
Karyawan Resign tapi Tak Kembalikan Laptop Kantor, Bisa Dipidana?
27 Agustus 2021 9:57 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Menjadi karyawan di sebuah perusahaan terkadang turut mendapat fasilitas dalam bekerja. Misalnya saja handphone, laptop, atau bahkan kendaraan yang dipinjamkan oleh pihak kantor.
ADVERTISEMENT
Namun bagaimana bila karyawan itu mengundurkan diri tapi tidak mengembalikan aset yang dipinjamkan perusahaan?
Seperti misalnya contoh kasus di bawah ini:
Ada pegawai saya yang telah resign tapi tidak mengembalikan laptop perusahaan. Saya sudah berusaha untuk menghubungi melalui e-mail untuk meminta iktikad baik tetapi belum ada tanggapan sama sekali. Apa saja jalur hukum yang dapat ditempuh?
Berikut jawaban Taufan Adi Wijaya, S.H., M.H., C.L.A., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Izinkan kami untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai perbuatan mantan pegawai Anda dari sudut pandang hukum di Indonesia.
1. Pertanggungjawaban Hukum Pekerja Yang Telah Resign Namun Tidak Mengembalikan Inventaris Kantor.
Ketika seorang pekerja diterima masuk maupun keluar dari suatu perusahaan, seharusnya antara perusahaan dan pekerja melakukan suatu proses serah terima. Baik hak dan kewajiban pekerjaan, dokumen-dokumen perusahaan, maupun segala inventaris perusahaan yang dipinjamkan oleh perusahaan kepada pekerja selama masa jabatannya dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
Dalam hal permasalahan yang Anda alami, laptop adalah merupakan salah satu inventaris perusahaan yang dipinjamkan oleh perusahaan selaku pemberi kerja kepada pekerja. Guna sebagai fasilitas penunjang bagi pekerja untuk mempermudah pelaksanaan kewajibannya dalam pelaksanaan kewajiban di hubungan kerja, dan sewajarnya dalam setiap serah terima inventaris perusahaan seharusnya dibuatkan dan atau dibuktikan dengan adanya suatu berita acara.
Namun sangat disayangkan sekali bahwa ketika sebelum pekerja Anda mengundurkan diri (resign), perusahaan tidak segera melakukan serangkaian proses dan tindakan serah terima pengembalian laptop sebagai syarat pengunduran diri yang dibuktikan dengan berita acara serah terima. Karena apabila hal tersebut dilakukan, tentunya risiko seperti permasalahan ini bisa diminimalisir agar tidak sampai terjadi. Kecuali apabila pekerja mangkir dengan telah memiliki niat dan tujuan untuk menggelapkan inventaris perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kami menyarankan agar sebaiknya saat ini perusahaan memberikan somasi atau teguran terlebih dahulu kepada mantan pekerja tersebut. Agar dapat beritikad baik untuk melaksanakan kewajibannya mengembalikan inventaris perusahaan berupa laptop yang masih di dalam penguasaannya, dan menyelesaikan permasalahan ini secara mediasi untuk mencapai musyawarah mufakat.
Apabila setelah dilayangkannya somasi atau teguran mantan pekerja Anda tetap dengan sengaja tidak beritikad baik untuk mengembalikan, maka mantan pekerja Anda telah melakukan suatu pelanggaran atau tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”,
ADVERTISEMENT
Sehingga, dengan tidak adanya iktikad baik dari mantan pekerja Anda, maka Anda dapat menempuh upaya hukum secara pidana dengan melaporkan mantan pekerja Anda tersebut ke kepolisian, atau menempuh upaya hukum lain seperti secara perdata Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad).
2. Tindakan dan atau Upaya Preventif Perusahaan Terhadap Permasalahan Internal maupun Eksternal.
Melakukan tindakan dan atau upaya preventif (pencegahan) terhadap kemungkinan terjadinya suatu permasalahan di perusahaan adalah lebih baik daripada melakukan upaya hukum terhadap terjadinya suatu permasalahan. Maka, untuk meminimalisir terjadinya permasalahan serupa dalam perusahaan Anda, kami menyarankan agar setidaknya perusahaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Wajib memiliki Divisi Human Resources Development (HRD) dan Legal Officer.
Kami sangat menyarankan agar sebaiknya sebuah perusahaan dilengkapi dengan divisi Human Resources Development (HRD) yang bertugas mengelola bagian sumber daya manusia di perusahaan, dan divisi Team Legal Officer yang bertugas untuk menangani serta bertanggung jawab terhadap segala fraud dan permasalahan hukum di perusahaan, baik dari pihak internal maupun eksternal.
