadget yang berbeda dengan gadget yang dipakai sehari-hari.
Mantan Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) itu menyarankan para kandidat dan timnya untuk mengatur pengamanan pengaturan privasi di masing-masing gawai lewat permission di tiap aplikasi.
Permission adalah permintaan dari aplikasi untuk kebutuhan aplikasi yang muncul dengan sederet keterangan, meminta akses di antaranya kamera, mikrofon, dan telepon.
"Kebanyakan pengguna meremehkan, menganggap pesan tersebut hanya informasi, padahal sangat penting," katanya kepada Antara, Minggu (26/7).
Berdasarkan data CISSReC, TikTok salah satu aplikasi yang banyak penggunanya, termasuk warganet di Tanah Air. "Wabah" TikTok ini tampaknya bisa menjadi momentum bagi pemangku kepentingan pilkada dalam menyebarluaskan informasi tentang pilkada.
ADVERTISEMENT
Apalagi, layanan jejaring sosial ini bisa berbagi video berdurasi pendek yang menampilkan musik sebagai latar belakang dan dapat pula menambah filter baru sehingga punya daya tarik tersendiri bagi yang melihatnya.
Akan tetapi, di tengah melambung namanya, TikTok terkena larangan instal dan beroperasi di kawasan Amerika Serikat dan India dengan alasan keamanan, sedangkan Uni Eropa melakukan pengawasan ketat data aplikasi itu.
Eropa tidak sampai melarang seperti di AS. Namun, negara-negara di Eropa hanya mengikuti data TikTok ke mana saja. Selanjutnya, data tersebut akan diolah seperti apa. Pertama yang selalu dicek oleh mereka adalah privacy policy (kebijakan privasi).
***
Saksikan video menarik di bawah ini.