Kasus Korupsi Tanah di Munjul Jaktim Segera Disidangkan di Pengadilan Tipikor

24 September 2021 10:45
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) Yoory C. Pinontoan dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) Yoory C. Pinontoan dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
KPK sudah merampungkan berkas penyidikan mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan. Yoory merupakan tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, berkas penyidikan sudah diserahkan kepada jaksa penuntut umum pada Kamis (23/9).
"Berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh Tim Jaksa," ujar Ali dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/9).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (21/9).
 Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (21/9). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dalam perkara ini, penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi. Termasuk di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, dan beberapa pihak terkait lainnya.
Pada saat ini, jaksa sedang menyusun surat dakwaan Yoory berdasarkan berkas penyidikan tersebut. Untuk Yoory, penahanannya kembali diperpanjang sampai dengan 12 Oktober 2021 di Rutan Pomdam Jaya.
"Dalam waktu 14 hari kerja, Tim Jaksa segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Tipikor," kata Ali
"Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," pungkasnya.
Dalam perkara ini, KPK menjerat beberapa tersangka. Selain Yoory, tersangka lainnya ialah:
  • Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian;
  • Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene;
  • Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar;
  • Korporasi PT Adonara Propertindo
Untuk berkas tersangka lainnya, masih dalam proses pemberkasan oleh penyidik KPK.
Direktur PD Sarana Jaya, Yoori C. Pinontoan, saat Groundbreaking rumah DP 0 persen, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (12/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur PD Sarana Jaya, Yoori C. Pinontoan, saat Groundbreaking rumah DP 0 persen, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (12/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kasus ini terkait dengan pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019. KPK menduga ada korupsi dalam pengadaan tersebut yakni dari pihak Perumda Sarana Jaya dengan PT Adonara Propertindo.
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Perumda Pembangunan Sarana Jaya adalah BUMD dengan kegiatan inti sebagai bank tanah dan bisnis properti. Sementara Adonara Propertindo merupakan perusahaan yang bergerak di real estate dan property developer. Perusahaan itu merupakan salah satu pengembang di Indonesia yang membangun beberapa proyek apartemen, vila, hingga kompleks perumahan.
Perkara berawal ketika Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar, bersama Anja Runtuwene (Wakil Direktur PT Adonara Propertindo) dan Tommy Adrian (Direktur PT Adonara Propertindo) menawarkan tanah seluas lebih kurang 4,2 hektare di Munjul kepada Sarana Jaya pada Maret 2019.
Padahal, saat itu kepemilikan tanah seluas masih atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Anja Runtuwene dan Tommy Adrian baru melakukan penawaran tanah ke Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus belakangan. Kedua pihak sepakat lalu menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m² dengan harga Rp 2,5 juta/m². Sehingga jumlah total harga tersebut Rp 104,8 miliar.
Pembelian tanah itu dilakukan pada 25 Maret 2019 dan seketika juga langsung dilakukan pembayaran uang muka pertama sebesar Rp 5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Tersangka Wadir PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene menggunakan rompi tahanan masuk ke mobil tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/6/2021).  Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka Wadir PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene menggunakan rompi tahanan masuk ke mobil tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Rudy Hartono Iskandar, Anja Runtuwene dan Tommy Adrian, diduga menawarkan tanah itu kepada Sarana Jaya dengan harga Rp 7,5 juta/m². Sehingga totalnya ialah Rp 315 miliar.
Lalu, diduga terjadi proses negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp 5,2 juta/m² dengan total Rp 217 miliar.
Pada 8 April 2019, dilakukan penandatanganan pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan Notaris yang berlangsung di kantor Sarana Jaya.
Pada hari itu juga, Yoory Corneles Pinontoan selaku Direktur utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50% pembelian tanah Munjul Pondok Ranggon sebesar Rp 108,99 miliar. Padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory Corneles Pinontoan dari pihak Sarana Jaya dengan Anja Runtuwene yang mengaku sebagai pemilik tanah.
Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp 108,9 miliar, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur. Lebih dari 70% tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen. Berdasarkan kajian Konsultan Jasa Penilai Publik, harga appraisal tanah tersebut hanya Rp 3 juta per meter.
Meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 43,59 miliar kepada Anja Runtuwene di rekening Bank DKI. Sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp 152,5 miliar. Jumlah tersebut dinilai sebagai kerugian negara.
Baca Lainnya
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020