Kata Kemenkes hingga Ahli Soal Hepatitis Akut Anak yang Perlu Diperhatikan

13 Mei 2022 8:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jubir vaksinasi perwakilan Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi.  Foto: Satgas COVID-19
zoom-in-whitePerbesar
Jubir vaksinasi perwakilan Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi. Foto: Satgas COVID-19
ADVERTISEMENT
Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, kasus yang hepatitis yang menyerang anak berusia di atas 16 tahun tidak masuk dalam kriteria kasus hepatitis akut. Hal ini sesuai dengan kriteria WHO.
ADVERTISEMENT
Kasus hepatitis sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Namun yang baru-baru ini heboh dan dipantau WHO adalah kasus hepatitis baru dan menyerang anak 5-16 tahun.
Dari 21 kasus di Jakarta, 18 orang hasilnya belum keluar mana saja yang positif hepatitis akut misterius. Sementara 3 lainnya telah dilaporkan meninggal di RSCM.

Sudah 7 Anak Meninggal karena Hepatitis Akut

Infografik Waspada Hepatitis Akut pada Anak. Foto: kumparan
Kemenkes melaporkan dari 18 kasus hepatitis akut yang sudah terdeteksi, 7 di antaranya meninggal dunia. Mereka yang meninggal berusia 2 bulan, 2 tahun, 8 tahun, 7 tahun (dua orang), dan 10 tahun (dua orang).
Dari jumlah tersebut 4 orang merupakan warga Jakarta. Sedangkan sisanya masing-masing merupakan warga Sumbar, Kaltim dan Jatim.
"Saat ini kita sudah identifikasi 18 kasus, di mana 9 pending klasifikasi, 5 tidak termasuk kriteria (karena disebabkan Hepatitis A,B, typoid, dan DBD). 2 orang memiliki usia >20 tahun, dan sisanya masih menunggu hasil labnya," ungkap Nadia kepada kumparan, Kamis (12/5).
ADVERTISEMENT
"Kasus meninggal ada 7," tuturnya.

Menkes soal Hepatitis Akut: Jangan Terlalu Berlebihan, Belum Tentu karena Virus

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan paparannya dalam rapat kerja bersama Komisi IX di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menkes Budi Gunadi Sadikin meminta agar respons masyarakat tidak berlebihan terhadap hepatitis akut. Menurut Budi kasus nya baru ditemukan 15 dari 270 juta penduduk, berbeda dengan COVID-19 yang sehari ada 200 kasus.
Jadi, kata Budi, hepatitis akut ini jauh di bawah COVID-19 penularannya. Bahkan dibanding penyakit lain yang terlebih dulu eksis.
"Mungkin di bawah cacar, di bawah kolera, TBC supaya jangan terlalu berlebihan dan sampai sekarang belum terbukti penularannya disebabkan oleh virus," tegas Budi dikutip dari Antara, Kamis (12/5).

Guru Besar FKUI Urai Beda Hepatitis Akut dengan COVID-19

Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. Pribadi
Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut COVID-19 dan hepatitis akut misterius tidak bisa disamakan begitu saja. Ada karakteristik yang khas.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, COVID-19 pertama terdeteksi oleh WHO pada 31 Desember 2019. Saat itu namanya tentu belum COVID-19, masih Pneumonia of unknown cause.
Pneumonia/radang paru yang belum diketahui penyebabnya. Satu bulan kemudian, pada 30 Januari 2020, penyakit ini oleh WHO sudah dinyatakan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) (Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia), sesuai aturan International Health Regulation (IHR).
"Pada 30 Januari 2020 itu, atau sebulan sesudah dideteksi maka sudah ada hampir 20 ribu kasus konfirmasi dan suspek, tepatnya 19.961. Juga sudah ditemukan bukti adanya penularan antarmanusia. Lalu, karena kasus terus berkembang dengan berbagai dimensinya maka pada pada 11 Maret 2020 COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO," urai Prof Tjandra dalam keterangannya, Kamis (12/5).
ADVERTISEMENT
Sementara “Acute hepatitis of unknown aetiology” (istilah yang senada dengan Pneumonia of Unknwon Cause di awal Januari 2020 untuk COVID-19) atau Hepatitis/radang hati akut yang belum jelas penyebabnya ini mulai dideteksi WHO pada 5 April 2022.
Sesudah lebih dari sebulan berjalan, jumlah kasus probable di dunia sekitar 300an. Data sampai 10 Mei 2022 di dunia tercatat 348 kasus probable dari 21 negara, 26 di antaranya memerlukan transplantasi hati.
"Di sisi lain, juga belum ada informasi yang jelas tentang ada tidaknya penularan antarmanusia. Tentu saja sampai sekarang Hepatitis Akut Berat ini belum dinyatakan sebagai PHEIC, karena masih membutuhkan data ilmiah yang lebih jelas lagi," jelas dia.
Jadi, walaupun memang tidak bisa dibandingkan secara langsung, tetapi setidaknya situasi sebulan sesudah ditemukan adalah amat berbeda antara COVID-19 dengan hepatitis akut berat sekarang ini.
ADVERTISEMENT

Penyebaran Hepatitis Akut Tidak seperti Penyakit Pandemi

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di Komisi IX DPR RI, Jakarta, Rabu (23/3/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan penyebaran hepatitis akut tidak seperti penularan pada penyakit-penyakit pandemi. Misalnya seperti COVID-19.
"Kesimpulannya sampai sekarang penyebarannya tidak seperti penyakit-penyakit pandemi karena kalau menular kan saya katakan pasti teman-teman kena, ini tidak terjadi," kata Budi Gunadi dikutip dari Antara, Kamis (12/5).
Menkes menyebut tercatat ada 15 kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia, tiga kasus pertama dilaporkan pada 27 April 2022 atau beberapa hari setelah WHO menyampaikan ada kejadian luar biasa di Eropa.
"Kita sudah bicara dengan CDC (Centers for Disease Control and Prevention) Amerika, CDC Inggris, klasterisasi itu tidak terjadi. Itu nomor satu. Jadi ini tidak semenular yang dibayangkan banyak orang," ungkap Budi Gunadi.
ADVERTISEMENT