Kasus Corona Turun tapi Kematian Melesat, Kemenkes Beri Penjelasan

4 Agustus 2021 19:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Data situasi COVID-19 di Indonesia saat ini mulai menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan pada penurunan kasus konfirmasi. Akan tetapi, kasus kematian justru malah terus bertambah.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini turut disampaikan oleh Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi. Menurutnya, persentase keterisian tempat tidur di rumah sakit memang menurun. Namun, angka kematian justru sebaliknya.
Terkini, dari total 500 ribu kasus aktif di seluruh Indonesia, 77 ribu di antaranya mendapatkan penanganan di rumah sakit. Artinya, sebanyak 80 persen dari pasien COVID-19 menjalani perawatan di rumah atau di tempat isolasi terpusat.
"Per 2 Agustus, sekitar 77 ribu kasus aktif yang dirawat di rumah sakit di isolasi maupun ICU. Kita melihat dari data isolasi dari total 500 ribuan kasus aktif yang ada saat ini berarti lebih dari 80 persen kasus aktif ada di masyarakat baik saat ini yang masih isoman maupun di tempat yang sudah ditentukan," kata dr Nadia dalam keterangan pers virtual, Rabu (4/8).
ADVERTISEMENT
Saat ini juga terlihat adanya penurunan angka keterisian tempat tidur rumah sakit atau BOR di sejumlah wilayah. Hal tersebut merupakan hal yang baik. Namun, angka kematian di luar rumah sakit justru meningkat.
"Kita mencatat ada penurunan tren penggunaan tempat perawatan yang berarti BOR menurun menjadi salah satu parameter yang baik. Akan tetapi, kita perlu mengidentifikasi penyebab penambahan kematian yang terjadi beberapa minggu terakhir ini," tambahnya.
Ternyata, menurutnya, mayoritas kasus kematian tersebut terjadi saat pasien yang menjalani isolasi mandiri di kediaman masing-masing mulai mengalami perburukan. Keterlambatan penanganan tersebut membuat pasien tak tertolong walau sudah dilarikan ke IGD.
"Berdasarkan hasil evaluasi PPKM, kematian terjadi ketika pasien tiba di UGD yang karena keterlambatan mengenali tanda kegawatan selain kematian terutama terjadi pada kelompok pasien usia lanjut. Oleh karena itu, untuk menekan angka kematian tersebut perlu dilakukan pemantauan isolasi," jelas dr Nadia.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, pasien yang dinyatakan positif tak bisa sembarang melakukan isolasi mandiri. Sebab, hanya petugas medis yang bisa menentukan di mana pasien harus mendapatkan perawatan menyesuaikan dengan gejala dan kondisi yang dialami.
"Penentuan apakah seseorang yang positif melakukan isoman atau isoter harus dilakukan oleh petugas kesehatan. Sehingga jika muncul kegawatan dapat dirujuk ke RS terdekat," pungkasnya