ADVERTISEMENT
Pihak internal perusahaan adalah meliputi pekerja di perusahaan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang mengatur bahwa: “Pekerja / buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Sehingga dengan adanya divisi HRD dan Legal, perusahaan akan menjadi lebih selektif dalam mencari dan menyeleksi pekerja, serta memiliki kontrol dan pengawasan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan terhadap segala tindakan dan kinerja bagi para calon pekerja, pekerja, maupun mantan pekerja.
Serta, HRD dan Legal dapat mengatur dan menyiapkan formulir-formulir dan pelaksanaan pengembalian inventaris perusahaan dan dokumen perusahaan seperti pengembalian kartu nama, laptop, seragam, alat komunikasi dan transportasi, dan sebagainya sejak dalam waktu one month notice atau 30 (tiga puluh) hari sebelum pekerja mengundurkan diri (resign). Hal itu agar tidak terjadi permasalahan yang disebabkan oleh mantan pekerja seperti penggelapan, maupun tidak terpenuhi dan terselesaikannya suatu kewajiban.
ADVERTISEMENT
b. Perusahaan Wajib Membuat Perjanjian Kerja Tertulis dengan Pekerja.
Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), mengatur bahwa: “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.”. Kami menyarankan agar perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja sebaiknya dibuat secara tertulis, Pasal 51 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa:
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan;
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja secara tertulis akan memberikan kepastian hukum bagi pihak perusahan dan pekerja secara jelas. Karena, dasar dari pembuatan perjanjian kerja itu sendiri adalah harus memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyebutkan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni:
ADVERTISEMENT
1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab (causa) yang halal.
Dan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” (asas pacta sunt servanda). Berdasarkan hal tersebut, maka perjanjian kerja tersebut menjadi hukum bagi perusahaan dan pekerja yang menyepakatinya, dan menjadi suatu bukti tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR.
Sehingga penting bagi perusahaan dan pekerja untuk membuat dan menyepakati suatu perjanjian kerja tertulis yang mencantumkan hal-hal vital dan krusial. Seperti syarat-syarat, hak dan kewajiban para pihak, sampai dengan sanksi-sanksi atas segala tindakan baik sejak saat seseorang masih menjadi calon pekerja dan pekerja di perusahaan, maupun saat setelah pekerja tersebut keluar (putus hubungan kerja, mengundurkan diri, mangkir) dari perusahaan.
ADVERTISEMENT
c. Perusahaan Wajib Memiliki Identitas Lengkap Para Pekerjanya.
Pasal 54 ayat (1) huruf b UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa: “Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh.”
Berdasarkan aturan tersebut, maka divisi HRD dan Legal perusahaan dapat melakukan tindakan selektif ketat terhadap calon pekerja yang melamar di perusahaan. Salah satunya yang penting dan utama adalah memenuhi hak perusahaan untuk mengetahui, menerima dan atau mendapatkan identitas asli dan lengkap dari calon pekerja, untuk mengetahui track record (rekam jejak) calon pekerja tersebut sampai dengan dicantumkan di dalam perjanjian kerja.
Dengan adanya identitas pekerja tersebut, apabila suatu hari perusahaan mempunyai suatu perselisihan dengan pekerja, baik secara pidana, perdata, maupun ketenagakerjaan, maka akan mempermudah perusahaan dalam melakukan tindakan dan atau upaya hukum terhadap pekerja, dan meminimalisir atas risiko terjadinya error in persona.
ADVERTISEMENT
d. Perusahaan Wajib Memiliki Peraturan Perusahaan.
Pasal 1 angka 20 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa: “Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.”, dan Pasal 108 UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa: “Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.”.
Peraturan perusahaan disusun oleh perusahaan dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan serta ketentuan di dalamnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 111 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa:
Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
ADVERTISEMENT
c. syarat kerja;
d. tata tertib perusahaan; dan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Dengan adanya Peraturan Perusahaan, maka segala hal terkait peraturan internal perusahaan terhadap pekerja akan menjadi jelas, terbukti karena tertulis, dan mempunyai dasar termasuk atas standar operasional prosedur (SOP) seluruh aspek perusahaan. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya suatu permasalahan antara perusahaan dengan pekerja.
Demikian yang dapat kami jelaskan dan sampaikan terhadap permasalahan yang Anda alami, kami tetap berharap agar permasalahan antara Anda dengan mantan pegawai Anda dapat terselesaikan secara musyawarah mufakat melalui proses mediasi.
Kami menyarankan agar sebaiknya Anda segera melakukan tindakan dan atau upaya preventif (pencegahan) terhadap permasalahan sebagaimana kami jelaskan di atas agar tidak mengalami permasalahan yang sama di suatu waktu nanti.
ADVERTISEMENT
Kami juga menyarankan Anda untuk agar sebaiknya dalam pembuatan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja didampingi oleh konsultan hukum, agar seluruh klausul di dalamnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan meningkatkan mitigasi risiko atas permasalahan hukum baik terhadap pihak eksternal maupun internal.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika