Kapolri: Terorisme Ibarat Gunung Es, Bawahnya Lebih Besar

1 Juni 2018 10:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapolri Buka Pusa dengan BEM Se-Jabodetabek (Foto: Dok. Polri)
zoom-in-whitePerbesar
Kapolri Buka Pusa dengan BEM Se-Jabodetabek (Foto: Dok. Polri)
ADVERTISEMENT
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian bersama Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengunjungi Mapolrestabes Surabaya dalam rangka Safari Ramadan, Kamis (30/5) petang. Selain buka bersama dan tarawih berjemaah, Kapolri juga bersilaturahmi dengan tokoh ulama Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Di depan anggota jajaran kepolisian, tokoh ulama dan undangan lain, Kapolri Tito masih membahas terkait fenomena terorisme di Surabaya yang membuat publik tercengang. Selain Surabaya yang sebelumnya merupakan kota yang aman dari gangguan teroris, modus yang dilakukan juga baru. Yakni, bom bunuh diri sekeluarga.
"Kita semua tersentak dengan apa yang terjadi. Yang sebelumnya tidak pernah terjadi di tempat lain, Jakarta, Bali, Solo, Medan, Kalimantan. Serangan bom bunuh diri dari tiga keluarga," ujar Tito di Mapolrestabes Surabaya.
Serangan terorisme dengan bom itu terjadi pada 13 Mei 2018 di tiga gereja di Surabaya, disusul di Rusunawa Wonocolo Taman Sidoarjo dan tanggal 14 Mei 2018 di Polrestabes Surabaya.
Namun, Tito memuji kecepatan jajaran maupun personel gabungan yang mampu dalam hitungan jam mengidentifikasi para pelaku. Sehingga polisi bisa cepat memburu jaringan lainnya yang terkait.
ADVERTISEMENT
"Saya memberikan apresiasi karena pelakunya cepat dapat diidentifikasi. Sampai sekarang ini 41 orang (teroris) tertangkap, Empat di antaranya tewas," terang Tito.
Menurut Tito, banyak pelajaran penting yang diambil bersama, melihat Kota Surabaya yang indah dan tenteram, tak lepas dari ancaman teroris.
Terlebih, lanjut Tito, ideologi bila sudah tertanam di mindset seseorang maka sulit dikalahkan. "Ditangkap 50 tetap ada masalah. Ideologi yang jadi masalah. Tidak bisa dikalahkan dengan kekerasan, senjata, tembak mati dan penangkapan. Karena ada dalam pikiran," tandas Tito.
Oleh sebab itu, menyelesaikan masalah teroris diperlukan kemampuan dan kepedulian semua pihak, baik pemerintah maupun seluruh lapisan masyarakat. Caranya ialah dengan menangkal upaya penyebaran paham atau ideologi radikalisme.
ADVERTISEMENT
Pada lingkup keluarga bisa dengan selalu memonitor kegiatan putra putrinya. Di samping itu media sosial mempunyai peran yang sangat penting dalam penyebaran paham radikal, khususnya generasi muda yang mudah mengakses konten-konten teroris. Perlu ada upaya-upaya membendung penyebaran paham radikal di media sosial melalui cyber troops.
"Proses mengadopsi ideologi berminggu-minggu, bulan-bulan dan tahun. Mereka pelaku dan korban dari menyebarnya ideologi radikalisme. Polri dan TNI tidak bisa membendung pemikiran karena tidak memiliki kemampuan mendalami ayat atau dalil. Yang dilakukan akan melakukan pemetaan (Langkah soft) termasuk (langkah keras) penangkapan akan terus dilakukan," tandasnya.
Maka Tito yakin dengan peran sinergi bersama seluruh pihak, bertumbuhnya sel-sel teroris dapat ditekan. "Ada pasukan cyber membendung konten radikalisme, memperkuat deteksi dini di tingkat Bhabinkamtibmas, babinsa dan kelurahan, bantuan pengawasan CCTV pemerintah kota, juga memperkuat keamanan melibatkan TNI dan ormas seperti Banser, Ansor dan lain-lain. Termasuk peran keluarga dalam memerangi terorisme," tegasnya optimis.
ADVERTISEMENT