Kata FPI, BUMN, hingga Menkopolhukam soal Sengketa Lahan Markaz Syariah

29 Desember 2020 6:30 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Habib Rizieq jelaskan lahan pesantren Markaz Syariah Megamendung. Foto: Front TV
zoom-in-whitePerbesar
Habib Rizieq jelaskan lahan pesantren Markaz Syariah Megamendung. Foto: Front TV
ADVERTISEMENT
Pesantren Markaz Syariah binaan Mohammad Rizieq Syihab atau Habib Rizieq di kawasan Megamendung, Bogor, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan. Sebab PTPN VIII menyebut lokasi Markaz Syariah itu berada di lahan milik mereka.
ADVERTISEMENT
PTPN VIII meminta pesantren pimpinan Habib Rizieq itu segera dikosongkan. Tak hanya itu, mereka juga melakukan somasi ke sejumlah pihak yang menduduki lahannya di kawasan Wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor itu.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah membuat Surat Somasi kepada seluruh Okupan di Wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor; dan Markaz Syariah milik pimpinan FPI memang benar ada di areal sah milik kami," kata Sekretaris Perusahaan PTPN VIII Naning DT.
FPI kemudian memberikan jawaban terkait somasi dari PTPN VIII itu. Sekretaris Umum FPI, Munarman, mengatakan somasi yang dilayangkan PTPN VIII merupakan error in persona karena seharusnya disampaikan ke pihak yang menjual tanah ke FPI, bukan mengirim somasi ke Habib Rizieq.
ADVERTISEMENT
“Bahwa somasi saudara adalah error in persona, karena seharusnya Pihak PT PN VIII mengajukan komplain baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada pihak pesantren atau HRS,” kata Munarman.
Munarman mengeklaim, saat jual beli aparat pemerintah ikut serta menjadi saksi mulai dari kepala desa hingga Gubernur. Maka dari itu PTPN harus memiliki keputusan pengadilan sebelum mengeksekusi lahan.
"Secara hukum dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum acara perdata PT. PN VIII keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta Pihak HRS mengosongkan lahan tersebut, kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ucap Munarman.
Lebih lanjut, Munarman menegaskan, lahan yang sebelumnya kosong tersebut sudah dikelola selama 25 tahun oleh warga. Habib Rizieq kemudian membelinya dari warga yang telah dianggap sah memiliki hak atas pengelolaan lahan itu karena sudah lebih dari 25 tahun mengelola lahan yang dinilai ditelantarkan PTPN.
ADVERTISEMENT

FPI Ingatkan PTPN VIII Tidak Sembarangan Gusur Markaz Syariah

Munarman, menilai PTPN tidak bisa sembarangan mengusir pesantren seenaknya. Dia mengeklaim memiliki bukti bahwa lahan itu ditelantarkan PTPN sehingga bisa dikelola oleh warga.
Munarman menjelaskan, dalam Pasal 34 huruf e dan PP No. 40 tahun 1996 Pasal 12 (1) huruf c, dengan mengingat fakta PTPN VIII sudah lebih 25 tahun menelantarkan lahan a quo, TIDAK mengelola sendiri lahan a quo, maka SHGU No. 299 tersebut hapus demi hukum.
Di sisi lain, Munarman menegaskan, Habib Rizieq dan pesantren benar-benar memanfaatkan lahan untuk kemaslahatan umat. Mulai mengelola perkebunan hingga peternakan yang semuanya berujung pada syiar Islam.
"Serta digunakan untuk aktivitas syiar Agama Islam dan pengajian oleh karenanya saudara tidak bisa bertindak sewenang-wenang terhadap benda hak milik klien kami dan lahan yang sudah dibeli dan dikelola oleh klien kami," ucap Munarman.
ADVERTISEMENT

FPI Klaim 9 SHGU PTPN Dibatalkan MA

Selain itu Munarman menyebut, Mahkamah Agung juga telah membatalkan 9 SHGU milik PTPN karena menelantarkan lahan kosong selama 25 tahun. Putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
“Bahwa PTPN, sudah lebih dari 25 tahun menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan terebut, dan telah ada 9 SHGU PTPN yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Tingkat Kasasi Mahkamah Agung), sehingga di dalam sistem hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas,” ujar Munarman.
Namun PTPN VIII menyebut mereka masih memegang SHGU sampai tahun 2033 setelah adanya SHGU No: 299 tertanggal 4 Juli 2008.
Dalam memastikan mana yang memiliki kekuatan hukum, Munarman meminta ada pihak independen yang membuktikan hak atas lahan itu.
Mantan Jubir FPI Munarman diperiksa Polda Metro Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara

FPI Tawarkan Dialog PTPN VIII

Munarman menuturkan, di tengah berbagai argumentasi ini, FPI juga siap membuka dialog dengan PTPN VIII agar ada solusi terbaik terkait sengketa ini.
ADVERTISEMENT
“Kami siap dan bersedia untuk duduk bersama berdialog secara musyawarah untuk mencari solusi atas permasalahan ini dengan pihak saudara dan instansi terkait lainnya,” kata dia.
Munarman menuturkan, pihaknya telah memberi uraian atas sengketa lahan tersebut. Penjelasan status lahan juga sudah sangat terperinci sehingga dialog merupakan solusi untuk memecahkan masalah.
Lebih lanjut, Munarman menegaskan, pihaknya bersedia angkat kaki bila terdapat putusan pengadilan yang berketetapan hukum agraria. Namun, sejauh ini somasi PTPN dinilai prematur.
“Kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau HRS sebagai pembeli beritikad baik dibatalkan, dengan kata lain somasi tersebut prematur dan salah pihak,” ujar Munarman.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Foto: Resya Firmansyah/kumparan

BUMN Tetap Tempuh Jalur Hukum

Juru biacara Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengomentari sengketa antara PTPN VIII dan Markaz Syariah. Ia meminta semua pihak termasuk Rizieq mematuhi surat somasi itu.
ADVERTISEMENT
"Kita minta semua pihak patuhi hukum yang ada. Kan tahu hukum-hukumnya yang ada mengenai tanah. Jadi kalau PTPN miliki HGU di sana harus dihargai dan dihormati," kata Arya.
Arya Sinulingga menambahkan, masalah ini lebih baik bila ditempuh dengan jalur hukum. PTPN dan FPI bisa berkomunikasi dalam konteks jalur hukum yang akan ditempuh keduanya.
"Kita sih semua patuh pada hukum saja, karena kita acuannya hukum semua," kata Arya.
"Soal pembelian dari pihak lain itu seharusnya memang yang beli juga harus ngecek apakah lahan sah dimiliki penjual. Jadi tetap kita nyatakan bahwa mereka pakai langkah-langka hukum aja. Jadi silakan dikomunikasikan dengan PTPN," jelas dia.
Lebih lanjut, Arya mengatakan, surat somasi yang dilayangkan kepada Habib Rizieq dan para penghuni lahan itu merupakan hal yang biasa. Sebagai pemilik HGU atas lahan, wajar saja jika PTPN VIII meminta mereka mengosongkan lahan.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau ada yang memang menempati tanah mereka, mereka akan melakukan permintaan melakukan pengosongan lahan mereka karena itu hak PTPN," tutur Arya.
Mahfud MD Ikut Tanggapi Polemik Markaz Syariah di Megamendung
Menkopolhukam Mahfud MD ikut bicara soal sengketa antara PTPN VIII dan Habib Rizieq soal lahan 30 hektar yang dibangun sebagai Markaz Syariah.
Menkopolhukam Mahfud MD usai acara Refleksi dan Proyeksi Pelaksanaan Pilkada Serentak di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta, Senin (14/12). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Mantan Ketua MK itu bertanya kepada siapa FPI membeli lahan itu.

"Kita selesaikan sendiri hukumnya seperti apa, dulu belinya kepada siapa? Belinya kepada petani ditelantarkan katanya 30 tahun, loh pemerintah itu baru memberi HGU kepada PTPN VIII tahun 2008 kan belum 30 tahun, berarti tidak diurusi oleh PTPN belum 30 tahun karena HGU-nya baru diperoleh tahun 2008, kalau diklaim tahun 2013 berarti kan baru 5 tahun sejak PTPN mendapatkan HGU dari pemerintah," ucap Mahfud MD.
ADVERTISEMENT
Mahfud mengaku tak memiliki solusi penyelesaian akan permasalahan sengketa lahan tersebut. Mahfud menyebut hak itu di luar kewenangannya sehingga ia menyerahkan hal itu agar diselesaikan sesuai dengan UU hukum yang berlaku.
"Tetapi saya tidak tahu solusinya karena itu urusan hukum pertanahan bukan urusan politik hukum dalam arti kasus dan keamanan, tetapi itu masalah hukum dalam arti hukum administrasinya itu ada di pertanahan dan BUMN," ungkap Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud meminta seluruh pihak seharusnya memastikan terlebih dahulu apakah benar petani tersebut sudah menempati lahan itu selama lebih dari 20 tahun.
Sebab, kata dia, izin dan persetujuan dari PTPN VIII dilakukan berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kita pastikan dulu petaninya apa betul sudah 20 tahun di situ dan kedua HGU sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008, sehingga tahun 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani kalau dihitung sejak pemberiannya oleh negara pengurusannya oleh negara terhadap apa namanya PTPN VIII," kata Mahfud.
"Tapi mari kita selesaikan ini secara baik-baik," tutup dia.